Setiap tahun sekitar Februari, musim karnaval memasuki masa puncak di sebagian Jerman. Kota-kota di tepi Sungai Rhein antara Cologne dan Koblenz berubah menjadi tempat pesta gila-gilaan. Saking demamnya akan karnaval, mereka menyebut musim pesta ini sebagai musim kelima dalam setahun. Melengkapi empat musim lainnya. Cologne adalah ibukota karnaval. Jika kebetulan berada di Jerman pada waktu ini, tak ada salahnya mengintip kegiatan penuh hura-hura ini.
Secara ofisial, musim karnaval dimulai pada tanggal 11 bulan 11. Pembukaan dilakukan pukul 11:11. Di hari itu diperkenalkan pasangan pangeran dan putri karnaval. Diakhiri pada hari bernama Aschermittwoch (Rabu Abu), penanda awal puasa selama enam minggu menjelang Paskah bagi umat Kristiani. Di Jerman, karnaval berpusat di daerah-daerah dimana umat Katolik banyak bermukim.
Jika ditelusuri, karnaval bukanlah tradisi kemarin sore. Ada sejak jaman Romawi kuno berkuasa di tanah Jerman. Di akhir musim dingin, mereka merayakan festival cahaya. Untuk mengusir para setan. Ketika agama Kristiani mulai masuk negeri ini, festival cahaya kemudian bermetamorfosis menjadi festival di hari terakhir sebelum puasa. Di hampir semua tempat yang merayakan ada parade kostum. Itu kata Wolfgang Oelsner. Seorang ahli karnaval dari Cologne.
Untuk mengakomodasi para penggemar karnaval, dibentuk asosiasi khusus bernama Bund Deutsche Karneval atau BDK (Asosiasi karnaval Jerman). Dia membawahi lebih dari 5000 yayasan penyelenggara karnaval di seluruh negeri. Sebab karnaval tak hanya dirayakan di kota-kota besar. Namun juga di sekolah-sekolah, di tenda-tenda yang dibuat khusus untuk karnaval dalam ruangan dan desa-desa kecil.
Sewaktu masih tinggal di kota Bremerhaven, Jerman utara, sekolah dan taman kanak-kanak juga menyelenggarakan. Akan tetapi sifatnya lebih mirip pesta kostum. Di satu hari Kamis berjulukan Weiberfastnacht anak-anak diperbolehkan mengenakan kostum pilihannya ke sekolah/TK. Lengkap dengan asesoris dan dandanan pendukung.
Pindah ke desa kecil di negara bagian Nordrhein-Westfalen, pesta kostum ini jadi momen luar biasa. Anak-anak sekolah bahkan punya libur khusus selama dua hari. Di suatu hari Jumat dan Senin minggu depannya. Hari Senin itu terkenal dengan sebutan Rosenmontag. Kamis (Weiberfastnacht) sebelum libur ada pesta kostum di sekolah dan TK. Yang tak berkostum ke sekolah dianggap perusak kesenangan. Mereka akan pulang lebih cepat dibanding hari biasa.
Orang dewasa tak mau kalah. Mereka berkostum unik ke tempat kerja. Kostum binatang, tentara, vampir, badut, cowboy, orang Indian, Marilyn Monroe. Sangat serius mereka dalam berkostum. Konon, ada yang menghabiskan uang ribuan euro hanya untuk membeli satu perangkat kostum. Riasan wajah dan aksesoris pendukung tak kalah heboh. Di hari Rosenmontag, banyak perusahaan meliburkan karyawannya. Walau hari itu bukan hari libur resmi dari pemerintah. Di hari Senin istimewa inilah karnaval-karnaval terbesar di seantero Jerman (Parade Rosenmontag) diselenggarakan. Cologne, Dusseldorf, Mainz, Aachen, dan masih banyak lagi.
Di awal Januari toko-toko mulai menjual aneka kostum dan perlengkapan khusus karnaval. Syal bulu berwarna cerah ceria, topeng, make up ngejreng, rambut palsu adalah barang umum dijual orang. Supermarket tak mau kalah. Menjual barang-barang karnaval versi lebih murah. Toko-toko kostum dadakan muncul di pusat kota. Hanya berjualan menjelang musim ini tiba. Cemilan ringan dan minuman keras laku keras di musim ini. Karnaval tak lagi festival adat. Namun juga sumber bisnis menggiurkan.
Sebuah reportasi dari kantor berita Suedwestrundfunk (SWR) mengatakan bahwa sekitar 4 juta kostum dibeli orang di musim karnaval tahun 2012. Atau setara dengan pendapatan sebesar 300 juta euro. Atau sekitar Rp. 3,6 trilyun rupiah. Sedangkan menurut sebuah studi BDK, orang menghabiskan hingga 570 juta euro (sekitar Rp. 7 trilyun) untuk makanan di musim pesta tahun 2010/2011. Sektor transportasi mendapat bagian sekira 80 juta euro, penginapan 20 juta euro. Semuanya menghasilkan lebih dari 1 miliar euro.
Ibukota Karnaval, Cologne
Karnaval kota Cologne bukan hanya tertua di Jerman. Namun juga merupakan festival terpenting di kota ini. Saban tahunnya ditonton tak kurang dari 1,3 juta orang. Saking cintanya pada acara karnaval, Cologne punya museumnya. Letaknya di Jalan Maarweg 134-136. Di sini tak hanya kita belajar sejarah dan seluk beluk karnaval, namun juga menjajal salah satu dari 16 ribu macam kostum koleksi mereka.
Perayaan karnaval seperti sekarang ini mulai diselenggaran di Cologne tahun 1823. Pemerintah kota membentuk sebuah komite perayaan untuk mengatur para peserta dan jalannnya acara. Pemimpin pesta disebut sebagai “Pahlawan Karnaval”. Cikal bakal pasangan pangeran dan puteri karnaval. Parade di jaman dulu cukup dilakukan di daerah Neumarkt. Saat ini peserta parade bisa berkilo-kilometer panjangnya. Berjalan selama 3 jam di jantung kota Cologne.
Di masa-masa awalnya, karnaval merupakan acara orang miskin. Hingga kemudian penyair terkenal Goethe datang ke Cologne. Tahun 1825 Goethe menulis syair berjudul “Vom Kölner Mummenschanz”. Seakan mengingatkan bahwa memperingati karnaval adalah menciptakan budaya. Bukan sekedar tralala murahan. Sejak saat itu, orang dari berbagai golongan bersemangat meramaikan acara tahunan ini.
Parade karnaval terdiri dari kendaraan karnaval didekorasi semarak berwarna-warni, boneka-boneka raksasa (terutama karikatur dari tokoh politik terkenal), grup-grup badut, marching band, funkenmariechen (penari mirip para pemandu sorak), dan barisan tentara berkostum. Di festival besar seperti ini, tak hanya para peserta parade mengenakan kostum. para penonton tak mau kalah. Jadi sulit membedakan antara peserta dan penonton.
Kendaraan karnaval yang ikut ambil bagian tak jarang punya motto tertentu. Seringkali mengkritik para ahli politik dan kebijakannya lewat berbagai sindiran. Orang-orang akan berteriak “Alaaf, alaaf”. Peserta parade akan melempar permen, kertas tissue, coklat, pop corn, aneka macam kue, bola, mainan kecil ke arah penonton.
Siapkan diri sebaik mungkin jika ingin menonton karnaval di kota-kota besar. Terutama Cologne. Dengan lebih dari satu juta penonton memenuhi pusat kota, sangat sulit mendapatkan tempat menonton strategis. Agar leluasa menonton peserta parade atau memotret mereka. Para penonton tersebut mengantri berjam-jam sebelum parade dimulai.
Rosenmontag hampir selalu berlangsung di bulan Februari, musim dingin di Jerman, penonton mesti bersiap dengan segala cuaca. Dingin, hujan, salju bukan tak mungkin terjadi di bulan ini. Jaket tebal atau jas hujan kadang jadi kebutuhan. Berhati-hatilah dan waspada akan penonton sekitar anda. Di masa pesta seperti ini, minuman beralkohol adalah hal lumrah. Sesekali timbul keributan antar penonton.
Siapkan kantong besar untuk wadah harta karun. Sebutan seorang sahabat terhadap barang-barang yang dilempar peserta parade. Sebagian orang memang tak menonton karnaval untuk melihat peserta berkostum. Tapi juga berburu harta karun karnaval. Teriakkan “alaaf” sekencang dan sesering mungkin ke arah barisan peserta! Dan jangan kaget jika hujan permen tiba-tiba menerpa Anda!
*Sindo Weekly*
Arek cilik cilik pati seneng mbak yo karo Karnaval ngene iki, akeh boneka ukuran raksasa. Wong tuo e yo melu gembira
@Zulfa: yoiii, seneng banget. ono karnaval khusus anak2 maneh. Pesertane luwih akeh anak2..
Penasaran… kenapa pembukaan karnavalnya dipas-in tanggal 11 bulan 11, tus jam 11:11 mbak?
@Mbak Dee An: waaa… belum tahu aku, Mbak. Kenapa kok harus dg angka2 11 itu. 🙂