Saat ini hanya ada satu jalur laut menghubungkan Eropa daratan dengan Kepulauan Faroe dan Islandia di Atlantik Utara. Sebuah kapal feri bernama MS Norrona, punya perusahaan Smyril Line. Perusahaan asal Kepulauan Faroe.
Ada beberapa alternatif keluarga pelancong untuk menghabiskan liburan musim gugur kemarin. Emak sempat mengusulkan agar kami terbang ke selatan. Ke daerah hangat, sehingga masih bisa berenang di laut. Namun suara mayoritas akhirnya memilih ke utara. Ke daerah lebih dingin. Sekaligus kami ingin mencoba naik kapal pesiar. MS Norrona, selain sebagai feri, juga menawarkan mini-cruising seminggu. Ya sudahlah. Agar hemat, kami beli paket yangs ekaligus bisa membawa kendaraan pribadi. Jadi kami bis akeliling pulau sendiri. Paket yang ditawarkan MS Norrona terlalu mahal buat kami.
Kami mesti berkendara ke ujung Denmark, Hirtshals. Kapalnya telat datang. Sehingga waktu tunggu lebih lama. Tapi jadi bisa maen-maen ke pantai Hirtshals. Pantainya putih dan bersih. Burung-burung laut beterbangan. Tak banyak kendaraan menunggu.
Ketika feri datang, kami langsung masuk area chek. Area luas dengan nomor-nomor di setiap lintasannya. Agak lama juga menunggu di sini. Sekitar sejam. Ruang tungguanya menyediakan kopi, coklat hangat dan biskuit gratis.
Kapal Norronanya relatif besar. Terdiri dari 9 dek. Ia bisa mengangkut smapai 800 kendaraan. Selain mengangkut penumpang dan mobil, ia juga mengangkut peti kemas. Jadi lama juga proses mengatur mobil2 masuk dalam lambung kapal. Urusan mobil beres, kami bisa langsung masuk kabin. Letaknya kabin kami di lantai 6. Ia berada di tengah. Jadi tak bisa melihat laut. Sumber cahaya hanya dari lampu. Tempat tidurnya bertingkat. Ada kamar mandi dan WC di dalam. Fasilitas di dalamnya mirip sebuah hostel. Tapi dalam versi mini.
Karena berlayar di musim gugur, tak banyak aktivitas bisa kami lakukan di sini. Kecuali buat Adik. Ada sebuah lapangan bola kecil. Hampir tiap hari, ia kesana bersama Bapak. Kolam renangnya tutup. kalau mau nonton bioskop harus bayar lagi. Yaaa….:( Harga main internet per jam ratusan ribu rupiah.
Saat kapal berada di laut, kami habiskan waktu dengan mein kartu, atau baca buku. Kadang jalan-jalan menyusuri hampir tiap dek, mengamati barang-barang di duty free. tetep mahal juga buat kami meski katanya udha diskon. Kadang di luar kalau angin tak terlalu kencang dan dingin. Kalau dingin, ya berdiam di lantai 5. Bisa melihat laut dari dalam.
Ini tentu pengalaman sangat baru bagi keluarga pelancong. Selama ini kami belum pernah berlayar sampai berhari-hari seperti ini. Paling menyeberang antar pulau paling lama 4-5 jam. Pak kapten sesekali menyapa penumpang. Mengabarkan kecepatan kapal, berapa tinggi ombak, dan di mana posisi kapal saat itu.
Dua kali ombak terasa menghantam-hantam badang kapal. Kapal-terayun-ayun, trus jederrrrr, pukulan ombaknya sangat terasa. Yang parah, di suatu pagi. Embak pusing, tak mampu sarapan. Ruang makan pagi itu juga relatf sepi dibanding hari-hari biasa. Mungkin banyak juga yang mabuk laut. Piring-piring diberi pengaman. Seseorang di dapur sempat menjatuhkan alat-alat makan hingga berkrompyangan suaranya.
Pengalaman pertama ini mengesankan buat kami. Tak ada yang kapok melakukannya lagi. 🙂