Perjalanan Darat ke Sarajevo

Keluarga pelancong memutuskan untuk menghabiskan sebagian liburan musim dingin kemarin ke Balkan. Sudah lama kami tidak melakukan perjalanan overland. Terakhir ke Kroasia – Bosnia – Montenegro. Dan kami ingin kembali ke Bosnia lagi. Tapi kali ini plus Serbia.

Bulgaria, Romania, dan Serbia, adalah negara Balkan yang mulai membuka diri. Pemegang visa EU masuk ke negara-negara ini tanpa visa. Sangat membantu buat mereka yang transit, atau pelancong seperti kami. Urusan jadi lebih mudah. Tetap saja, dokumen pendukung, harus disiapkan sebelum berangkat.

Bekal penting untuk perjalanan
Kondisi bagasi mobil

Misalnya saja, meski sudah tahu bahwa bebas visa, Emak tetap mencetak peraturan bebas visa itu di kertas. Dan dibawa ke bandara atau saat masuk imigrasi suatu negara. Kadang ada petugas yang belum mengetahui peraturan tersebut. Seperti ketika mau masuk Montenegro dari Bosnia. Emak lupa mencetak peraturannya. Kami tertahan lebih dari satu jam di imigrasi. Sebab petugasnya merasa, sebagai warga negara non-EU, kami wajib punya visa masuk sana. Alhamdulillah, setelah si Bapak petugas menelpon berkali-kali, kami bisa masuk Montenegro tanpa visa.

Dokumen lainnya adalah bukti sewa penginapan di tempat tujuan. Ini hampir selalu ditanyakan pihak imigrasi. Waktu sampai di Sofia, Bulgaria, juga demikian. Kami ditanyai bukti reservasi penginapan. Tiket kembali juga harus disiapkan kalau naik pesawat. Ini biasanya juga ditanyakan petugas.

***

Berbagai persiapan kami lakukan. Mobil sudah masuk bengkel beberapa minggu sebelum berangkat. Emak sudah memasak daging bumbu rujak dan sambal goreng buat bekal. Bagasi mobil penuh sesak oleh bawaan kami. Lengkap ama selimut, sleeping bag, bantal, peralatan ski, alat bantu starter mobil buat jaga-jaga, dsb. Bawa sleeping bag, karena kami khawatir bakal kedinginan pas tidur di dalam mobil. Selimut juga. Dobel gapapa, yang penting hati merasa marem. Bapak sampai bikin meja rendah di bagasi biar bisa menyimpan semua bawaan dengan rapi.

Perjalan dari rumah menuju Sarajevo hampir 1.700 km panjangnya. Kami perkirakan, bakal menempuh waktu 24 jam-an. Termasuk waktu ishoma. Jam tujuh malam, kami pun bertolak pergi. Kalau bisa, pengennya nyetir gantian tanpa jeda. Biar cepat sampai. Ternyata tidak bisa demikian. Ada waktu dimana kami berdua sudah terlalu mengantuk untuk menyetir.

Keliling Eropa dengan mobil
Jarak ke Sarajevo

Kami lewat rute sama dengan sebelumnya. Dari Jerman, masuk Austria lewat Passau. Lalu ke Slovenia. Agar cepat, kami membeli #VignetteAustria plus bayar lewat beberapa terowongan. Sistem pembayaran jalan tol Austria memang demikian. Selain membayar Vignette, pengguna jalan juga harus membayar untuk terowongan-terowongan tertentu.

Di Slovenia, kami juga membeli Vignette. Meski jalan tol yang kami lewati hanya sekitar 80 km saja. Kami ingin cepat sampai Sarajevo, tanpa perlu mencari jalur alternatif jalan tol.

Perjalanan alhamdulillah lancar. Pemeriksaan paspor baru terjadi di perbatasan Slovenia – Kroasia. Tanpa antrian panjang. Di Kroasia, perjalanan juga lancar saja. Paling sesekali kami berhenti untuk makan. Roti, nasi, sudah ada. Dimakan dalam keadaan dingin. Kalau perut keroncongan, enak-enak saja. Alhamdulillah.

Sistem jalan tol di Kroasia, tak pakai Vignette. Mirip sistem di Indonesia. Akan tetapi, di Kroasia, tak semua jalan tol kudu bayar. Beberapa bagian gratis. Rute Zagreb menuju Stara Gradiska (perbatasan Kroasia – Bosnia) sungguh membosankan. Bikin ngantuk. Jalannya datar, dan pemandangannya padang rumput luas. Hutan lebat dan pepohonan, jarang. Mana kami menyetir menghadap sinar mentari. Bikin lebih capek.

***

Setelah mengalami kelancaran dari awal, maka hambatan mulai muncul di perbatasan Stara Gradiska antara Kroasia dan utara Bosnia-Herzegovina. Antrian mobil sudah sangat panjang. Semua mau masuk ke Bosnia-Herzegovina lewat sini. Ke Bosnia sebelumnya, kami juga mendapatkan hambatan serupa di tempat ini. Mengantri berjam-jam. Emak pikir, kali ini kami lebih beruntung. Nyatanya tidak. Lebih dari dua jam waktu kami habiskan untuk mengantri. Banyak pula mobil menyerobot antrian. Hingga diklakson ama mobil-mobil di belakangnya.

Wisata Bosnia
Somewhere in Bosnia – Herzegovina

Ya sudahlah, cita-cita untuk cepat sampai Sarajevo kandas sudah. Emak dan Bapak mengingat-ingat spot yang pernah kami lewati dahulu. Kami sempat foto-foto sejenak di Jajce, tempat air terjun #Pliva berlokasi. Dan, seperti kejadian dua tahun sebelumnya, kami kembali mengalami mimpi buruk. Kejadiannya pun mirip. Kami meninggalkan Jajce menuju Sarajevo menjelang maghrib. Tepat saat itu kabut tebal mulai menemani sepanjang perjalanan kami.

Setress sekali menyetir dalam kabut tebal. Konsentrasi tinggi harga mutlak. Kami tak mau berhenti. Iya kalau kabutnya ilang. Kalau gak, ya gak sampai-sampai ke tujuan. Emak  angkat tangan. Menyerahkan setir sepenuhnya kepada Bapak.

Tanpa kabut pun, rute Jajce – Sarajevo bukan jalan mudah. Lewat jalan-jalan pegunungan yang belokannya banyak. Mobil yang lewat tak banyak. Walau tak ikut nyetir, Emak ikut berkonsentrasi mengamati suasana jalan. Saat lewat desa, tak jarang ada orang tiba-tiba menyeberang jalan. Dalam kondisi seperti ini, lampu jalan tak terlalu membantu.

Jarak pandang saat itu gak sampai 10 meter. Lampu kabut depan belakang sudah kami nyalakan. Paling senang kalau ada mobil di depan kami. Paling nggak, sudah ada pemandu di depan. Namun pernah pula kami memandu beberapa mobil di belakang. Tak ada yang berani nyalip.

Di musim dingin, kabut memang lebih sering menyapa jalanan Eropa. Mana malam cepat sekali datang. Jam tiga – empat sore sudah mulai remang-remang. Kabut menemani perjalanan kami hingga Sarajevo. Saat masuk jalan tol, mobil tetap aja banyak yang ngebut. Emak mah ngeri.

Masuk pinggiran Sarajevo, Bapak sempat hampir menabrak pagar rumah orang. Gegara marka jalanan gak keliatan sama sekali. Alhamdulillah, bisa sampai tujuan dengan selamat. Tepat seperti perkiraan kami. Dua puluh empat jam, ca. 1700 km. Petualangan di kota bersejarah Sarajevo pun dimulai kembali.

5 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: