Merekam Jejak di Schwarzer Mann

Action camera“Punya action camera asyik juga kali, ya,” kata Bapak setelah berkali menjajal olah raga musim dingin, ski.

Alhamdulillah tahun ini Jerman kebagian salju relatif banyak. Pun di Pegunungan Eifel, dekat tempat kami tinggal. Karena salju menumpuk, banyak pusat olah raga musim dingin di pegunungan ini buka.

Pegunungan Eifel yang tinggi maksimal gunungnya 700-an meter ini memang bukan destinasi wisata musim dingin utama di negeri ini. Kalah jauh sama Alpen. Sama Winterberg dan Willingen di Pegunungan Rothaar saja tidak ada apa-apanya. Kedua kota tersebut lebih getol berinvestasi dan memasarkan daerah sebagai winter resort. Dari delapan tempat main ski di Eifel, setahu Emak, hanya satu yang memiliki alat pembuat salju buatan. Di Wolfschlucht. Sedangkan Winterberg punya puluhan, atau bahkan ratusan alat serupa.

Eifel lebih dikenal sebagai tempat hiking dan wisata alam. Tahun ini, keluarga pelancong bersyukur. Keinginan belajar olah raga ski lebih lanjut bisa kami lakukan di dekat rumah. Dalam dua bulan terakhir, telah lima kali kami belajar di tiga tempat berbeda. Empat diantaranya di Pegunungan Eifel. Terakhir, minggu lalu di Am Schwarzer Mann, wilayah Pegunungan Eifel yang masuk negara bagian Rheinland Pfalz.

Emak baru memperhatikan orang menggunakan action camera ketika sedang berada di negara mini Andorra. Waktu itu banyak anak muda bersepeda gunung, menuruni pegunungan di Andorra. Di setiap helm di kepala mereka, terpasang sebuah kamera mini. Ada yang dipasang di atas helm, ada yang disamping. Wow, kesannya keren banget, pikir Emak.

Saat ke toko alat elektronik, Emak pernah lama sekali berdiri di depan sebuah monitor. Yang sedang menampilkan iklan sebuah action camera. Orang menggunakannya selama berselancar air, bermain kano, main ski, dan olah raga yang pemicu adrenalin lainnya. Namun sampai sejauh itu, belum berniat memilikinya sendiri.

Sampai kemudian si Bapak merasa sudah agak mahir meluncur di atas papan ski dan ingin merekam pengalamannya.

“Mahal, ah, beli kamera gituan,” komentar Emak mengenai keinginan Bapak.

“Kita beli yang murah aja, lah,” sambungnya.

Rupanya keinginan Bapak terkabul cepat. Tak lama setelah itu, ada penawaran action camera dengan harga terjangkau di sebuah jaringan toko. Dua belas mega pixel. Satu set action camera lengkap dengan aksesori yang dibutuhkan untuk menangkap gambar bergerak. Sehari sebelum ke Hellenthal beberapa waktu lalu, Bapak beli. Isinya lengkap. Selain kabel USB dan buku manual, ia memiliki waterproof case, bike mount untuk dipasang di sepeda dan helmet mount, agar mudah disematkan di helm.

Sayangnya di rumah baru tahu bahwa harus beli memory card kecil pula. Yaaa, gak jadi deh beraksi depan action camera saat latihan ski di sana. Sabtu lalu kami putuskan ke pusat olah raga ski di Am Schwarzen Mann. Bapak membeli memory card sehari sebelumnya.

“Aku beli memory card kecepatan tinggi. Agar hasil bidikan kameranya lebih bagus,” kata Bapak sembari memasangnya di dalam action camera.

Tetiba di tempat tujuan, usai memasang semua perlengkapan ski dan bersiap meluncur, Bapak memasang kamera kecil itu di helmnya. Di bagian muka.

“Yak, siap-siap kalian beraksi, yah!” ujarnya kepada anak-anak.

Berkali Bapak merekam berbagai aksi main ski kami hari itu. Emak yang belum lancar meluncur, malas di-shooting lama-lama. hehe. Lumayan juga punya kamera seperti ini. Emak tidak perlu membawa kamera besar lagi. Yang tidak praktis jika digunakan merekam aksi di alam bebas. Bisa dipakai motret pula. Hasil fotonya beresolusi tinggi. Pernah dulu kami main kano di Sungai La Lesse di Belgia terpaksa menyimpan kamera di dalam wadah tahan air. Mau motret susah karena takut kebasahan dan rusak karenanya. Sekarang, main air pun tetap bisa memotret dan merekam.

Malamnya, sesampai di rumah, kami langsung memindahkan hasilnya ke notebook. Menganalisa hasil rekaman tersebut. Hasil gambar action camera milik kelurga pelancong tidak mengecewakan. Gambarnya jelas. Suasana Schwarzer Mann hari itu terekam indah. Salju yang menumpuk. Di permukaan tanah dan menmpel di rerimbunan pinus. Langit hari itu yang biru. Cantik sekali. Namun merekam aksi bermain ski yang serba cepat ternyata tak semuadah bayangan kami sebelumnya.

Kamera yang diletakkan di bagian depan helm, kenyataannya tak duduk sempurna. Alias masih gampang goyang. Karena Bapak berkonsentrasi ketika ski, otomatis kepalanya sering menunduk ke bawah. Sehingga lebih sering merekam permukaan tanah tertutup salju. Apalagi ketika Bapak sempat jatuh, kamera seketika ikut menunduk posisinya. Terekam papan ski yang sedang meluncur itu. Merekam posisi kaki dan bayangan, bukan merekam orangnya. hihihi.

Kami belajar dari pengalaman tersebut. Bapak kemudian memindahkan kamera. Tidak diletakkan di bagian depan helm. Melainkan di atas helm. Dengan sedikit penambahan kain busa di bawah helmet mount, maka kamera bisa berdiri tegak tanpa goyang.

Ow, tak sabar keluarga pelancong membawanya bertualang. Tak hanya untuk merekam olah raga ski berikutnya. Pun bersepeda di Pegunungan Eifel, main kano, dan entah petualangan apa lagi.

Ini salah satu hasil rekaman action camera kami di Schwarzer Mann.

13 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: