Lebaran idhul fitri tahun ini kami rayakan lagi di Bremen. Agar lebih meriah, kami ajak pula sahabat-sahabat dari Aachen. Alhamdulillah dengan senang hati mereka menerima ajakan kami. Jadilah tiga keluarga menyerbu Bremen.
Di hari raya setelah sholat Ied, kami manfaatkan untuk berkeliling beberapa obyek utama kota dagang di jerman bagian utara ini. Karena keluarga pelancong pernah tinggal tak jauh dari sini, yakni di kota Bremerhaven, maka kami pun didapuk menjadi pemandu wisata dadakan. Sasaran kami hari itu, standar turis harian. Seputar kota tua Bremen. Apalagi cuaca tak terlalu mendukung. Menurut ramalan, hari itu bakal berangin dan sering diguyur hujan. Bahkan sejak kami meninggalakan rumah tempat perayaan idhul fitri, cuaca sudah terasa kurang bersahabat. Udara dingin berhembus lumayan kencang. Langit terlihat kelabu.
Kami membeli tiket harian agar bisa menggunakan transportasi umum dalam kota seenaknya. Turunnya di Domsheide, pusat kota Bremen. Karena di dekat halte pemberhentian ada toko cinderamata, maka jalan-jalan ditunda sejenak. Setelah puas melihat-lihat, baru menuju kota. Menikmati suasana di Marktplatz, Rathaus (balai kota) dan Dome. Konon, banyak orang mengakui bahwa Marktplatz Bremen adalah salah satu tempat terindah di Jerman. Sebuah tempat dengan banyak kafe indah dengan patung Roland di tengah-tengahnya. Cerita mengenai Bremen sudah pernah saya bahas disini.
Seperti turis lainnya, kami merekondasikan teman-teman untuk berfoto sambil memegang kaki patung Bremer Stadtmusikanten. Bremer Stadtmusikanten adalah cerita rakyat yang sangat populer. Menganai empat sahabat : keledai, anjing, kucing, dan ayam jago. Saat hujan mulai turun, kami berteduh sejenak di pusat informasi wisata kota. Untuk mendapatkan peta gratis dan beberapa informasi lainnya. Untungnya hujan deras tak berlangsung lama. Penjelajahan di kota tua berlanjut di tengah hujan rintik-rintik.
Tujuan berikutnya adalah Böttcherstrasse, sebuah jalan sempit pusat seniman. banyak toko-toko unik tapi mahal harganya. Kami menyaksikan dan mendengarkan Glöckenspiel (permainan lonceng di sini) tepat di tengah hari. Dari sana, kami turun, menyeberang arah Schnoor lewat piggir sungai Weser. Hawa dingin masih saja terasa di penghujung musim panas. Puas lmelihat rumah-rumah tua mini di Schnoor, kami mampir dulu di sebuah kafe kuno. Mengisi perut sambil menghangatkan badan sejenak.
Perjalanan menuju Weser Stadion, markas besar klub sepak bola Bundesliga Werder Bremen terpaksa dibatalkan di tengah jalan. Hujan turun deras. Sedangkan perjalanan kaki kesana lumayan jauh, lebih dari 2 kilometer. Dari sana, kami berpisah. Keluarga pelancong hendak memenuhi undangan sahabat lainnya. Sementara yang lain ingin melanjutkan perjalanan ke Universum dan Rhododendronpark.