Kalau dulu setiap jalan-jalan pengen kejar setoran, mendatangi sebanyak mungkin objek wisata di tempat tujuan, sekarang kami jauh lebih santai. Asline, terpaksa slow down #umurgakbisaboong. hehe. Kami pilih objek-objek yang paling disuka oleh anggota keluarga Emak. Tapi yah tetap mempertimbangkan yang lain juga, seh. Di Minsk juga begitu. Emak sudah membuat daftar beberapa lokasi. mempertimbangkan keterjangkauan dan interest. Sebagian dicoret karena ternyata tenaga gak nutut.
Selama dua hari itu kami naik metro serta banyak jalan kaki. Kalau lagi traveling mau gak mau banyak jalan, ya. Kalau sedang semangat, kaki pegel, gak dirasakan. Baru setelah balik ke rumah istirahat panjang ngilangin senut-senutnya. Objek wisata yang kami datangin beragam. Museum, perpustakaan, kafe, taman, wisata alam, masjid, dan emol. Minsk kotanya nyaman buat pejalan kaki. Trotoarnya lebar-lebar dan terawat. Para pengendara kendaraan bermotor tertib. Pas lampu merah, berhenti. Nggak was-was buat penyeberang jalan. Jika nggak ada lampu merah buat nyeberang, suka ada terowongan penyeberangan bawah tanah.
Ini beberapa tempat di Minsk yang kami kunjungi selama ngiter dua hari-an:
Masjid Raya Minsk

Alhamdulillah, warga Minsk sudah punya masjid sendiri. Masjidnya berwarna merah muda, sehingga disebut Masjid Pink. Baru diresmikan pada bulan November 2016. Meski punya masjid baru, Islam sudah lama masuk di negara ini. Puluhan grup muslim Tatar masuk ke Belarus berabad lalu. Meski sempat ditekan saat komunisme Rusia berkuasa, dan masjid-masjidnya dihancurkan, beberapa muslim Tatar masih bertahan. Mereka tinggal di sebelah timur Polandia, barat Belarus, tepatnya di Grodno, serta di Lithuania. Keluarga pelancong juga pernah singgah di sebuah masjid muslim Tatar di kota Kaunas, Lithuania. Masjid raya Minsk sebelumnya dibangun antara tahun 1900 – 1902. Hancur 60 tahun kemudian.
Baca juga: Kauno Mecete, Masjid Kecil di Tengah Taman Kota Kaunas, Lithuania
Masjid pink dibangun tak jauh dengan lokasi masjid pendahulunya. Tepatnya di pojokan simpang Jalan Ignatenko dan Jalan Griboyedov. Di sekiatr masjid adalah pemakaman muslim Tatar. Beberapa nisan batu kuno masih bisa kita saksikan hingga kini. Dari penginapan, kami jalan kaki, sambung metro. Halte metro terdekat dengan masjid adalah Maladzioznaja. Dari situ masih kudu jalan kaki lagi kira-kira 15 – 20 menit. Masjidnya berada di antara permukiman yang gak terlalu ramai. Warna merah muda-nya eye catching. Bayangnya kami tangkap dari kejauhan.
Masjidnya sepi. Kami foto-foto sebentar sebelum masuk. Salah satu imamnya berasal dari Uzbekistan. Sayangnya hampir gak bisa bahasa Inggris. Beberapa anak muda berwajah India datang. Tapi kok juga gak bisa bahasa Inggris. Setelah sempat sembahyang di ruang kecil di lantai dasar, Pak Imam mengajak kami memasuki ruang sembahyang utama. Lebih megah. Warna temboknya putih, sebagian dinding dan pilar terbuat dari pualam. Kaligrafi bundar menghiasi dinding dan atap. Pun kubah utamanya. Berhias kaligrafi bundar bernuansa biru. Sederhana, cantik, elegan.
Great Patriotic War Museum
Yang ini gak pengen ke museumnya. Kami foto-foto selewatan saja saat jalan kaki ke destinasi berikutnya, Pulau Air Mata. Museum ini nempel ama Victory Park. Sebuah taman yang memiliki danau kecil. Di luar museum yang didirikan untuk mengenang perang paling berdarah di abad 20 ini, terdapat objek foto keren. Di belakangnya ada sebuah pesawat bekas dari zaman Uni Sovyet. Di depan museum, berdiri kolom tinggi. Dikelilingi elemen mirip pecahan kaca membentuk bunga setengah lingkaran. Depannya lagi, berdiri patung seorang wanita mengangkat sebuah alat musik di satu tangannya. Sementara tangan lainnya terbuka ke atas. Ia jadi salah satu museum perang terbesar di dunia saat ini. Saat mengintip sedikit ke dalamnya, Emak melihat kendaraan tempur besar.
Pulau Air Mata dan Trinity Hill
Dari kompleks museum, kami menyeberang jalan besar 1st Ring, menuju Taman Starazouski. Menyusuri pinggiran Sungai Svisloch sembari mengamati aktivitas penduduk sekitar, kami sampai di tujuan berikutnya, Isle of Tears alias Pulau Air Mata. Bukan pulau sebenernya, melainkan pulau buatan yang di atasnya dibangun sebuah memorial untuk mengenang jasa para pahlawan Belarus. Yang bersama tentara Uni Sovyet lainnya berperang melawan Afganistan antara tahun 1979-1989. Pulau ini terhubung dengan sebuah jembatan dengan Trinity Hill.

Pulaunya gak terlalu luas. Ukurannya sekitar 30 x 30 meter persegi. Ada rumah penjaga di depan dekat jembatan. Daerah sekitarnya sedang direnovasi saat itu. Agak berisik suara mesin bor, dan las. Permukaan pulau mirip sebuah taman. Lengkap dnegan bangku-bangku. Ada beberapa pohon besar di tepian, dekat sungai. Belasan anak muda duduk-duduk bercengkerama di bebatuan. Tanaman bunga disusun cantik. Di bagian tengah, highlight Pulau Air Mata, berdiri sebuah kapel kecil. Saking kecilnya, mungkin hanya satu dua orang muat di dalamnya. Kapel tinggi ini dikelilingi patung-patung wanita berwajah sedih. Mereka menggambarkan para janda, anak, cucu yang ditinggal para pahlawan perang. Di dalam tembok kapel, tertulis 771 nama mereka. Masuk kemari, tak dipungut bayaran.
Tak lama di Pulau Air Mata, kami menyeberang ke Trinity Hill. Bukitnya gak terlalu tinggi untuk disebut bukit. Kami muterin wilayah permukiman tertua Minsk sebentar saja. Dibandingkan kota-kota tua di Eropa barat, tempat ini, terlihat masih bayi. Alias gak keliatan tua banget. Beberapa bangunan bercat warna-warna cerah. Secara umum nyaman dan terawat. Di dalam kompleks kecil ini kami melihat beberapa rumah makan dan toko penjual suvenir. Emak masuk ke salah satunya. Tapi sepi banget dan ngerasa kurang nyaman karena dipandangi terus sama penjaganya.
Independence Square
Mungkin ini tempat paling kesohor seantero Minsk. Selama dua hari, kami beberapa kali lewat sini. Selain karena dua jalur metro salah satunya papasan di sini, juga karena ada beberapa rute jalan kaki serta destinasi yang berdekatannya dengannya. Independence Square ini pas zaman pemerintahan Uni Sovyet dulu digunakan sebagai tempat penyelenggaraan upacara-upacara penting negara. Seperti Parade 1 Mei, Parade Hari Kemenangan, serta Parade Revolusi Oktober. Saat Belarus berpisah dari Uni Sovyet, parade pertamanya juga diselenggaraka di lapangan luas ini.

Halte terdekat Independence square adalah Lenin Square, nama lain independence square. Dari halte metro bisa jalan tembus ke Mall bawah tanah, Mall Stolitsa, atau Stalica. Katanya sih, ini shopping mall terbaik di Minsk. Memiliki luas sekitar 75 ribu meter persegi, terbagi menjadi 3 lantai. Di dalamnya terdapat berbagai macam toko baju, suvenir, cafe, serta restoran. Toko suenirnya lumayan lengkap. Dan harganya sama saja atau bahkan lebih murah dibanding toko-toko suvenir lainnya di kota tua Minsk, atau di Trinity Hills. Kalau lagi lewat sini dan pengen menghangatkan badan dari serangan dingin udara April Minsk, kami akan sedikit berlama-lama di dalamnya. Dari independence square kita bisa menyksikan kubah-kubah kaca sebagai penerangan mall, serta exhasuter.
Lapangan utama independence square tepat berada di atas Mall Stolitsa. Emak suka konsep square ini. Gak cuma lapangan polosan. Namun ditata menjadi semacam public space dengan taman-taman kecil di sana sini, bangku-bangku nyaman, serta paving yang apik, plus kubah-kubah kaca mall, menjadikannya sebuah kesatuan cantik. Dan semuanya spotless, buersihhhh kebangetan.
Di sekitar public sapce ini berdiri beberapa bangunan megah landmark kota Minsk. Seperti salah satu universitas terbaik Belarus, gedung pemerintahan, dan yang paling populer adalah bangunan Gereja Merah. Sesuai namanya, nyaris seluruh fasad gereja berwarna merah tua. Eye catching banget. Gereja aktolik ini berdiri sejak abad 19. Nama aslinya Gereja Santa Simeon dan Helena. Ia dibangun oleh seorang bangsawan Belarus bernama Edward Woynillowicz. Yang kehilangan dua putera-puterinya akibat penyakit tuberculosis dalam waktu berdekatan, Simeon dan Helena. Beliau kemudian mendonasikan kekayaannya, diperkirakan senilai USD 12 juta, untuk pembangunan gereja. Tempat ini dikunjungi oleh banyak orang. Mayoritas turis lokal sepertinya. Banyak juga anak-anak usia sekolah. Emak tidak merasa bertemu turis berwajah Asia selama empat hari di Minsk.
Museum of Stones

Bukan museum sejatinya. Melainkan sebuah taman dengan susunan batu-batu beragam ukuran. Mulai dari yang kecil-kecil sekepalan tangan, sampai sebesar dua atau tiga kebo. Konon, jika dilihat dari atas, susunan batuan tersebut membentuk peta Belarus. Cekungan-cekungan sesuai dengan kontur dan bentang alam negeri ini. Setelah wisatanya dari satu gedung ke gedung lainnya, tempat ini jadi penyegaran sekaligus sesuatu yang beda bagi keluarga pelancong.
Dari pusat kota, kami naik metro ke Uruchcha. Di pinggiran Belarus, arah bandara. Dari sana, sambung jalan kaki kira-kira 20 menit. Ada bus kota. Berhubung, khawatir malah kesasar, kami lebih merasa aman jika jalan kaki. Lewat wilayah permukiman serta sebuah mall kecil. Sempet gerimis dan ngiyup di depan mall. Udah khawatir ajah bakal ujan dan kami gak punya payung atau jas hujan. Syukurlah cuaca mendukung perjalanan kami. Meski masih mendung dan berangin, hujan reda.
Mungkin karena bukan masa liburan di Minsk, dan hari masih siang, taman ini terasa sepi. Hanya ada beberapa orang membawa anak kecil. Anak-anak terutama Adik, sangat senang di sini. Naik turun batu-batunya. Tak ada larangan naik batu-batu besar. Sayangnya, beberapa batu dikotori grafiti.
Museum Zair Azgur

Nama perupa Zair Isaakovich Azgur atau lebih dikenal sebagai Zair Azgur (1908 – 1995) mungkin tak familiar dengan telinga kita, termasuk Emak. Yang baru mengetahui ketika mencari informasi menganai objek wisata kota Minsk. Ternyata beliau merupakan salah satu toko pematung terkenal seantero Belarus, bahkan Uni Sovyet semasa hidupnya. Hasil karya beliau, antara lain adalah patung dada hingga patung seluruh badan tentara, serta pemimpin terkenal dari Uni Sovyet dan belahan dunia lainnya. Museum yang kurang dikenal orang ini menempati bekas rumah dan workshop Azgur semasa hidup.
