Perjalanan kemari terbilang nyaman. Kami naik mobil sewaan. Sebuah sedan Chevrolet merah marun entah dari tahun berapa. Sepertinya sih masih di atas tahun 2000-an. Cc-nya besar, tarikannya kuat. Biasa pakai mobil cc lebih kecil, Bapak senang bisa menjajal mobil lain. Sayangnya jalan tol Siprus memperkenankan kecepatan maksimal 100 km/jam. Dari Larnaka, ke arah Pafos bisa ditempuh sekitar 2 jam-an.
Bersama Lia, kami mampir dulu di Petra tou Romiou, sebuah daerah pinggir pantai, dimana sebuah batu raksasa bernama Aphrodite’s Rock terletak. Legendanya, Dewi Aphrodite dulunya muncul di sekitar batu ini. Orang Siprus memang sangat mengkhultuskan dewi satu ini. Hampir semua tempat punya petilasan Dewi Aphrodite. Termasuk museum dan kuil-kuil persembahan.
Tak percaya legenda, kami akui bahwa pantai selatan di Petra tou Romiou sangatlah indah. Karang-karang terjal di satu sisi. Pengemudi jalanan tepi pantai mesti hati-hati. Kadang ada karang rontok. Dari kejauhan, Batu Aphrodite sudah kelihatan. Kami jadikan beberapa latar belakang foto. Perpaduan warna terang karang, bebetuan pantai abu-abu hingga kehitaman, dan birunya laut. Pagi itu adalah hari setelah badai disertai hujan deras. Air laut ke arah pantai terlihat kecoklatan.
Seperti kota-kota besar di Siprus lainnya, Pafos terletak di tepi laut. Kota Pafos yang kita kenal sekarang adalah Pafos baru. Pafos lama ditulis dengan Paphos. Di kota ini kami ingin mengunjungi dua situs arkeologis. Archeological Park di Kato Pafos dan Tombs of the Kings. Kisah Tombs of the Kings sudah pernah dimuat dan ceritanya ada di sini.
Taman Arkeologisnya sungguh luas. Entah berapa hektar tepatnya. Yang jelas kami di sana dua jam-an. Tak semua kami temui. Sebab kami mulai gempor, sengatan sinar mentari melemahkan tubuh kami. Angin sepoi-sepoi sedang malas berhembus siang itu. Kami berjalan cepat di antara bebatuan berusia ribuan tahun lebih tua dibanding umur semua anggota keluarga pelancong. Paling suka kami jika ketemu situs-situs bertudung alias dalam bangunan. Jadi bisa berteduh dan berlama-lama menikmati mosaik-mosaik dari jaman Romawi kuno.
Di kompleks luas ini, masih banyak galian. Membuka puing-puing di antara padang rumput. Di rerumputan dan tumbuhan-tumbuhan perdu banyak sekali kali lihat siput-sipur kecil. Seukuran jempol tangan Bapak. Kalau tak seksama melihat jalan, mereka sering terinjak. Sebab beberapa nangkring di jalanan. Emak paling tidak tega. Apalagi kalau mendengar ‘krek’ ketika menginjak cangkang mereka. Rasanya hati ini ikut ‘krek’.