Nikosia, Satu Kota Dua Negara

Negara Siprus
Jalan Ledra, Nikosia

Atmosfir berbeda akan segera terasa saat kita memasuki daerah berkonflik. Mengunjungi kota Nikosia di Siprus, contohnya. Adalah mengunjungi satu kota dengan dua budaya, dua wajah. Masuk bagian utara, orang harus melewati checkpoint, penunjukkan paspor dan mengisi formulir di imigrasi Republik Turki Siprus Utara. Dalam jarak beberapa meter saja, kita akan masuk negara berbeda. Padahal masih satu kota.

Konflik kedua bagian Siprus sudah tak sepanas sebelumnya. Bagi para turis seperti kami, tak masalah jika menyeberang dari Siprus selatan menuju utara. Asal mengikuti protokol berlaku. Sejak beberapa tahun terakhir, pemilik visa negara-negara dalam daftar Perjanjian Schengen, bisa masuk Republik Siprus (Siprus selatan) tanpa visa. Di bandara Larnaka, tempat kami mendarat, kami hanya perlu menunjukkan bukti pemesanan hotel.

Di peta, kota tua Nikosia terlihat istimewa. Bentuknya tak biasa. Mirip sebuah cincin, dengan sebelas hiasan berbentuk hati. Hiasan-hiasan tersebut ternyata adalah kumpulan bastion. Bastion dengan nama-nama berbahasa Italia seperti Caraffa, Podocataro, Constanza, D’Avila dan Flatro. Bentuk tersebut merupakan maha karya Venezia. Penguasa Siprus sebelum kedatangan tentara kekhalifahan Turki Usmani.

Di awal abad 16, daerah kolonial Venezia di bagian timur Laut Tengah banyak jatuh ke tangan Turki. Pulau Kreta dan Siprus menjadi bastion terakhir milik kaum kristen barat. Penguasa Venezia mengirimkan insinyur terbaiknya ke Siprus. Memperbaiki sistem pertahanan di kota-kota paling strategis seperti Nikosia dan Famagusta. Gempuran pasukan Turki dibawah Lala Mustafa Pasha mampu menyurutkan dominasi Venezia di pulau ini tahun 1570.

Konflik sekarang bermula ketika Inggris angkat kaki dari Siprus. Kaum mayoritas keturunan Yunani tak bisa bersepakat dengan penghuni pulau keturunan Turki. Hingga pasukan Turki kembali menduduki sebagian Siprus di utara tahun 1974. Walau memproklamirkan diri sebagai Republik Turki Siprus Utara, bangsa internasional tak mengakui, kecuali Republik Turki. Sejak saat itu. Nikosia terpecah dua. Kedua republik sama-sama menjadikannya ibukota. Orang Siprus Yunani menyebutnya Lefkosia, orang Siprus Turki Lefkosa.

Mengarungi dua bagian Nikosia bisa dilakukan dalam sehari. Sebaiknya kita punya peta kota lengkap. Peta wisata kota dari informasi turis di Nikosia selatan hanya memuat obyek-obyek wisata bagian selatan. Ada dua checkpoint di dalam dan dekat cincin kota tua Nikosia. Paling mudah, melalui checkpoint Jalan Ledra, di kawasan pejalan kaki dan pusat belanja utama di jantung Nikosia. Satu lagi di dekat Hotel Ledra, keluar kota tua di Gerbang Pafos, lalu menyusuri Jalan Markou Dhrakou.

Emak sempat bingung dengan adanya dua checkpoint yang namanya sekilas mirip ini. Emak pikir keduanya sama. Karena sama-sama mengandung kata Ledra. Sampai-sampai Emak dan kawan-kawan masuk dari checkpoint Hotel Ledra. Padahal lokasinya agak keluar kota tua Nikosia. Dan kami jalan kaki waktu itu. Mayan gempor. Untung pulangnya ketemu checkpoint lebih dekat tersebut.

Eh, tapi karenanya, pengalaman kami bertambah. Pertama, dimarahin polisi perbatasan ketika kami asik potrek-potrek perbatasan dekat tembok pemisah dua kota. Perbatasannya sebuah tembok kira-kira dua meter tingginya. Bagian atasnya kawat berduri. Kami bisa mengintip Nikosia utara dari situ. Kalau pinter akrobat. salto saja rasanya dah bisa nyebrang perbatasan. Eh, ada polisi lewat. Kami ditegur. Katanya gak boleh potrek-potrek seenaknya.

Menuju perbatasan, kami lewat tembok lebih tinggi. Temboknya tinggi karena Nikosia utaranya memang tanahnya lebih tinggi. Bendera kedua Siprus berhadap-hadapan di satu titik. Seolah saling menantang. Beberapa orang sednag mengintip-intip di balik pagar kawat tinggi.

“Merhaba,” kata seorang wanita berkerudung. Mungkin karena melihat beberapa dari kami juga berkerudung. Perasaan Emak jadi berkabut. Sedih sekaligus bahagia.

Kami melambaikan tangan sambil tersenyum.

(Bersambung)

4 Comments

  • Tapi foto yang sudah terlanjur diambil nggak disuruh hapus kan mbak Ira? Sebelum ke Kashmir aku sempet khawatir juga sih, katanya kalau malam suasananya agak mencekam. Eh pas di sana, walau tentara banyaak banget tapi ngerasa aman-aman aja. Malah bagus, serasa ada yang ngejagain ๐Ÿ™‚

  • ira

    @Cek Yan: Alhamdulillah sih enggak. Emang salah sendiri sih, ya. Karena memang nggak boleh motret perbatasan. Trus kalau di utara jangan ngomongin selatan. Begitu sebaliknya. Sangat sensitif. Mending ngomong alam mereka yang indah ajah. ๐Ÿ™‚

  • Bener mending ngomongin tentang alam aja di kota atau negara dengan “sensifitity tinggi” yang masih menghembuskan sedikit nafas konflik. Tapi kadang negara dengan nafas konflik menyimpan “eksotisme” tersendiri yang malah bikin kita penasaran dan jadinya “nekad” ambil foto.

Leave a Reply

%d bloggers like this: