Mostar

Stari Most, MostarRasanya, tak ada yang tak mengesankan dalam seminggu rangkaian perjalanan keluarga pelancong & co di Bosnia-Herzegovina. Pemegang visa Schengen mendapat jatah seminggu bebas visa memasuki negeri ini. Kurang banget rasanya. Seminggu berlalu tiada terasa.

Semalam di Banja Luka, tiga malam di Sarajevo, kami habiskan dua malam terakhir di Mostar. Menyewa apartemen penduduk setempat. Dua kali Emak menjelajah jantung Mostar. Sekali di malam kedatangan. Sekali lagi di pagi sebelum kami meninggalkan Bosnia.

Emak pertama kenal Mostar lewat buku karangan Peter Moore, The Wrong Way Home. Moore melewati Balkan ketika pertikaian mulai reda, namun masih banyak sekali tentara PBB di sana. Saat itu, Stari Most, jembatan tua landmark Mostar hancur akibat bom. Selain dengan Serbia, Bosnia sempat bertikai dengan Kroasia. Sungai Neretva membagi Mostar menjadi dua kubu. Di bukunya, Moore menceritakan tentang seorang gadis Bosnia, terperangkap di kubu Kroasia. Jembatan-jembatan hancur. Ia tak mengetahui bagaimana nasib keluarganya di seberang sana.

Kami menginap di sebuah apartemen di kawasan pemukiman warga Kroasia. Sebuah apartemen bersih, murah meriah dan berfasilitas lengkap. Ada dapur, pesawat televisi besar dan internet. Pemiliknya punya seekor anjing besar. Jaraknya sekitar 2 km dari pusat kota. Terbilang dekat dan sangat nyaman. Apalagi ada supermarket di dekatnya.

Stari Most sudah dibangun kembali. Bahkan masuk dalam daftar warisan dunia Unesco. Di malam hari tepat di hari Natal, Mostar terlihat sepi. Bahkan di kantong-kantong muslim. Satu dua restoran masih menyala lampunya. Walau demikian, ia terlihat cantik. Kota tua dengan jalanan dari batu alam itu asyik sekali buat jalan-jalan. Syahdu.

Di pagi hari, Mostar terlihat lebih ceria. Toko-toko cinderamata mulai buka. Juga rumah-rumah makan dan museum. Tanpa kunjungan ke museum, jantung Mostar cukup dijelajahi dalams etengah hari. Jalan kaki. Kami muai dari sisi Kroasia. Menyeberang jembatan ke sisi Bosnia. Kota tua di sisi Bosnia lebih ramai dan lebih cantik. Ada beberapa masjid tua. Yang sedang direnovasi.

Emak sempat berjalan sendirian di former front line Mostar. Wilayah terparah saat perang. Tempat kedua kubu bertempur secara frontal. Emak berjalan dari Musala trg, menyeberang Jembatan Tito, lalu menyisir Bulevar. Hati tergetar melihat gedung-gedung dan rumah-rumah yang tinggal kerangka. Temboknya bolong-bolong. Akibat peluru, granat atau mungkin rudal. Seperti rumah hantu saja. Jika rusaknya tak terlalu parah, bangunan tersebut masih ditinggali orang. Perjalanan di Bosnia ini sungguh menguras emosi dan membuka cakrawala baru.

One Comment

  • mba jatah seminggu itu di 1 negara balkan atau seluruh negara balkan? aku pengen juga nih ke negara2 ini, tp msh bingung mana yg pake schengen (dan katanya harus multiple ya, kalau single gak bisakah?) dan mana yg harus apply sendiri. Trims

Leave a Reply

%d bloggers like this: