Terletak di Pegunungan Eifel dekat perbatasan dengan negara Belgia, kota kecil Monschau menjadi salah satu daya tarik wisata di daerah ini. Kami mendengar namanya dari beberapa teman di Aachen. Bos juga pernah bercerita mengenai keindahan pasar natal Monschau. Tapi jangan datang di akhir minggu. Bakal susah mencari tempat parkir, dan kota kecil ini biasanya penuh sesak.
Dari rumah, Monschau berjarak hampir empat puluh lima kilometer. Atau sekitar 40 menit berkendara. Maka di suatu hari Minggu di awal Februari meluncurlah keluarga pelancong menuju kota ini. Kami melalui jalan-jalan khas pegunungan yang berkelok-kelok dengan pemandangan indah di kanan kirinya. Saat musim dingin di mana sebagian besar pohon tak berdaun saja sudah terasa keindahannya. Di musim semi pasti jalur pegunungan ini terlihat lebih cantik lagi. Kami lalui beberapa kota kecil yang juga indah dan unik seperti Nideggen dan Simmerath. Sebab hari minggu, suasana kota terlihat sepi. Hanya beberapa toko roti dan tempat makan buka.
Di Monschau ternyata suhu jauh lebih rendah dibanding tempat tinggal kami di Duren. Saat meninggalkan rumah, suhu di luar sekitar 10°C. Kami pikir hari ini bakal hangat. Sehingga memakai jaket lebih tipis. Anak-anak tetap memakai jaket tebal tapi tanpa tutup kepala. Baru keluar kendaraan langsung terasa dinginnya udara pegunungan. Tanpa persiapan kostum hangat, kami tak mau berlama-lama di kota ini. Yang penting kan sudah foto-foto dan menikmati sebagian isi kota.
Kami turun ke arah kota tua. Menjelang masuk kompleks kami sudah melihat beberapa bangunan tua bertulang kayu dari abad pertengahan. Orang Jerman menyebutnya fachwerkhaus. Ada satu parit mengalir deras menuju pusat kota. Bentuknya mirip selokan, namun airnya sangat bening serta sama sekali tak berbau. Anak-anak suka sekali menengok ke air. Uniknya, sungai tersebut kami perhatikan juga melalui dasar rumah penduduk. Atau lewat tepat di depan rumah mereka. Lalu ada satu parit lain mengalir menuju kota. Semakin lama, parit makin membesar sehingga bergabung dengan Sungai Rur. Sungai kecil ini membelah tepat di tengah-tengah jantung kota tua.
Kastil Monschau diperkirakan di awal abad 13. Sekarang, kastil di punggung sebuah bukit tersebut telah beralih fungsi menjadi youth hostel. Monschau sendiri pernah mengalami jaman keemasan di akhir abad 16, saat seorang protestan Arnold Schmitz yang juga pembuah selendang melarikan diri dari Aachen ke Monschau. Seorang anak pendeta protestan yang juga melarikan diri, Johann Heinrich Scheibler, menjadikan industri tekstil sebagai industri utama kota ini di abad 18. Sayangnya industri tekstil mengalami kemunduran akibat sistem pajak yang ditetapkan oleh Kerajaan Prusia serta lambatnya daerah bergabung dalam sistem perkereta apian.
(bersambung)
Hmm..melihat rumahnya jadi komik-komik liliput dengan bentuk rumah, jendela di atap, bentuk atap dan cerobong perapiannya yang khas…