Musim Gugur di Bad Münder am Deister, Jerman

Bangunan kuno di bad Münder

Pertengahan November 2022, anak-anak bertanding di kejuaraan taekwondo Poomsae tingkat nasional Jerman. Pertandingannya sendiri berlangsung di kota Gehrden. Akan tetapi, anak-anak diinapkan panitia di sebuah hotel di Bad Münder sekitar 20 km dari Gehrden. Kami orang tuanya, ndak dapat jatah menginap gratis, ya nginep bayar sendiri di sebuah apartemen. Sebab tarif hotelnya terlalu mahal buat kami. Wong perjalanan ini bukan dalam rangka khusus plesiran, mending nyari alternatif lebih murah.

Berangkat Jumat siang kelar Jumatan dari rumah, jalanan tol sudah ramai. Beberapa kali kami melewati jalur alternatif untuk menghindari macet. Emang lancar, tapi kok jumlah kilometernya jadi membengkak dan ndak hemat bengsin. Hiks. Kami sampai di tempat tujuan sejam lebih lambat dari jadwal semula. Alhamdulillah pas pulang ke rumah perjalanan relatif lancar.

Pusat Kota Bad Münder Nan Syahdu

Paginya, anak-anak sudah ada yang nyangking ke tempat pertandingan. Emak dan Bapak jadi punya waktu untuk ngiter-ngiter sejenak di pusat Bad Münder. Setelah check out pagi-pagi kami parkir mobil tidak jauh dari pusat kota. Kotanya kompak, tidak terlalu luas, bisa dijelajahi dengan berjalan kaki.

Pagi itu lumayan cerah, sedikit berawan. Namun dinginnya udara bikin tangan dan ujung jari kaki nyut-nyutan. Untungnya, angin musim gugur tak terlalu garang. Outfit kami kurang tebal dan kami lupa membawa sarung tangan. Selama sejam-an berjalan kaki, kedua telapak tangan disimpan di saku mantel. Keluar kalau sedang mengecek smartphone sahaja.

Bad Münder dikenal sebagai Munere atau Munenere sejak abad kesepuluh masehi. Sumber air mineralnya sudah mulai dikenal orang di masa itu. Air mengandung beberapa mineral termasuk garam, dijadikan salah satu sumber mata pencaharian penduduknya. Mereka ‘menangkap’ garam dari air tersebut. Ia diakui sebagai sebuah kota di tahun 1302. Air mineral mulai dimanfaatkan sebagai alat penyembuhan di akhir abad 19. Hingga kini, kota Bad Münder menjadi salah satu destinasi tetirah di Jerman.

Gradierwerk, Bad Münder

Sebelum ke pusat kota kami berjalan ke arah Kur – und Landschaftpark, sebuah taman di dekat pemandian kota. Sepi sekali pagi itu. Kami hanya berpapasan dengan beberapa orang. Kantor pusat turisnya masih tutup. Selain sepi, tamannya terlihat kurang rapi, akibat daun-daun musim gugur masih berserakan. Biasanya memang baru dibersihkan jika sebagian besar daun di pohon telah gugur.

Kami berfoto di dekat Gradierwerk. Sebuah bangunan kayu yang sering menjadi latar foto turis Bad Münder. Bangunannya seperti rumah panjang dua tingkat. Di tempat ini, air dialirkan dran ditangkap mineralnya oleh ranting-ranting kayu yang dipasang di bangunan tersebut. Satu orang berjalan mondar-mandir di satu sisi bangunan. Mungkin sedang terapi dengan menghirup udara yang menguar dari air mineral.

Melewati permukiman penduduk, kami berjalan ke arah pusat kota. Banyak rumah fachwerkhaus (half-timbered house) Pastinya sudah direnovasi karena kondisinya sangat bagus terawat. Rumah kuno ini selain digunakan sebagai tempat tinggal juga sebagai tempat usaha. Hotel, rumah makan, maupun kantor. Uniknya, banyak fachwerkhaus memiliki dekorasi di bagian depan. Dekorasinya berupa papan bundar sasaran tembak beserta bekas pelurunya. Di Jerman memang ada tradisi pertandingan menembak yang disebut Schützenfest. Papan tembak pemenang itulah yang dipajang di depan rumah kuno sebagai dekorasi.

Di pagi hari, suasana pusat Bad Münder relatif sepi. Beberapa tempat usaha seperti supermarket, toko-toko barang kebutuhan sandang, toko obat, cafe dan bakery sudah buka. Rumah-rumah makan belum. Restoran di Jerman biasanya mulai buka menjelang jam makan siang. Kami ngiter-ngiter saja memotret suasana kota, sampai ke gereja besar. Emang ndak niat mau belanja sesuatu. Beberapa orang terlihat duduk di bagian luar kafe. Sarapan atau ngopi Kami ngeliatnya saja sudah merasa kedinginan. Suhu udara pagi itu mestinya tidak jauh-jauh dari titip beku air. Emak taksir, maksimal 5°C.

Karena tidak tahan dingin, kami putuskan segera menyudahi jalan-jalan. Salah kostum, neh. Mestinya pakai jaket lebih tebal, sepatu winter, dan sarung tangan.

Leave a Reply

%d bloggers like this: