Emak tak ingat nama daerah main ski satu persatu. Tak tahu berapa banyak, yang jelas lebih dari sepuluh tempat. Yang paling Emak ingat adalah daerah bernama Alt Sankt Johann. Dari ketinggian sana, jalanan mulai menurun. Sebagian lewat pinggir tebing-tebing batu dengan banyak es beku. Agak seram lewat daerah sana. Selain berkelok-kelok, agak licin, di samping kanan tebing batu piring pula.
Teman kami menelpon, memberitahu bahwa mereka sudah sampai di Schloss (istana) Vaduz di atas bukit. Sementara, GPS kami bilang bahwa kami masih butuh setengah jam-an lagi. Semakin dekat, tapi masih berada di jalanan yang lumayan tinggi posisi, Emak berusaha mengira-ira dimana posisi Liechtenstein. Menyerah. Tak ada tanda besar LIECHTENSTEIN ala HOLLYWOOD. hehehehe.
Emak tak ingat secara pasti, namun menelusuri kembali lewat googlemap, tampaknya kami masuk Liechtenstein melalui desa bernama Buchs. Perbatasan Swiss-Liechtenstein ditandai dengan adanya Sungai Rhein (Rhine). Masuk jalan Zollstrasse, lewat daerah bernama Schaan, maka kami menuju Istana Vaduz di sebuah bukit.
Istana ini, sesuai namanya terletak di kota Vaduz, ibukota Liechtenstein. Jalanan menuju kemari sangatlah sepi. Satu dua mobil saja terlihat lewat di jalanan. Kami lihat ada beberapa pabrik di Schaan. Liechtenstein sendiri, sebagian besar hidupnya tergantung dari bisnis perbankan. Setengah dari pendapatannya didapatkan dari sektor ini. Konon, orang-orang kaya dari seluruh dunia banyak menyimpan uang disini untuk menghemat pajak, sehingga negara ini berkali dituduh menjadi tempat pencucian uang. Jauh sekali dengan San Marino yang merupakan negara pusat perbelajaan, di Liechtenstein, tak terlihat tanda-tanda ada kios-kios yang bertebaran di seantero kota.
Kami sempat kesasar di satu pemukiman akibat salah memasukkan data di GPS. Emak salah pula mengapresiasi penunjuk jalan. Schloss Vaduz berada di lain arah. Tak lama, kami melihat keluarga teman kami sedang melambai dari atas bukit.
Schloss Vaduz, ternyata adalah istana pribadi dan masih ada yang tinggal disana. Pemiliknya adalah keluarga ningrat (fuersten), kepala negara Liechtenstein. Disinilah beliau menerima serta mengadakan pembicaraan dengan tamu kenegaraan. Maka dari itu pengunjung tak boleh masuk. Hanya bisa menikmati, memotret bagian luarnya saja. Bangunan kuno ini konon dibangun sejak abad 12 masehi. Beberapa turis berwajah Asia kami temui mengunjungi istana ini bersamaan dengan kami. Seorang teman mengatakan bahwa ketika berkunjung di Istana Vaduz, dirinya bisa melihat Sang Raja (kepala negara) sedang melambaikan tangan lewat satu jendela istana kepala rakyatnya.
Tak bisa masuk, kami berfoto berlatar belakang istana dan pegunungan Alpen di sekitar Liechstenstein. Hasil fotonya, kami sadari kemudian, sangat spektakuler. Langit biru dengan sedikit awan, suhu udara dingin namun sangat cerah, salju tebal di sekitar istana, pegunungan berselimut salju putih nun jauh di sana, kota Liechtenstein dan Sungai Rhein di bawahnya. Indah.
Emak, sayangnya lupa membawa buku wisata Swiss dan Liechtenstein pinjaman. Kami pun kebingungan menentukan obyek wisata berikutnya. Di vaduz sebenarnya ada museum pos dan perangko masyur, diaman orang bisa membeli perangko dan mengirinkan kartu pos ke seluruh dunia. Tak mungkin mengunjungi di hari libur natal seperti waktu ini. Melihat-lihat GPS Bapak, kami putuskan mengunjungi istana satu istana lainnya di Swiss dekat perbatasan dengan Liechtenstein yakni Wardenberg.
Desa Wardenberg, kata GPS, adalah di desa paling kecil di Swiss dengan hanya 90-an penduduk, sebuah istana dari abad 12-13 masehi, serta dua jalan utama, dan rumah-rumah. Unik sekali kedengarannya. Kenyataannya kami sampai di sebuah desa, sama sekali tak bisa dibilang kecil. Penduduknya, pasti jauh lebih banyak dari 90. Rumah-rumah tua uniknya terlihat bisa saja. Istananya pun jauh dari Istana Vaduz, kelihatan seperti bangunan batu kotak. Mau parkir juga susah, sebab sebagian besar tempatnya tertutup salju tebal tak dibersihkan. Menyesal sekali meninggalkan buku panduan jika situasinya seperti ini. Info wisata di GPS memang tak bisa terlalu dipercaya.
[…] (bersambung) […]