
Cara terbaik mengelilingi Taman Nasional Komodo adalah lewat jalur laut. Ya iyalah. Di pulau-pulau yang ada komodonya seperti Rinca dan Komodo, tak ada bandara. Pun belum terhubung dengan jembatan dll. Satu-satunya yang memungkinkan adalah dengan perahu, kapal laut, atau yacht.
Emak telah mencari beberapa informasi mengenai persewaan perahu melalui dunia maya. Agen-agen perjalanan setempat menampilkan berbagai paket lengkap dengan harganya. Kapalnya macem-macem. Tapi ngeliat harganya, kebanyakan buat kalangan atas. Yacht mewah bisa disewa hingga puluhan juta per hari. Kalau pergi rame-rame, cocok banget, nih. Berbekal beberapa nomor hape, kami pun terbang ke Labuan Bajo.
Ndilalah nomor yang Emak simpan di secarik kertas raib entah kemana. Pas nyari-nyari info di grup-grup backpacker di sebuah platform sosial media, tak ada hasil memuaskan. Untungnya kami ketemu rombongan wisatawan asal Bandung. Emak pun ngajak barengan. Syukurnya lagi, mereka memiliki kawan penduduk Labuan Bajo. Jadinya kemana-mana keluarga pelancong ngintil ama mereka.

Meski dibantu oleh Mas Izwan, ndak mudah juga mendapatkan kapal sewa dalam waktu singkat. Apalagi bulan-bulan Juli – Agustus sedang banyak-banyaknya turis asing ke Labuan Bajo. Meski kapal kayu berbagai ukuran kami lihat berderet-deret di pelabuhan, pencarian kami terbilang lama.
Di sebuah warung Kampung Ujung, Seorang pemilik kapal menawari kami untuk bergabung dengan turis asing yang menyewa kapalnya. Nggabung orang seperti itu, tentunya kami tak kuasa memutuskan sendiri mau ke mana dan berapa lama dalam perjalanan nanti. Jadi kami cari alternatif lain.
Kunjungan ke Pak Haji di kampung dalam kegelapan (listrik sedang padam) juga tak ada hasilnya. “Musim liburan!” ujar beliau. Seharusnya sudah pesan jauh-jauh hari sebelumnya. Seseorang kemudian menjanjikan ada kapal. Akan tetapi, kapalnya baru datang pukul 10 malam. Harga sewanya 6 juta untuk dua hari semalam. Makan included. Karena kami butuh untuk melihat kondisi kapal terlebih dahulu, maka kami cari alternatif lain.
Baru ketika kami berada di pelabuhan utama ferry Labuan Bajo, terdapat titik terang. Pelabuhan besar ini merupakan tempat sandar kapal ferry serta menjadi tempat keluar masuknya barang. Pun banyak kapal nelayan serta kapal kecil untuk mengangkut wisatawan.
Kami melihat-lihat isi kapalnya. Terdiri dari dari dua lantai. Ada dua kamar tidur dengan masing-masing tempat tidur kayu susun. Di atas terbuka, beralaskan matras. Sebagian kecil memiliki atap. Tawar menawar dengan pemilik sekaligus nahkoda kapal, akhirnya disepakati harga 6,5 juta. Unuk dua hari semalam. Si Bapak meminta DP. Sebab beliau kudu belanja untuk kebutuhan makan kami. Kami beri DP 2,5 juta rupiah. Paginya sekitar pukul 7 kami sudah ke pelabuhan lagi. Siap untuk memulai petualangan baru.
Suasana Kapal
Emak tak menanyakan berapa ukuran persis kapal kayu ini. Panjangnya sekitar 10 -15 m. Sedang lebar bagian tengahnya sekitar 3 m. Buat kami bersembilan, plus 4 awak kapal, kapalnya masih terasa lega.

