Petualangan keluarga pelancong di kota batu mulia Idar – Oberstein berakhir di sebuah tempat pengasahan batu tradisional, Historische Weiherschleife.
Sesungguhnya kami sudah ke sana sebelum ikut tur ke bekas tambang batu Steinkaulenberg di sebuah bukit di Idar – Oberstein. Mendapatkan informasi bahwa Steinkaulenberg tutup lebih dahulu, maka kami undur tur di pengasahan batu tradisional.
Tenaga kami sudah banyak berkurang setelah seharian mengunjungi banyak tempat. Pabrik panci, museum batu mulia, bursa akik, trekking singkat di Steinkaulenberg, plus makan siang di pusat kota. Semuanya kami lakukan dalam sehari. Alhamdulillah, walau menurut ramalan cuaca bakal hujan, kami sama sekali tidak kehujanan hari itu.
Tempat pengasahan batu ini berada di sebuah kompleks. Dengan padang rumput luas, serta sebuah danau mini. Ada persewaan becak airnya juga. Di satu sudut dekat tempat parkir berdiri sebuah restoran. Hari itu, lumayan ramai pengunjungnya. Walau tak semua mengunjungi tempat pengasahan batu. Sebagian ke resto, duduk-duduk di lapangan rumput atau naik becak air di danau mini.
Historische Weiherschleife buka 15 Maret hingga 15 November setiap tahunnya. Untuk masuk ke dalam tempat pengasahan yang digerakkan oleh tenaga air, pengunjung harus mengikuti tur. Biayanya 5 euro (Rp. 75.000,-) untuk orang dewasa. Anak-anak usia 6 – 16 tahun membayar 4 euro (Rp. 60.000,-). Di jam-jam tertentu anak-anak bisa berburu batu di tempat yang disediakan.
Kami ikut tur terakhir. Pukul 5 sore. Di puncak musim panas, pukul 5 sore seperti masih tengah hari. Sebab matahari baru tenggelam sekitar pukul 9 – 10 malam. Tempat penjualan tiket tur berada dalam sebuah gedung yang juga menjual batu mulia. Mirip suasana toko di museum maupun di Steinkaulenberg.
Maupun sudah seharian melihat, memegang, mengamati batu, melihat deretan perhiasan bertatahkan batu, tetap saja mata ini tidak bosan. Selalu saja ingin setidaknya menyentuk cincing, kalung berhias batu cantik, gelang, dsb. Ada pula bermacam batu yang dijual dalam bentuk paket. Harganya pun bervariasi. Akan tetapi semuanya masih dalam batas kewajaran, menurut kami.
Beberapa menit sebelum pukul lima sore, anggota keluarga pelancong dan 3 ibu-ibu lainnya sudah berkumpul di depan gedung penjual tiket. Seorang bapak tua usia 50 – 60 tahunan memandu kami. Beliau membuka pintu rumah kecil tempat pengasahan batu tradisional. Dan dari semua pengunjung saat itu, hanya Emak yang heboh dengan alat potret. Lainnya adem ayem mendengarkan dan mengamati. Sesekali aja memotret dengan kamera kecil mereka.
Bagaimana Batu Diolah Zaman Dahulu?
Zaman dahulu, sekitar tahun 1.700-an, industri pengasahan batu mulia booming di kota Idar Oberstein. Rata-rata menggunakan kincir bertenaga penggerak air. Tak mengherankan jika mereka berdiri di tepi-tepi sungai. Utamanya di Sungai Idarbach. Jadi batu-batu yang ditambang di perbukitan di atasnya dikirim ke bawah ke lokasi pengasahan tersebut.
Kincir airnya dibangun di bagian pinggir sungai. Agar bergerak, alat pembukanya dibuka. Ruangan tempat mengolah batunya sendiri tidak terlalu luas. Sekitar 60 meter persegi. Berisi berbagai macam mesin dan peralatan yang digunakan untuk mengolah batu. Semua mesin tersambung dengan karet yang diputar dengan tenaga kincir. Kecepatan putaran bisa diatur. Emak baru tahu, kincir air yang kelihatannya sederhana ini bisa menghasilkan putaran relatif cepat.
Bapak pemandu menerangkan sekaligus mempraktikkan cara mengerjakan sebuah batu. Walau tidak berurutan. Batu mulai di sini tak hanya dijadikan perhiasan. Namun juga dijadikan piring, mangkok, ukiran, patung, wadah-wadah kecil. Maka dari itu mereka lebih menyukai bongkahan besar batu. Agar lebih mudah dimanfaatkan menjadi aneka bahan benda.
Batu mulia yang ditemukan di Idar – Oberstein dan sekitarnya, dari jenis Jasper, Agate, serta smoky quarz, dianggap tidak terlalu berharga saat masih berbentuk bongkahan. Yang membuatnya mahal adalah proses pengerjaannya yang membutuhkan ketelitian dan waktu relatif lama. Begini proses pengolahan batu tersebut:
– Pemotongan
Bongkahan besar dipotong menjadi bongkahan lebih kecil. Sesuai tujuan dibuatnya. Serta ukuran yang diinginkan. Mesin pemotong berada di atas meja. Pisau potongnya berbentuk bundar, terbuat dari metal.
Ā – Pembentukan (Ebouchieren)
Bapak pemandu mempraktikkan proses pembentukan batu menjadi sebuah mangkok. Walau bentuknya masuh belum beraturan. Untuk membuat cekungan, digunakan batu asah bulat. Besarnya batu asah tersebut bervariasi. Sesuai ukuran cekungan yang diinginkan.
Ā – Pengasahan
Setelah bentuk tertentu dicapai, batu diasah. Berbeda dengan batu asah pengrajin batu akik di tanah air, batu asah zaman dahulu besar sekali ukurannya. Kata bapak pemandu, bahannya terbuat dari Sandstein. Emak belum tahu bahasa Indonesianya. Batuan keras. Dengan diameter sekitar satu meter. Batunya dialiri air agar debu batu berkurang.
Uniknya, pekerjanya tidak duduk menghadap batu. Melainkan jongkok. Bagian perutnya disanggah kursi bernama Kipstuhl. Sehingga muka dan tangan pekerja bakal berada dekat sekali dengan batu.
Bekerja sebagai pengasah batu zaman dahulu, bukan pekerjaan ringan. Rata-rata umur harapan hidup pengasah batu hanya 40 tahun. Tantangan kerja terberat adalah musim dingin. Mereka bekerja tanpa sarung tangan memadai. Sedangkan suhu air bisa mencapai titik beku. Dan tempat kerjanya pun tidak disertai penghangat yang cukup.
– Pemolesan
Setelah diasah dan menjadi bentuk yang diinginkan, batu-batu tersebut dipoles. Agar lebih kinclong dan halus. Setelahnya baru dijual. Para pekerja baru dibayar setelah barangnya laku.
Usai mengamati proses pengasahan batu jadul, kami diajak masuk ke ruang pameran khusus. Menyaksikan segala jenis batu yang sudah siap dijual. Pun melihat satu video singkat tentang batu mulia. Ruang terakhir berisi varian batu yang dipercaya memiliki khasiat tertentu bagi kesehatan.
Walau tempat pengasahan tradisional bertenaga kincir air sudah punah sejak awal abad 20. Digantikan listrik yang dianggap lebih praktis, Idar – Oberstein masih menjadi pusat pengolahan batu mulia hingga kini. Kebanyakan memiliki pengasahan mutakhir dan merupakan bisnis keluarga. Dengan jumlah pekerja 1 – 2 orang saja. Jarang terdapat pengasahan besar memiliki banyak pekerja. Batunya pun bukan berasal dari wilayah ini. Melainkan diimpor dari seluruh belahan dunia.
***
Rasanya aku masih melihat alat pengasahan batu dengan menggunakan kincir itu, mbak. Di Sumatra. Lupa dimananya. Rasanya pas mudik ke Sumsel lebaran kemarin.
Selalu senang baca karena sangat detil, jadi belum ke sana pun, rasanya seperti ke sana.
Thx u
Masih tradisional banget ya mbak. Di sini ada satu kawasan pengolahan batu kayak gitu, tapi alatnya udah canggih kalo kulihat.
@Mbak Rien: waaa… masih berfungsi, Mbak Rien? Keren pasti…
@Kang Alee: terima kasih apresiasinya. š
@Cek Yan: yang ini cuma dijadikan objek wisata saja. Kalau pengrajiannya sendiri sekarang alatnya tidak seperti ini. š
Dibalik gemerlapnya kalung berhias bebatuan cantik dan unik ada pengorbanan ya mbak, Nggak bayangin gimana kerja dengan hawa mengigit gitu tanpa sarung tangan lagi.
@Zulfa: bener banget, euy… Mesakke sing kerjo zaman biyen, yo…
[…] Baca juga: Pengasahan Batu Tradisional Historische Weiherschleife […]