Perburuan tiket mudik tahun ini, hingga menginjak bulan Mei, tidak membawa hasil menggembirakan. Padahal Emak sudah mulai hunting dan ceki-ceki harga sejak bulan Januari. Biasanya, bulan April, kami sudah memegang tiket pulang. Bukan tiketnya gak ada. Harganya saja yang kurang ramah kantong keluarga pelancong.
Agar tidak ribet soal makanan, kami prefer maskapai penerbangan Timur Tengah. Beberapa maskapai sudah kami coba. Qatar Airways, Emirates, Turkish, Oman Air, hingga Egypt Air. Semuanya makanannya enak-enak. Dan pengalaman kami bersama mereka, on board service-nya pun lumayanlah. Pengen juga naik maskapai kebanggaan tanah air. Belum mujur. Harganya belum bersahabat.
Ada seh, tiket dengan harga miring, namun tanggalnya gak sesuai kebutuhan kami. Kami ingin terbang segera setelah anak-anak libur. Agar masih sempat berjumpa sanak saudara yang sedang berlebaran di kampung halaman. Emak ketar-ketir ketika sampai akhir Mei, belum ada tanda-tanda ada harga tiket promo.
“Jadi nggak, jadi nggak, jadi nggak?”
Kalau kudu mengeluarkan dana jauh melebihi bujet, kami kudu mikir lebih panjang. Pengeluaran mudik ke tanah air, tidak pernah sedikit. Bahkan selalu melebihi bujet yang tersedia. Kalau tiketnya juga over budget, bisa mengganggu stabilitas perekonomian kami. hehe.
Ketika hunting tiket, Emak perhatikan, harga tiket Air China agak miring. Masih masuk ke dalam bujet. Akan tetapi, saat itu Emak masih berharap ada maskapai Timur Tengah promo mendadak. Sampai akhir Mei tiba, harapan tinggal harapan. Ya sutrahlah. Akhirnya beli tiket maskapai ini yang saat itu tiba-tiba harganya melorot di bawah 500 euro (Frankfurt – Kuala Lumpur pp.). Kami beli langsung di situsnya. Dan langsung mesen moslem meal.
Udah beli tiketnya, Emak baru baca-baca review Air China di internet. Isinya kurang menggembirakan. Hanya kelas bisnis saja yang ulasannya lumayan bagus. Ada yang bilang ia suka telat, pramugarinya gak bisa bahasa inggris, pesawatnya agak tua, pun gak ada entertainment buat masing-masing bangku. Emak jadi agak ilfil. Berhubung kadung beli dan gak punya pilihan, ya wes, markibut. Mari kita buktikan!
***
Eng ing eng…. tibalah saat dinantikan. Terbang pertama kali bersama maskapai dari China daratan. Oh ya, lebih dari satu dasawarsa lalu, Emak pernah menggunakan jasa maskapai China Airlines. Tapi sudah lupa bagaimana rasanya. Ekspektasi Emak rendahkan. Biar gak kuciwa. Beberapa hal mengenai review sudah Emak sampaikan ke Bapak. Biar beliau juga gak terlalu kuciwa. Kepada anak-anak, utamanya Adik, Emak berkata, jangan terlalu berharap dengan kondisi in flight entertainment Air China. Mungkin tak sebagus maskapai Timur Tengah yang pernah kami cicipi.
Saat check in, petugas ground handling memberitahu, bahwa kami belum bisa mendapatkan boarding pass penerbangan lanjutan Beijing – Kuala Lumpur. Sebab waktu transit sangat lama (11 jam), dan data penerbangan berikutnya tersebut belum dibuka. Jadi kami kudu minta boarding pass saat transfer.
Kami boarding on time. Akan tetapi, entah mengapa, meski semua penumpang sudah duduk manis, pesawatnya belum jalan juga. Adem ayem dekat belalai. Sekitar sejam lamanya. Dari Beijing – KL, on time. Baliknya, KL – Beijing on time. Beijing – Frankfurt telat setengah jam.
Penumpang maskapai ini kebanyakan China. Paling tidak, dari wajahnya tampaknya begitu. Orangnya asingnya ada, tapi hanya sebagian kecil sahaja. Mereka, surprisingly normal. Gak ribut. Kebanyakan usianya masih terlihat muda. Waktu makan pun tampak santun. Kondisi WC pun normal. Bersih sangat sih tidak. Tapi masih dalam batas yang bisa Emak tolerir.
