Belasan tahun tinggal di negeri orang, tepatnya di belahan utara bola dunia, negeri dengan empat musim, apakah akan membuat kami melupakan tanah air? Tentu saja tidak. Berada di sini malah membuat kami sering kangen Indonesia. Di sini pula kami merasa semakin cinta Indonesia.
Di awal-awal kuliah saya dulu, ada yang namanya pendadaran. Mulai tingkat kampus, fakultas, sampai jurusan. Waktunya berbulan-bulan. Salah satu tujuannya katanya adalah agar kita lebih cinta tanah air dan bangsa. Saya sendiri, tak merasakan perbedaan atau perubahan setelah dan sebelum pendadaran. Rasanya biasa saja.
Pertama tinggal di Jerman, saya tak kerasan. Setahun pertama itu masa-masa yang rasanya berat. Selain kangen keluarga di rumah, yang paling saya kangeni adalah makanan Indonesia. Memang dalam soal masakan dan makanan, Indonesia is the best. Bagi saya. Sampai saat ini.
Alhamdulillah waktu itu di kota Nürnberg, kota pertama yang saya tinggali di Jerman, banyak teman asal Indonesia. Bahkan tinggalnya relatif dekat. Senangnya lagi, si Ibu suka masak dan kirim-kirim makanan. Sedikit demi sedikit saya bisa beradaptasi. Dan mulai bisa masak masakan Indonesia sendiri. Dan di kota ini pula kami, warga Indonesia pernah menyelenggrakan Indonesische Abends, malam budaya Indonesia. Ibu-ibu menjual masakan Indonesia. Pengunjungnya penuh di sebuah aula. Entah berapa ratus orang waktu itu.
Malam kesenian seperti ini lumayan sering diadakan oleh komunitas-komunitas dan kota-kota yang banyak dihuni warga Indonesia. Di Aachen, bisa sudah diadakan beberapa tahun berturut-turut. Asyiknya, selalu ada makanan Indonesia di acara seperti ini. Selain belajar budaya Indonesia, silaturahmi dengan sesama warga Indonesia, juga bisa kenyang makan enak. Slrpppppp. Sedap!
Satu lagi, di acara-acara seperti ini, tak jarang sekalian diadakan warung konsuler. Layanan dari konsul jenderal di Frankfurt bagi warga negara Indonesia. Yang mau lapor diri, atau memperpanjang paspor.
Kalau melihat festival budaya Indonesia tampil di negri orang seperti ini, saya selalu terharu. Dada saya berdebar-debar. Apalagi melihat antusiasme warga asing yang ikut menonton. Pernah sekali ada Festival paduan suara skala dunia di Bremen. Beberapa grup paduan suara Indonesia ikut ambil bagian. Kami warga Indonesia di Bremen dan sekitarnya tak pernah melewatkan mereka tampil. Ketika mereka menari dan menyanyi, kami bertepuk tangan paling keras. Sambil pamer ke penonton sekitar, “Itu grup dari Indonesia, lho! Bagus banget kan!”
Di Bremerhaven, kota tempat saya dan suami kuliah dulu, ada acara internasional lima tahunan bertajuk Sail Bremerhaven. Kapal-kapal layar cantik dan unik dari seluruh dunia berdatangan. Termasuk KRI Dewaruci. Dalam acara ini, terdapat pertunjukan seni dari para peserta. Para kru KRI Dewaruci tak pernah gagal menunjukkan sisi terbaik budaya Indonesia. Di satu kirab, pernah ada reog Ponorogo. Pernah pula mereka menari Tari Indang di panggung. Musik yang rancak menyebabkan para penonton ikut tepuk tangan dan menari. Bahkan banyak yang bilang, “Zugabe! Zugabe!” Alias, “We want more! We want more!”
Rasa bangga menjadi bagian dari Indonesia paling dasyat saya rasakan saat menonton festival gamelan. Waktu itu diadakan di Museum Übersee di Bremen. Museum ini letaknya tepat di depan stasiun pusat Bremen. Menempati sebuah bangunan megah mirip istana.
Dua kali saya sempat masuk kemari. Pertama saat ada acara ekskursi beserta mahasiswa kampus saya dulu. Karena acaranya mahasiswa, tarif masuknya didiskon. Seingat saya, masing-masing mahasiswa hanya perlu membayar 1 euro saja (Rp. 14.500,-). Saat ini tarif mahasiswa harganya 4,5 euro (Rp. 65.000,-).
Museum Übersee punya dua macam pameran: pameran khusus dan pameran normal. Pameran normal selalu ada, bisa kita saksikan setiap saat. Pameran khusus memiliki tema tertentu dan jangka waktu tertentu. Waktu saya ke sana, ada pameran khusus bertema India. Satu jam lebih kami mengikuti informasi dari pemandu. Selesai dipandu, kami boleh keliling museum meneliti isi ruang pamer lainnya. Isinya tentang budaya, arkeologi, binatang, adat istidat manusia dari zaman lampau hingga masa kini. Di Asia, Eropa, Amerika, dll. Banyak sekali ilmu digali di sini.
