Salah satu ajang literasi tingkat dunia, Frankfurt Book Fair atau Frankfurter Buchmesse 2015 berlangsung tanggal 14 – 18 Oktober 2015. Kita patut berbangga. Sebab Indonesia menjadi tamu kehormatan dalam acara ini. Meski sayang sekali, Emak tidak sempat mengunjungi seseuai rencana, setidaknya keluarga pelancong sempat mengunjungi salah satu pameran yang diadakan untuk mendukung acara ini.
Berbagai acara, baik berhubungan dengan budaya mau pun literasi diadakan untuk mendukung acara pameran buku. Pun memperkenalkan Indonesia ke publik Jerman. Acaranya antara lain dalam bentuk pembacaan karya tulis penulis Indonesia, seperti Goenawan Mohamad. Selain itu, ada pula aneka acara diskusi, pameran foto, acara pentas tari, peragaan busana oleh desainer Indonesia, dan masih banyak lagi.
Hari Sabtu, 10 Oktober lalu, Emak dan anggota keluarga pelancong lainnya berkesempatan melihat pameran Batik, Keris, dan Wayang di Burg Kronberg. Sebuah istana kuno dari abad 13 masehi. Walau tidak masuk bagian dalam istana, kami dikenai biaya masuk sebesar 6 euro (Rp. 90.000,-) sekeluarga (4 orang). Acara pameran berlangsung 04 – 18 Oktober 2015.
Istana Kronberg berada di desa Kronberg. Di wilayah Taunus. Tak sampai 30 km dari kota Frankfurt am Main. Kota tempat pelaksanaan Bookfair. Agak-agak drama perjalanan keluarga pelancong hingga sampai kemari.
Mulanya kami sempat mampir ke Köln. Untuk melihat ajang para pecinta sepatu sneaker, Sneakerness. Tak kami sangka, acar ini diminati banyak sekali anak muda pecinta sneaker. Akses jalan menuju kesana ditutup. Sehingga kami mesti parkir di ruang bawah tanah sebuah toko elektronik. Kami putuskan Bapak saja yang ke sana. Satu jam mengantri untuk mendapatkan tiket, Bapak tidak juga dapat tiket. Ya sudahlah, kami langsung saja ke Frankfurt. Sekitar 2,5 jam perjalanan ke arah Kronberg.
Pameran hasil budaya Indonesia menempati satu ruangan di istana. Temboknya terbuat dari potongan batu alam. Pintunya kayu tebal dan kuno. Walau jika sekilas dilihat barang yang dipamerkan sedikit, kami menghabiskan lebih dari satu jam di ruangan pamer ini.
Tiga lemari kaca dekat pintu masuk memajang buku-buku tentang batik, keris, serta wayang. Ditulis dalam bahasa Inggris, Jerman, Indonesia. Lalu ada dua lemari kaca penuh keris serta beberapa senjata tua.
Batik dari berbagai wilayah Indonesia, khususnya Jawa, dipajang di tembok, atau disusun di atas meja-meja. Disertai sedikit informasi. Wajang menempati satu ruangan kecil. Atau digantung di tembok. Wayang kulit dan wayang golek.
Barang-barang yang dipamerkan ternyata milik pribadi. Yakni milik ahli batik internasional, Annegret Haake serta koleksi keris milik Heribert Didden. Kami sempat berdiskusi dengan mereka berdua.
Annegret Haake tidak hanya ahli batik. Beliau juga memiliki renjana akan warisan budaya Indonesia yang sudah diakui Unesco ini. Bahkan sudah menulis beberapa buku dan brosur mengenai batik. Dengan sabar beliau juga memperkenalkan batik kepada pengunjung pameran yang kebanyakan adalah warga Jerman. Emak sangat kagum mendengarkan secara langsung uraian Annegret tentang batik.
Bapak Heribert Didden juga menjelaskan tentang keris Jawa serta keris Bali kepada kami. Mendengar keduanya berbicara bersemangat, Emak jadi merasa abai akan budaya sendiri. Akan tetapi, Emak merasa ikut bangga budaya Indonesia mereka sukai. Emak harap, tak hanya para pengunjung warga Jerman ikut mengenal secuil budaya Indonesia. Anak-anak kami pun bisa lebih mengenal tanah kelahiran kedua orang tua mereka.
[…] stan batik. Tapi bukan batik Jember. Jualannya daster, baju batik anak cakep-cakep, rok, serta kain batik […]
Wohaaa kereeeeeeeeenn! Aku pengen bangetttt ke bookfair. Semoga. Berawal dari doa dulu ya ^^
Taro, kalo aku pingin ketemu mbak Iranya langsung di Jerman hahaha
Mbak IRa, kalau mau dapet Video net CJ kayak gitu gimana ya carinya di Utube ??? matur nuwun
@Taro: mesisan ketemu aku, yooo. aamiin.
@Cek Yan: yang ini doa baik sekali, aamiin ynag kenceng… 🙂
@Zulfa: wes ketemu?