Dari halte metro Pervomaiskaya, kami jalan kaki ke museum di jalan Ulica Azgura 8. Agak jauh. Sekitar 15 menitan. Masuk daerah permukiman, kami kebingungan. Tak terlihat tanda-tanda sebuah museum di sekitar situ. Lalu tanya seorang bapak yang sedang lewat. Lhadalah, gedung persis di sebelah kami itulah dia. Dari luar gak keliatan sama sekali seperti sebuah museum. Ukurannya seperti rumah biasa. Buka Selasa – Sabtu, antara pukul 10 – 17 waktu setempat. Masuk, sepi sekali, seorang ibu tua duduk di meja kasir. Kami membeli tiket, menggantung jaket di gantungan. Di sebelah patung raksasa Karl Marx. Tidak mahal tarif masuknya. Akan tetapi, tiada pengunjung lain selain kami.
Ruang pamernya ada di lantai atas. Pertama kami masuk ke ruang lukisan yang temaram. Ada beberapa lukisan pemandangan di sana. Ruang pamer utama ada di sebelahnya. Ada pintu besar, yang kemudian kami masuki. Kami disambut seorang wanita usia lima puluhan. Sangat ramah. Sayangnya hanya bisa bahasa lokal dan Rusia. Yaa… jadinya kami agak lost in translation. Beliau mencoba menerangkan smabil nunjuk-nunjuk ratusan patung berbagai ukuran di dalamnya. Ruangan ini sangat luas dan tinggi. Rak-rak khusus nempel dekat dinding. Isinya patung-patung dari gips. Ada pula yang dari logam. Emak memerhatikan ekspresi mereka. Ada denah dan nama-nama tokoh yang dipatungkan, dibagi dalam beberapa sektor.
Perpustakaan Nasional Belarus

Beberapa info things to do in Minsk merekomendasikan tempat ini. Perpustakaan nasional Belarus. Emak bermaksud ke sini bukan karena mau ngeliat koleksi bukunya seh. melainkan untuk naik ke atas perpustakaan. Di mana kita bisa menyaksikan sebagian panorama Minsk. Sengaja datangnya juga sore mejelang malam. Sebab di malam hari, gedung kacanya akan bermandikan cahaya lampu warna-warni. Naik lift ke atas, bayar. Gak terlalu mahal juga. Di atas juga ada kafe. Anginnya kencang di sore hari dan adem. Lampu warna-warninya gak mengecewakan. Cantik juga. Karena bentuk dan keunikan arsitekturnya, gedung perpustakaan ini mendapatkan julukan: permata ilmu pengetahuan.
Museum Kucing
Emak penasaran ama kafe-kafe bertema binatang tertentu yang mulai marak di beberapa kota dunia. Maka ketika tahu di Minsk terdapat tempat serupa, Emak putuskan untuk ngecek. Temat ini juga bukan seperti museum. Sebuah kafe, namun mirip suasana rumah biasa. Belasan kucingnya dibiarkan berkeliaran di dalamnya. Lokasinya di lantai tiga sebuah bangunan di pusat Minsk. Tepatnya di jalan Ulitsa Internatsionalkaya 23. Halte metro terdekat adalah Nemiga atau Oktyabrskaya. Kami lewat halte kedua, dari Nemiga, jalan ke sana lumayan mendaki. Pengunjungnya tidak sedang ramai. Anak-anak suka sekali ama kucing-kucing jalanan yang kemudian diambil oleh petugas atau diserahkan ke sana. Mereka sangat terawat dan terlihat bahagia. Mereka juga boleh diadopsi.
Hampir seluruh isi tempat ini bertema kucing. Tembok-temboknya berhias gambar-gambar kucing. Perpustakaan mininya berisi buku-buku tentang kucing. Demikian pula dekorasi lainnya seperti patung dan boneka kucing. Cute banget, dah.
***
Baca juga: Lima Hari Bebas Visa Belarus
Baca juga: Minsk Sekilas Info