Siapa tidak kenal Eau de Cologne? Dulu nenek Emak menyebutnya sebagai minyak kolonyet. Sebelum pindah ke Jerman, Emak tidak pernah menyadari bahwa minyak tersebut berasal dari kota Cologne. Atau Köln dalam bahasa Jerman.
Dia dikenal dengan beberapa nama. Ada yang menyebutnya dengan Kölnisch Wasser. Atau Air Köln. Ada yang menyebut akronimnya, EdC, edc, dan EDC.
Emak sudah lama ingin menggali informasi lebih jauh tentang Eau de Cologne. Meski Emak sendiri belum pernah beli. Di kota paling besar di negara bagian Nordrhein-Westfalen ini, lambang EdC, 4711, terlihat di mana-mana. Sampai Emak menyangka pusatnya di depan Dome. Hanya karena ada angka 4711 di atas gedungnya. Di Höhe strasse ada beberapa gedung dengan angka yang sama. Makanya waktu akan mengunjungi museumnya, Emak tidak mengecek lagi alamatnya lewat internet.
Di musim karnaval sekarang ini, Emak membeli tiket angkutan umum bernama tiket karnaval. Beli tiket harian di hari Kamis minggu lalu. Berlaku enam hari hingga hari Selasa minggu depannya. Emak bisa bolak-baik ke Köln dan sekitarnya. hari Sabtu minggu lalu Emak rencanakan untuk mengunjungi dua museum parfum di Köln.
Hah, satu kota punya dua museum parfum? Yup, tidak salah. Cologne punya dua. Satunya Haus 4711, lainnya Haus Farina gegenüber Jülichs Platz. Haus Farina adalah pabrik parfum tertua di dunia. Sedangkan Haus 4711 jauh lebih dikenal orang.
Rencananya, Emak mau mengunjungi Haus 4711 lebih dahulu. Museum mereka hanya buka pukul 13:00 setiap hari. Kecuali Minggu dan hari libur. Karena informasi tentang Haus 4711 Emak abaikan sebelumnya, sampai di Haus 4711 di jalan bernama Glöckengasse sudah telat. Hiks.
Masuk lantai dasar Haus 4711, langsung tercium bau semerbak kolonyet. Baunya mengingatkan Emak akan nenek yang suka memakainya. Produk klasik EDC botolnya berlabel warna biru. Kata penjualnya kami boleh melihat-lihat galeri di lantai dua. Mirip museum kecil. Isinya 5 lemari kaca tak terlalu tinggi. Di dalamnya dipajang botol-botol minyak wangi EDC versi kuno. Pun kota-kotak kosmetik dari kayu yang terlihat berat. Ada pula potret-potret iklan mereka dari zaman dahulu. Setidaknya hal ini sedikit mengobati kekecewaan Emak.
Setelahnya Emak langsung bertolak ke museum wewangian Farina. Ternyata perusahaan ini malah yang menciptakan Eau de Cologne pertama kali. Dibuat pertama kali oleh Johann Maria Farina (1685-1766), serang ahli wewangian asal Italia. Farina terpengaruh oleh kemolekan bunga Tulip yang tumbuh di taman-taman istana di Turki.
Tahun 1709 Farina mendirikan pabrik parfum tertua di dunia. Setelah menemukan formula yang bertahan hingga kini. Trade mark-nya adalah kelopak tulip merah. Campuran terdiri dari aroma sitrun, jeruk, mandarin, bergamotte, jeruk nipis, pampelmuse dan beberapa aroma bumbu lainnya.
Yang lebih dikenal orang sampai sekarang adalah Eau de Cologne 4711. Kalau yang ini, perusahaannya didirikan oleh Wilhelm Muhlens yang mengklaim mendapatkan resep wewangian dari seorang sahabatnya, seorang pastur. Itulah cikal bakal aqua mirabilis, wewangian yang kita kenal sebagai EdC 4711.
Sayang sungguh sayang, ketika sampai di Haus Farina gegenüber Jülichs Platz, gedungnya sedang direnovasi. Museumnya juga tutup karenanya. Pintunya terbuka, Emak bertanya ke seorang embak yang sedang sibuk mengatur barang.
“Iyah, kami tutup sementara. Buka lagi hari Kamis minggu depan,” katanya.
Huaaaaaa, sedih deh. Udah telat ke museum Haus 4711, di Haus Farina tutup pula. Lengkap deh kekecewaan hari ini.
“Lain kali ke sini lagi, ya!” katanya sambil memberikan brosur dalam bahasa Inggris dan sebuah parfum mini ukuran 4 ml. “Kalau mau beli parfumnya, ada toko cinderamata di depan Dome menjual produk-produk kami.
Memperoleh satu botol parfum gratisan, wajah Emak berubah sumringah. Saat Emak baui wewangiannya di rumah, memang segar baunya. Emak lihat daftar harganya, harga parfum Farina lebih mahal dibanding 4711. paling murah kemasan bundar 6 ml. Harganya 8 euro (hampir Rp. 120.000,-). Paling mahal, dalam kemasan patung perunggu sebanyak 125 ml harganya 490 euro (sekitar 7 juta). Menurut informasi di brosur, wewangian ini pernah jadi simbol kemewahan. Banyak bangsawan zaman dahulu menyukainya. Sebut saja Ratu Anne dan Marie Antoinette dari Perancis. Pantas saja harganya melambung tinggi.
Lain kali, semoga Emak berkesempatan mengunjungi museum-museum keren seperti ini. Melihat secara langsung mebel-mebel kuno elegan nan mewah milik Farina. Pun mempelajari proses pembuatan wewangian langsung dari sumbernya. Emak dulu pernah kecewa, tidak sempat mampir ke salah satu kota pusat pembuatan parfum di Cote d’Azur, Perancis Selatan, di kota Grasse. Padahal di sini jadi setting buku The Perfume itu. In shaa Allah.
inii kelewattttt… belum kemari mbaaaa.. 🙁 🙁 🙁 kmrn ke museum coklat ajaaa.. hiksss.. mupeennggg…
Waduh dari pertanyaan di paragraf pertama aja aku sudah gak lulus pengetahuannya soal parfum ini. Hihihi. Yang ada kebayang film parfume the story of murderer *lha jadi OOT hehe*
Yang jelas aku suka parfum yang wanginya soft *alagh*
@Ima: museum coklat juga asyiknya. apalagi kafenya, tuh… kue dan minumannya enyak-enyak banget..
@Cek Yan: hehehehehehe, kayaknya aku udah pernah liat juga film itu. Tapi udah lama banget, yah?
Dulu aku nyebut kolonyet itu untuk tissue basah yang ada tulisan eau de cologne itu mbak.. ketularan ortu yang biasa nyebut begitu 😀 😀
Aku suka parfum yang wanginya soft tapi segar.
Oh iya, ada tissue basahnya juga ya, Mbak Dee An. Ingat orang tua dulu kalau perjalanan panjang suka bawa itu. Buat ngelap muka. Biar tetep seger, katanya. Sama, Mbak aku juga suka yang soft. Tapi gak terlalu suka yang wangi bunga-bunga.
Parfum pun ada musiumnya ya mbak 🙂
7 juta? Bisa buat ongkos jalan-jalan ke Raja Ampat itu T_T
Yup… orang sini kan demen bikin museum, Mbak Rien Apa-apa dibikin museum. Kalau hari minggu atau hari libur biasanya jadi kunjung museum. Terutama bagi keluarga. Aku seh sesekali ajah ke museum. Biasanya cari yang masuknya murah. Kalau mahal, temanya kudu sangat menarik bagiku. Baru mau aku jabanin. hehehe.
Yang 7 jutaan itu buat kolektor kayaknya, ya. Soalnya wadahnya khusus dan bentuknya unik banget. Samaa, kalau aku mah duit segitu mending dipakai jalan-jalan. 🙂
kolonyet iku ndak sing diusap2no irunge wong semaput sih mba? aku dulu pernah loh pas pingsan diolesi iku, langsung makjenggirat tangi. ambune mosoowwwooohh nyegrak. botolnya tinggi dari kaca, agak kebiruan apa ya warnanya, laliiii….
Ealah di depan dome ada to? sebelah ndi mba… aq ngertine mung bierbar tok sing onok nduk fotoku 😀 😀
hehhehehehhe…. saiki sing kolonyet 4711 aromane akeh maceme, Mbak Uniek. Lek EDC Farina wangine lembut. Kesane elegan. Mangkane regane luwih larang.
Depan Dome onok toko suvenir sing dodolan parfum kuwi. Tapi yen museume radha adoh soko Dome.
[…] Kira-kira pukul satu siang Bapak mengantar Emak ke stasiun. Kereta hari itu sepi dibanding hari Sabtu. Transit sebentar di Köln, tak lama Emak sudah ada di Bonn.Bekas ibukota Jerman, namun terlihat sederhana. Dua hari berturut-turut ceritanya mau saba museum. Walau sebelumnya gak keturutan ke museum parfum. […]