Memasuki kota tua Monschau, serasa memasuki sebuah perkampungan. Jalanannya sempit. Hanya bisa dilalui satu mobil. Lebih terkesan sebagai gang dibanding jalanan kota. Di kejauhan tampak kastil Monschau berdiri di lereng bukit. Kastil tersebut berbahan batu alam. Rumah-rumah penduduk terletak di pinggir kali atau di lereng bukit. Jadi selain sempit, banyak jalan menanjak menuju kompleks yang lebih tinggi.
Semakin masuk ke dalam kota, suasana makin terlihat ramai. Orang-orang berjalan menenteng kamera atau memotret bangunan-bangunan tua. Tak heran kami melihat banyak mobil berpelat asing di parkiran. Mereka datang dari Belanda atau Belgia. Keduanya memang tak terlalu jauh dari tempat ini. Hohen Venn, bagian Pegunungan Eifel di Belgia tak sampai 7 kilometer dari sini. Selain itu, banyak pula kami lihat tempat makan serta penginapan
.
Banyak pula toko-toko di kota tua ini buka di hari Minggu. kami heran juga. Sebab tak hanya toko-toko cinderamata yang buka. Seperti layaknya di kota-kota wisata-wisata lainnya. Melainkan juga toko-toko lain seperti toko pakaian, toko mainan, bahkan toko barang bekas juga menggelar dagangan mereka.
Kami menjelalah semakin jah ke dalam pusat kota. Bergaya seperti layaknya turis lain. Memotret rumah-rumah tua. Semua rumah tua itu ada penghuninya. Padahal konon, berada dalam bangunan tua, rasanya bakal lebih dingin. Sebab sistem penghangat kuno mereka. Menggunakan sistem pemanas baru di dalamnya, bakal lebih boros enerji.
Mengikuti aliran sungai hingga di jantung kota, Emak jadi teringat kota Surabaya. Pernah Emak menginap di satu rumah jalan Kertajaya. Tepat di belakang rumah juga terdapat parit kecil. Tentu saja keruh dan berbau. Oleh empunya rumah, bagian atas parit tersebut ditutup kayu-kyu lebar, sehingga permukaannya bisa digunakan. Untuk mencuci baju, serta ada kursi-kursi di atasnya sehingga menyerupai balkon.
Tempat-tempat makan terlihat mulai ramai dikunjungi pelanggan di siang hari. Di satu restauran, tercium bau ikan goreng, sedap sekali. Tentu enak sekali makan ikan goreng di hari yang dingin. Tapi kami terus berjalan. Bapak memanggul Adik yang mulai kecapekan. Sampai di Taman Patung dan mendekati Taman Kota, kami berbalik arah. Hari terasa semakin dingin. Tak bisa menikmati jalan-jalan jika tubuh mulai kedinginan. Insyaallah kami ingin kembali lagi kemari jika cuaca menjadi lebih hangat.