Oh ya ada satu kejadian berkesan. Ketika mau check in di Kuala Lumpur, antrian sangat panjang. Emak perhatikan, mereka tertib mengantri. Ada seorang Bapak usia 50-60-an bersama dua anak perempauannya yang sudah dewasa. Si Bapak tidak sabar. Mondar-mandir, terus kekeuh ikut ngantri buat kelas bisnis. Seorang anak perempuannya datang. Lalu menggandeng dan mengajak sang Bapak mengantri di kelas ekonomi. Respek!
Pramugari Air China kebanyakan masih muda, cantik dan super langsing. Hanya sedikit yang bahasa Inggrisnya bagus serta bisa dimengerti. Walau demikian, tak ada masalah komunikasi berarti selama perjalanan bolak balik keluarga pelancong. Tempat duduk di dalam pesawat cukup lega lah bagi orang Asia kayak kami.
Soal makanan tak masalah. Kami selalu dapat makanan duluan, karena mesen special menu. Rasa makanannya so so. Menu utama berupa tumisan kayak Chop Suey dan Cap Cay gitu. Yang Emak kurang suka. Selain itu ada makanan pembuka dan dessertnya buah-buahan. Omeletnya pun telurnya masih runny dan bau amis. Dua kali dapat omelet, dua kali gitu. Yang rute Beijing – KUL dan KUL – Beijing, gak ada special menu karena semua makanannya halal. Wow. Pas waktu jeda, pramugarinya lumayan rajin mondar-mandir nawarin air putih.
In flight entertainment Air China enggak juara. Terutama kalau dibandingkan maskapai Timur Tengah. Pilihan filmnya dikit. Banyaknya film China dan Korea. Dan remotenya pun nempel di bangku. Gak bisa ditarik. Untungnya layar monitornya udah touch screen. Meski gitu, Adik seneng-seneng ajah ama hiburan dalam pesawat. Kecuali saat pulang.
Di rute Beijing – Frankfurt, kami naik Boeing jumbo jet. Adik udah hepi aja, sebab ini pertama kalinya kami ketemu Jumbo Jet. Eh di dalam, kecewa berat. Meski Jumbo Jet, nyatanya gak dilengkapi entertainment di tiap bangku. Hanya ada beberapa layar gede di depan sono. Itu penerbangan 9 jam-an tanpa entertainment buat anak-anak, yah tentu bikin mereka gondok. Film-film yang disetel untuk umum pun tidak sesuai buat anak-anak.
Transit di Beijing
Di Beijing, kami transit di Beijing Capital International Airport. Transit di sini, menurut Emak agak-agak ribet dibanding bandara lainnya. Kami mesti melewati banyak pos pengecekan.
Pertama, cek paspor dan boarding pass buat international transit passenger. Pas mau balik ke Eropa, dicek pula visa kami. Di sini dapat setempel.
Turun ke lantai bawah, kami masuk area safety check. Sebelum masuk sini, paspor dan boarding pass mesti ditunjukin lagi. Setiap penumpang dipindai wajahnya dengan sebuah kamera.
Antri di safety check-nya selalu panjang. Sebab pemeriksaan di sini sangat ketat dan teliti. Sebelum masuk alat pemindai, setiap penumpang diharapkan sudah memisah-misahkan barangnya. Laptop, tablet PC, power bank kudu dikeluarin. Demikian juga dengan duit-duit koin.
Satu barang bisa lewat mesin pemindai berkali-kali sampai petugasnya yakin aman. Kadang ada penumpang yang males misah-misahin sampai diteriakan ama petugas. Capek juga kali petugasnya ngeliat penumpang banyak dan kerjaan gak selesai-selesai. Kalau lagi rame-ramenya, ngatri safety check bisa sejam-an.
Kelar pemeriksaan keamanan, baru deh santai-santai di transit area. Bandaranya lumayan luas. Fasilitasnya lengkap. Harga-harga barangnya juga standar internasional. Sayangnya di transit area Emak belum melihat rumah makan berlabel halal dan tempat sholat. Tapi banyak tempat-tempat sepi bisa dipakai sholat.
Air minum gratis ada. Baik dingin mau pun hangat. Ada penumpang bawa mie instan, trus nyeduh di situ. Asyik, murmer, bisa ditiru. Kalau mau minuman dingin yang murah, beli di vendor machine ajah. Harganya 5 – 6 yuan. Beli di toko-toko duty free bisa melonjak jadi 18 – 20 yuan per botol.
Kalau mau bobok, ada recliner seats di beberapa tempat. Petunjuknya jelas. Bangku-bangku biasa juga banyak tersedia. Bisa dipakai selonjoran. Atau kita bisa ke rumah tradisional dan taman buatan di dalam bandara. Suasananya asri.
Pas terbang pertama, kami sempat keluar bandara dan jalan-jalan sebentar di kota Beijing. Saat ke toilet bandara Beijing, Embak lupa, meninggalkan hapenya di dalam toilet. Awalnya kami anggap ilang. Pas balik dan transit lagi di Beijing, Bapak coba-coba nanya bagian lost and found. Alhamdulillah masih rezeki. Hape-nya ketemu.
***
“Next time, mau gak naik Air China lagi?” tanya Bapak kelar melakukan perjalanan mudik.
“Hanya kalau tiketnya murah banget, deh,” jawab Emak. “Kalau sama ajah, mah males dengan fasilitas yang mereka tawarkan sekarang.”
Tapi moga ajah mereka semakin memperbagus layanan kepada para penumpang. In flight entertainment dibagusin dikit. Makanan lebih bervariasi.
Suka sama ulasannya mbak Ira, jadi tahu kan kondisi pesawat Air China ๐ yang lega itu ternyata penumpangnya “normal” gak kebayang kalo ada yang aneh-aneh kayak yang aku sering baca di internet hehehe.
@Cek Yan: hihihihi. Untuk itu aku dha siap2 mental loh Cek Yan. Makanya kaget juga ngeliat langsung kalau semuanya normal ajah. Alhamdulillah. Oh ya, pas transit aja di Beijing suamiku agak kaget. Pas ke toilet ada bapak2 cuek nongkrong gak pakai nutup pintu toiletnya. hehehe.
ohhhhhhh, jadi tahu , makasih ya
aku belum pernah kak nair china air
Di transit area harus nya ada rumah makan padang yaaa mak hehehehehhe
Kebayang wajah Emran gak ada hiburan di pesawat. Hihihi. Tapi mampir ke Beijingnya seru ya, Mbak
Tapi masih lebih baik dari maskapai di Indonesia mas ?
@Hastira: sama2..
@Winny: masih banyak maskapai lain yang lebih bagus service-nya… ๐
@Kak Cumi: wah mantep banget ituh..
@Taro: ho-oh. alhamdulillah iso mampir nang Beijing.
@Seruni: maskapai Indonesianya yang mana, yah? Kalau Garuda, belum bisa mbandingin karena saya belum pernah naik. ๐
salam.
saya nak tanya. kalau transit di china around 1jam setengah, okay ke? and perlu ada visa ke untuk cuma transit sebentar? t.kasih ๐
@sal: tidak perlu visa kalau tidak keluar bandara.
kalo saat transit 14 jam itu keluar bandara harus ada visanya ya ?
@Sari: yup, kalau keluar bandara mesti pakai visa. Bisa minta visa gratis 24 jam di imigrasi kayak kami.
Kira-kira, kalau transit kurang dari 8, Ada yg bisa dikunjungi biar gak telat kembali ke bandara , gak?
Maksudnya, keburu gak kalau kita keluar bandara?
@Vylu: kalau 8 jam kayaknya sih bisa keluar sebentar, cuma saya gak tahu mana objek wisata terdekat dengan bandara. Ada juga jasa tur ke tembk berlin, cuma agak mahal bagi saya.
Kak waktu pesen tiker air china website resmi apa ya ?
[…] Baca juga: Pengalaman Terbang dengan Air Chinaย […]
Mau tanya..kalo power Bank dan Selfi stik bisa ke kabin nda ya(di imigrasi Beijing)sewaktu transit aman bisa di bawa ke kabin nda ???… Terima kasih.. blognya sangat membantu.