Perjanjian Schengen awalnya adalah perjanjian oleh lima negara di Eropa Barat (negara-negara Schengen), yakni Jerman, Belanda, Belgia, Perancis dan Luxemburg untuk membuka perbatasan dan meniadakan pemeriksaan paspor keluar dan masuk negara tersebut. Schengen sendiri adalah nama sebuah tempat di Luxemburg, tempat perjanjian ditandatangani di tahun 1985.
Kini, negera-negara Schengen telah berkembang jumlahnya menjadi 28 negara, baik negara-negara anggota Uni Eropa muapun bukan (Norwegia, Islandia, Swiss). Dan nampaknya, perkembangan jumlah ini masih akan terus berlanjut di masa akan datang. Kandidat yang bakal menyusul adalah Liechtenstein (akhir 2009), Cyprus (2010), Bulgaria dan Rumania (2011).
Pertambahan ini berdampak positif bagi penyuka jalan-jalan ke Eropa. Praktis, urusan visa jadi lebih mudah. Yang dulunya ke beberapa negara Eropa mesti mengurus beberapa visa, kini cukup dengan satu visa, 28 negara bisa dikunjungi. Sungguh menghemat waktu, tenaga, dan dana, bukan?
Keluarga pelancong sudah merasakan kemudahan ini. Dan telah melancong ke beberapa negara di Eropa Timur. Namun satu kejadian terasa aneh bagi kami. Nampaknya sosialisasi perluasan negara-negara Schengen ini belum menyentuh semua kalangan. Waktu akan terbang menuju Warsawa akhir tahun 2008 lalu, keluarga pelancong sempat mengalami sedikit hambatan di bandara. Saat check in, sambil memeriksa paspor, petugas bertanya heran kepada kami, „Tidakkah anda membutuhkan visa untuk pergi ke Polandia?“
„Lho, kann Polandia sudah masuk Schengen, kenapa kami masih perlu visa,“ kami balik bertanya.
Ibu petugas menelpon dulu untuk memastikan bahwa kami bisa ikut terbang.
Check in beres, kejadian serupa terulang saat kami mau boarding. Lagi-lagi seorang ibu petugas menyempatkan diri untuk menelpon, memastikan diri sekali lagi bahwa kami memang bisa terbang ke Polandia tanpa visa.
Namun, buat Emak, ada juga kekurangan sistem ini. Koleksi stempel di paspornya tak makin bertambah karenanya. Sebab tak ada pemeriksaan visa, otomatis tak ada stempel di paspor….:)