Masuk daerah Paradeplatz, kerumunan manusia mulai menipis. Bahnhofstrasse di daerah sini masih ada pertokoan juga, tapi sebgian besar adalah toko-toko mode/butik mahal. Rombongan kami berbelok sebentar ke kota tua. Masuk ke Poststrasse, melalui gang-gang sempit ke Muensterhof, lalu balik lagi ke arah Paradeplatz. Sebenarnya ada suatu tempat lagi ingin kami kunjungi di kota tua tersebut, namun karena peta kota Zurich yang dibawa Chitra agak membingungkan, kami potong kompas.
Kebetulan di Paradeplatz ada cabang kafe Spruengli cukup besar. Kami masuk cafe lebih kecil sebelumnya. Bau harum coklat segera tercium. Dingin-dingin begini, jadi ingin minum coklat hangat. Cafe Spruengli di Paradeplatz ini juga merupakan persinggahan sementara kami untuk menghangatkan badan. Sambil cuci mata aneka coklat, pastry, dan kue-kue yang terlihat sangat lezat.
Sasaran utama kami di Spruengli adalah untuk mencicipi dan membeli macaron mini ala Spruengli. Mereka menyebutnya Luxembuergerli. Di Konfiseri Sprungli Paradeplatz, penjualan Luxembuergerli dipusatkan di tengah cafe. Sedangkan di sekelilingnya adalah penjual kue, minuman hangat, pajangan aneka macam coklat, biskuit, kacang, dll. Harganya tak ada yang murah menurut ukuran kantong kami. Kedua krucil mendapat boleh memilih masing-masing satu macaron mini. Emak membeli satu wadah kecil berisi empat biji. Lima koma enam franc. Atau sekitar hampir 15 ribu rupiah per bijinya. Padahal sekali hap, kunyah-kunyah, langsung amblas masuk perut. Enak, krimnya lembut dan lumet di lidah. Tapi mahalnya…. jadi mikir-mikir ketika mau membeli lagi. Chitra membeli beberapa wadah untuk oleh-oleh.
Rasa ingin tahu akan macaron tuntas, waktunya menginjak jalanan lagi. Kami berjalan ke arah danau. Sayangnya kabut menebal. Langit mengelabu. Jarak pandang terbatas. Hampir tak terlihat apapun di seberang. Tampak pun samar-samar sahaja. Suhu udara makin lama makin merosot pula. Tak berlama-lama, kami ingin makan siang dahulu. Yang murah sih beli roti isi di supermarket. Tak melihat ada supermarket, kami menyeberang ke arah Niederdorf. Tak lama, kedua krucil mengerang-erang minta makan. Kami berpisah. Chitra melanjutkan perjalanan sendiri, kami kembali ke arah halte Bellevueplatz hendak naik tram ke arah kota. Eh, ternyata di dekat Bellevueplatz ada supermarket. Roti isi sudah terbeli, si kecil malah tertidur di gendongan Bapak. Ya sudah, langsung meluncur ke mesjid saja sambil makan roti di halte sejenak.
Sekembali dari mesjid, kami mengecek isi stasiun sebentar. Belanja di sebuah supermarket, makan roti lagi, membicarakan rencana selanjutnya. Apakah mau langsung pulang ke rumah tempat kami menginap. Ataukah bertualang naik turun kendaraan umum di dalam kota. Mumpung tiket harian di tangan masih berlaku. Pilihan kedua diambil. Bus atau tram nomor berapa saja kami naiki, Emak sudah tak ingat satu persatu. Tapi dari kota kami naik tram sedikit ke arah selatan, sambung tram berikutnya ke Alstetten, ke Bellevueplatz sebelum menuju arah Universitas. Dari sana kembali ke stasiun pusat, sebelum naik bus ke pulang. Tak tahan dingin dan badan sudah harus diistirahatkan sebelum melanjutkan perjalanan panjang keesokan harinya.
[…] (bersambung) […]