Indonesia itu indah pakai banget nget nget nget pokoknya. Nothings compares to Indonesia #cintatanahair. Pengalaman pertama kali benar-benar merasakan liburan bersama keluarga di Indonesia Timur sungguh memorable. Anak-anak pun susah move on dari liburan tersebut. Bahkan mereka sudah tak sabar untuk eksplor bagian lain Indonesia tahun berikutnya.
Tujuan utama kami saat itu adalah untuk melihat komodo secara langsung dan dekat. Sudah lama ini masuk bucket list anak-anak. Si Embak, sejak melihat sebuah reportase mengenai komodo di sebuah televisi Jerman, bercita-cita ke sana. Adiknya ikut-ikutan.
Meski sudah membeli tiket pesawat Denpasar – Labuan Bajo jauh-jauh hari sebelumnya, itinerary-nya tak kami buat hingga hari-H. Soal gimana sampai Labuan Bajo, trus gimana ke Taman nasional Komodo, baru kami pikirkan last minute.
Rencana awal Emak dan Bapak pelancong begini: Tiba sore hari di bandara Komodo Labuan Bajo, kami bakal nyari taksi ke pelabuhan. Di pelabuhan nyari persewaan kapal buat Living on Boat. Setelah dapat kapal, baru nyari hotel malam harinya. Emak akui, kami memang menggampangkan semuanya. Kami pikir, semua bakal mudah dilaksanakan.
Praktiknya tidak demikian. Mencari kapal tidak mudah. Sebab liburan musim panas Eropa, yang artinya sedang banyak turis asing di sini, maka banyak kapal sedang melaut. Kami baru dapat kapal di malam hari. Alhamdulillah saat itu ketemu teman-teman baru, sehingga semuanya terasa lebih mudah.
Di bandara Komodo, Emak dengan pede, mengajak kenalan serombongan traveler asal Bandung. Yang akhirnya jadi teman perjalanan kami selama di Labuan Bajo. Alhamdulillah bisa share cost buat kapal juga. Kami dapat kapal seharga 6,5 juta rupiah untuk dua hari satu malam. Sudah termasuk makan selama di kapal. Tentang apa dan bagaimana pengalaman kami selama living on boat (LOB), akan Emak tulis di artikel lain.
***
Berlayar Menuju Komodo
Soal itinerary selama naik kapal, kami serahkan pada bapak nahkoda kapal saja. Emak juga pasrah. Yang penting sempat liat komodo. Titik. Pak nahkoda menyarankan ngeliat komodonya di Loh Buaya. Di Pulau Rinca. Ok deh Pak.
So, di siang hari di hari pertama, setelah mengunjungi Pulau Kelor nan sepi dan cakep, kami pun bertolak menuju Loh Buaya. Abis berenang di Pulau Kelor, Emak teler, bobok di salah satu kabin kapal. Apalagi kena angin sepoi-sepoi dan kapal yang goyang-goyang. Alhamdulillah selama perjalanan, goncangan kapal masih bisa kami tolerir. Gak ada yang mabuk laut.
Saat kapal melambat mendekati dermaga Loh Buaya, Emak terbangun, mengamati pemandangan lewat kaca jendela. Pemandangan di sekitar Loh Buaya bikin mata Emak langsung melek 100 watt lampu LED. Cantik banget.
Pantai di sekitar dermaga kayu tertutup rimbunan hutan bakau. Air lautnya bening berwarna hijau. Sunyi. Kecuali deru kapal laut yang lalu lalang membawa wisatawan domestik mau pun asing. Kapal-kapal kayu ini saling merapat agak bisa parkir dengan nyaman.
Oh ya, ke Loh Buaya gak ada perahu umum. Cuma bisa dicapai dengan perahu sewaan. Kita bisa nyewa perahu sendiri atau ramai-ramai di Labuan Bajo atau ikut open trip.
Taman Nasional Komodo Pulau Rinca
Dulu Emak mengira, komodo hanya bisa disaksikan di #PulauKomodo. Tet tot, salah. Di Pulau Rinca bisa juga. Kata pak pemilik kapal yang kami sewa, malah komodo lebih sering terlihat di sini. Entahlah benar atau tidak. Keluarga pelancong tidak ke Pulau Komodo. Jadi tak bisa membandingkan.
Kami foto-foto di atas anjungan kayu dengan sebuah gerbang selamat datang. Tak lama, seorang ranger menemani kami berjalan ke tempat pembelian tiket. Berjalan di jalan setapak di tepi hutan bakau. Beramai-ramai. Ada belasan turis lain selain kami. Sebagian besar turis asing. Bau-bau petualangan sudah tercium.
Tak jauh jarak dari pelabuhan Loh Buaya ke tempat pembelian tiket. Eh, baru lewat gerbang selamat datang ada foreplay. Seekor bayi komodo melintas. Ranger bersiap-siap. Maju mendahului depan para turis. Cekrek-cekrek cekrek, berbagai macam kamera pun beraksi. Banyak turis asing berkomentar takjub. Tak memercayai keberuntungan mereka hari itu. Emak dan Adik tak kalau excited. Pengennya melihat dari dekat, namun gak berani.
Untuk turis domestik, tiket masuk Taman Nasional Komodo, harganya Rp. 20.000,- plus biaya ranger sebanyak Rp. 70.000,-. Entah itu biaya ranger untuk per orang atau per grup. Sebab Dua ranger biasanya menemani satu grup. Untuk turis asing rangernya juga yang mampu berbahasa asing. Kemarin Emak tak terlalu perhatian ama tiket. Udah ada yang membantu mengurus. Kami malah sibuk pepotoan di dekat plang yang ada tulisan komodonya. Bukti bahwa kami pernah ke sini. Oh ya, kabarnya, tiket ini tiket terusan. Berlaku pula di Pulau Komodo. Gak perlu tiket lagi. Tapi entah, apa berlaku dalam satu hari atau bisa dipakai dalam satu kali masuk Taman Nasional Komodo.
Setelah urursan tiket beres, sebagian dari kami mencari toilet terlebih dahulu sebelum trekking. Ummm, kebersihan toiletnya masih sangat kurang. Eh, tetiba seekor komodo mudah lewat. Langsung banyak kamera beaksi lagi. termasuk punya Emak. Mengabadikan momen langka, yang entah kapan lagi bakal kami alami.
Trekking Komodo
Sebuah briefing singkat dilakukan oleh salah seorang ranger teman perjalanan kami hari itu. Seorang lelaki muda, usia sekitar awal 30-an. Ranger satu lagi adalah mahasiswa pariwisata yang sedang magang. Awalnya beliau tanya, kami mau pilih rute trekking yang mana. Pendek, sedeng, panjang. Panjang bisa makan waktu berjam-jam. Pendek aja sekitar sejam lagi. Rombongan kami sepakat pilih rute terpendek. Toh tujuan kami ngeliat komodo, bukan hiking. *uhuk*
Pak ranger menerangkan apa yang boleh dan tidak kami lakukan selama trekking. Komodo gak suka ama yang ribut-ribut. Trus dia sukanya di tempat teduh. Jadi kami berjalan masuk hutan. Jalannya ati-ati. Ranjau kebo bertebaran. Ada yang dah kering, ada yang masih benyek, tanda ranjaunya belum terlalu lama keluar dari sumbernya.
Sekitar seratusan meter berjalan di dalam hutan yang agak rimbun, eh kami ah ketemu komodo gede. Pak ranger mengenalinya. Katanya komodo tersebut pernah melukai beberapa ranger. Komodo tersebut sedang males-malesan. Pelan-pelan kami mendekatinya.
“Komodo hanya makan kalau lagi lapar,” kata Pak Ranger. “Setelah kenyang, ia bakal nyantai berminggu-minggu. Bisa dua atau tiga minggu gak makan lagi.”
Santai banget kehidupan para komodo ini. Bikin Emak iri. Kebayang hidup santai gak pakai kerja, trus kegiatan cuma santai-santai di pantai. Oh, indahnya.
Kami mendekat hingga sekitar 3 meter dari komodo. Pak Ranger terus bercerita. Sesekali kami menimpali atau bertanya. Kata beliau, kami sedang beruntung. Ketemu komodo lumayan besar. Saat itu, akhir Juli, masuk musim kawin. Komodo lebih banyak berdiam diri di hutan lebih dalam. Paling yang berkeliaran komodo-komodo muda. Atau bahkan, pengunjung gak ketemu komodo sama sekali. Lucky us! Alhamdulillah.
Kami lalu lanjut. Di dekat mess para ranger, ketemu komodo lebih besar. Betina. Seorang ranger wanita dari rombongan lain orang asing menyebut namanya. Lomba foto dimulai. Setiap orang berusaha mengambil foto komodo dari berbagai sudut. Tak lama, sanga komodo merambat menuju bagian bawah dapur umum ranger.
Kompleks mess ranger terdiri dari beberapa rumah panggung. Bawahnya kosong. Biar komodo gak langsung masuk bangunan kali yah.
“Daerah dapur mess sering disambangi komodo. Mereka sensitif terhadap bau,” ujar ranger mahasiswa magang.
Ketika komodo bergerak keluar, Pak Ranger menawari kami berfoto berlatar depan komodo. Kami berpose, beliau memotret. Kami berdiri jauh di belakang komodo. Ada ranger lain bersiap siaga. Beliau ternxata jago moto. Dan ngambil video. Hasilnya keren. Apalagi saat si komodo betina mengangkat kepalanya dengan Bapak sebagai latar belakangnya. Memorable.
Puas berpose bersama komodo, Pak Ranger mengajak kami keluar hutan. Mendaki bukit minim pepohonan tinggi. Bukitnya tak terlalu jangkung. Akan tetapi, buat orang yang jarang banget olah raga semacam Emak, rute ini sungguh menantang. Bapak sampai harus menyeret menggandeng Emak supaya bisa bergerak ke atas.
Di puncak bukit, langsung nyari tempat buat berteduh. Sambil atur napas ngos-ngosan. Kami ngobrol sejenak dan foto-foto lagi. Plus adegen melompat-lompat biar kekinian. Dari atas sini, kami bisa menyaksikan panorama pantai cakep. Pantai gak berpasir putih, melainkan berbatu-batu hitam. Di kejauhan terlihat kapal kayu sednag berlayar pelan. Entah pantai apa namanya, Emak gak nanya.
Kami lalu turun lewat jalur berbeda. Lewat mess ranger lagi, trus ke area pembelian tiket. Di tempat ini terdapat sebuah toko cinderamata, yang juga menjual makanan dan minuman ringan. Tempat duduknya terbuat dari kayu dan lumayan adem. Ruangan sebelahnya adalah sebuah musala. Ada mukena dan sajadah. Hanya saja wudunya di tempat terbuka. Pakai keran di samping toko cinderamata. Suvenirnya tak banyak macamnya. Pahatan kayu berbentuk komodo serta kaos-kaos bermotif komodo.
Alhamdulillah misi keluarga pelancong bertemu komodo di habitatnya accomplished. Akan tetapi, petualangan kami di Taman Nasional Komodo masih berlanjut. Tunggu yah!!!
Yuk, saksikan juga video Emak tentang Loh Buaya:
Waktu ke rinca, kita di ceritain yang ranger ke gigit komodo jadi serem mau deket2 ihik ihik
@Kak Cumi: iyahhh aku juga serem. Diceritain juga ada yang sampai diterbangin ke rumah saki di Denpasar. Tapi rumah sakit Labuan Bajo katanya bisa menangani sekarang.
Baru bisa lihat komodo yang ada di Kebun Binatang aja, yg udah jinak. Mudah2an bisa kesampaian lihat secara langsung di sini ya…
Aku udah sampai Labuan Bajo tapi nggak mampir ke Komodo, duite kurang haha
@M. Moko: semoga bisa melihat komodo dari dekat.
@Alid: yaaaa eman, Lid. Udah deket banget itu. Coba dikau berenang aja ke Pulau Rinca. piss…
Alhamdulilah wis ketdmu komodo, aku yo krunguvteko konco nek nggak kabeh isok ketemu komodo. lucky you 🙂
@Zulfa: alhamdulillah. Yoi, jare ranger-e yo ngunu. Gak mesti saben uwong iso ketemu komodo.
wah serunya bisa ngeliat komodo secara langsung..
Bahkan, hewan ini berhasil main film bareng sama James Bond hahaha.
@Cek Yan: owwww keren banget. Film James Bond yg mana? Dah lama aku gak nonton film2 James Bond.
@Traveling Addict: ho-oh asikkk banget. Alhamdulillah…
aku belum pernah ke pulau komodo, semoga saja ada kesempatan dan rejeki buat kesana.
@Deddy Huang: Semoga… apalagi sekarang ada penerbangan langsung dari jakarta. Lebih mudah…