Ada pameran tentang Indonesia. Antara lain tentang sawah dan tata cara menanam padi serta seperangkat gamelan. Yup, gamelan. Saya pernah belajar memainkannya di bangku kuliah. Namun hanya sebentar. Entah apa nama alat yang saya mainkan waktu itu.
Tak lama setelahnya, ada woro-woro tentang festival gamelan di Museum Übersee. Tak kami lewatkan acara ini. Acaranya dilaksanakan pada hari Minggu. Pengunjungnya internasional. Beberapa warga negara Indonesia, India, dan tentu saja warga Jerman.
Ekspektasi saya biasa saja akan acara ini. Paling-paling kami akan disuguhi gending Jawa dan Bali. Isi program benar-benar di luar dugaan. Ada gamelan ditabuh anak-anak muda, ada pula yang ditabuh bapak ibu dari kedutaan Republik Indonesia. Ada tari-tarian dan lagu pendukungnya pula. Paling ciamik adalah gamelan Bali yang ditabuh oleh seniman gamelan profesional Bali. Musik gamelan Bali rasanya lebih rancak dan cepat ritmenya dibanding Jawa. Tak hanya musik gamelan. Hampir semua mereka tampilkan dengan tarian. Seorang bapak menari sambil mengenakan topeng, sempat membuat penonton terpingkal.
“Saya tak menyangka bakal banyak tarian Bali. Sangat menarik,” komentar seorang ibu Jerman di sebelah saya.
Saya menoleh ke beliau sambil tersenyum. Tak bisa menyimpan rasa, betapa bangganya saya waktu itu. Berasal dari sebuah negeri kaya budaya.
Iya ya Mbak, rasa rindu dan cinta itu malah semakin nyata terasa saat kita jauh dari Indonesia
Aku suka tulisan ini, dan aku terharu.
Ada rasa bangga yang terbit dan menggelegak, mungkin hampir sama seperti yang mbak Ira rasakan akan kecintaan pada kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Bener, baca tulisan mbak Ira rasanya jadi makin bangga sama Indonesia. Betapa kekayaan budaya Indonesia diapresiasi di luar negeri. Tinggal yang di dalam negeri lebih memupuk rasa bangga itu.
huhu terharu aku mba ira…kebayang kangennya ya…
Terharu Mbak. Dimanapun kita tinggal, Indonesia tetap di hati. Paling seneng kalau dapat undangan dari kedutaan. Sejak pagi dah heboh. Seneng ketemu dulur. Sabtu kemarin ada temu acara Tari Ramayana dari Tim Borobudur. Mereka tampil dihadapan Perdana Menteri India. Bangga! Karena tari Ramayana yang Indonesia berbeda dengan di India. Dan mereka terpana dengan tarian Indonesia yang diceritakan dalam sebuah gerakan tari tanpa kata.
Kangen Indonesia Poll.
iyaaa benerrrr mbaaaa… kerasanya kalau pas di luar ya mba… untung ada you tube ya mba… ^_^
@Mbak Lina: Benar, Mbak. Terasa sekali. 🙂
@Mbak Rien: Iyah Mbak Rien, tuh buktinya ada yang mengklaim budaya kita.:) Budaya, adat-istiadat, makanan, kita benar2 kaya, dan harus bangga.
@Cek Yan: Banget, mereka sangat mengapresiasi. kalau ada acara budaya sangat terlihat antusiasme penonton.
@Mbak Dedew: iyah, Mbak. Dulu malah saya pengennya suami kerjanya gak jauh2 dari Indonesia. Biar kalau kangen gampang pulkam.. 🙂
@Zulfa: He-eh, seneng banget yen ana acara2 koyo ngunu Zulfa. Opo maneh yen ana makanan Indonesia. Langsung serbuuu!!! hehehe
@Ima: hihihihi, iyah, aku sering nunjukin taria2an atau lagu Indonesia ke anak2 lewat yutub.
Pasti kangen. Aku bisa ngerasain dari tulisan ini. Daleeeemm :))
@Taro: ada kenalanku terheran-heran, pas aku bilang pengen menghabiskan masa tua di Indonesia. Sedangkan beliau sendiri malah pengen ikut anaknya yang di luar negeri. hehehe. Semoga kami mbesuk gak tua2 banget lah pas pulang ke tanah air. Semoga masih produktif berkarya buat bangsa. aamiin.. 🙂
ngebayangin klo saya yang pentas disana grogi gak yah, eh ntar dulu, emangnya saya mo pentas apaan ya wong g bisa apa2 :v :v
Kalau yang udah profi, keliatannya biasa2 saja, tuh Mas. tapi ada juga sih yang mukanya keliatan tegang banget pas tampil. 🙂