Di haluan kapal terdapat tambang besar untuk melempar jangkar. Bagian tengah merupakan ruang terbuka dengan kursi di kedua sisi serta meja kayu di tengahnya. Di antara kamar dan ruang terbuka adalah ruang kemudi. Bangku belakangnya terdapat bantal. Di belakangnya lagi berjajar dua kamar tidur. Sisa ruangan di kamar sempit. Penuh dengan koper dan ransel-ransel kami.
Di buritan, terdapat sebuah kamar mandi dan WC duduk. Airnya terbatas. Sehingga nyiram WC pakai air laut saja. Belakangnya berupa dapur super mini. Dan bagian belakang dipakai untuk menyimpan gentong air dan peralatan masak, serta kegiatan cuci piring. Ada tangga ke atas di haluan mau pun buritan.
Secara keseluruhan, kapalnya terlihat bersih. Toilet dan kamar mandinya so so. Ini bisa kami maklumi. Hanya saja sprei kamar tidur entah sudah berapa lama belum diganti. Tak ada ada untuk naik ke kasur bagian atas. Kalau mau tidur di atas kaki mancik dulu ke tembok. Kunci kamar pun tidak berfungsi dengan benar. Kami ganjel koper agar bisa tertutup rapat. Akan tetapi semua awak kapal jujur dan bisa dipercaya. Di masing-masing kamar tersedia kipas angin. Diesel sebagai sumber listrik dimatikan di malam hari. It’s OK too.
Di bagian atas, tersedia matras. Akan tetapi tak ada selimut. Kalau malam tidur di sana tanpa selimut memadai, kedinginan juga. Kasihan bapak-bapak yang memilih tidur di sana. Tak bisa tidur. Sebaiknya siap-siap sleeping kali yah bagi yang mau njajal tidur di situ.
Kegiatan di Atas Kapal

Meski hanya dua hari berada di atasnya, rasanya kami sudah memiliki ritual. Kegiatan seperti makan bersama, nyebur ke laut, njemur baju, berburu foto terbaik serta naik turun pulau. Tak perlu takut kelaparan selama berada di kapal. Makan minum terjamin. Masakan kru kapal enak-enak. Ada ayam goreng, ikan, tumis sayuran, nasi goreng. Sambelnya pun mantap pula. Bekal mie instan tak sempat kami makan semuanya. Pun camilan-camilan biskuit lainnya. Udah kenyang duluan makan makanan kapal. Di malam hari, boboknya di tengah lautan. Pak nahkoda mematikan mesin. Sore-sore kita bisa berenang-renang dulu.
Selama pagi hingga sore hari, kegiatannya islands hopping. Sore hari pertama ke Pulau Rinca, bertemu komodo.
Baca juga: Menjumpai Komodo di Loh Buaya
Di pulau-pulau tersebut, kami trekking dan snorkeling. Kegiatan island hopping Taman Nasional Komodo akan Emak tulis di artikel lainnya. Cerita mengenai trekking seru rombongan kami bisa disimak di artikel ini.
Baca juga: Trekking Seru di Pulau Padar
Oh ya, bagi solo atau duo traveler, bisa tetap ikutan naik boat. Ada kapal lebih kecil yang bisa disewa harian. Info di internet, harganya sekitar 2,5 juta per hari. Udah termasuk makan siang. Orang asing tidak sedikit memilih kapal ini. Kapal jenis ini tak memiliki kamar khusus. Tapi bisa juga bobok di bagian tengah. Kapal bisa disewa berhari-hari. Harganya pasti tergantung kesepakatan dengan pemilik kapal. Acho, salah seorang awak kapal mengatakan, mereka pernah pergi selama 10 hari 9 malam berturut-turut. Sampai kebutuhan mereka diantar oleh kapal lainnya.
Info-info tur dengan kapal bisa didapatkan di berbagai operator di sepanjang jalan utama Labuan Bajo, Jalan Soekarno – Hatta. Alat-alat pendukung seperti alat snorkeling pun bisa disewa di berbagai tempat.
Saya pernah menyewa kapal yang ukuran kecil. Iya harganya 2.5 jutaan. Cuma berdua saja sama teman. Crew kapal anak-anak muda yang baik-baik dan jujur. Kurang puas sih cuma 2 hari 1 malam. Kapal Mbak kayaknya lumayan juga buat reramean ya.
Ya Allah, pingin. Pernah baca, katanya minumnya beli, jadi semacam profit buat mereka. ternyata nggak semua ya. ahhhhhhh, kapan aku bisa mencicip seperti ini ???
@Emakmbolang: Moga ndang keturutan, Mak… Yoi, kemarin makan minum sudha icluded. Wareg alhamdulillah….
Ya Allah, pengin banget ke Labuan Bajooooo
@Kang Ale : Inshaa Allah terkabul….
Emak…mau nanya..emang sewa kapalnya harus pake menginap ya? Please dijawab ya?
Thanks Emak…
Erni: Gak harus. Ada kapal yang bisa disewa harian, kok.