Petilasan Romawi Kuno di Pantai Barat Kroasia

Pula Arena CroatiaBekas-bekas reruntuhan kota Romawi kuno, pantai-pantai spektakuler, pelabuhan tua, serta bangunan dari abad pertengahan melukis wajah pantai Adriatik di Kroasia. Menjadikannya sebagai destinasi wisata menarik. Sisa peninggalan Romawi kuno di kota Split dan Pula mengingatkan kita akan kejayaan bangsa ini di zaman dahulu kala.

Kroasia punya garis pantai panjang. Di daratan utama panjangnya 1.778 km. Jika dihitung bersama garis pantai pulau-pulau yang dimilikinya menjadi 6176 km. Kota-kota wisata utama seperti Dubrovnik, Pula, Zadar, Trogir, dan Split berada di tepi pantai. Menyusuri tepian Pantai Lautan Adriatik di Kroasia sungguh mengasyikkan. Bentang alamnya menawan. Tak jauh dari pantai membujur deretan pegunungan. Jalan rayanya mulus dan lebar.

Terletak di bagian selatan Eropa, Kroasia punya iklim lebih hangat. Plus wilayah ini relatif murah dibanding Eropa barat. Itulah mengapa Kroasia menjadi primadona baru wisata di Eropa.

Pula

Seabad sebelum masehi, bangsa Romawi kuno mulai menguasai kota Pula. Mendirikan sebuah pusat pemerintahan bagi daerah-daerah sekitarnya. Sebuah benteng didirikan di atas sebuah bukit. Agar bisa mengawasi pantai dan dataran rendah di sekitarnya. Kota Pula dibangun mengelilingi bukit tersebut.

Pula termasuk kota kecil. Hanya butuh setengah harian menjelajah pusat kotanya. Landmark Pula adalah satu Amphitheater peninggalan Romawi kuno. Penduduk lokal menyebutnya Arena. Dari kejauhan, kemegahannya mirip Colosseo di Roma. Konstruksi ini masih bagus kondisinya. Selain menjadi museum, bekas arena pertarungan para gladiator ini digunakan sebagai tempat konser seni atau pertunjukan seni. Menampung sekitar 20 ribu penonton. Kami mengamati suasana Arena di pagi hari. Memotret tembok luar setinggi 30 meter. Berwarna terang.

bangunan kuno kroasia
Kuil Augustus

Berjalan sebentar di pinggir pelabuhan Pula, kami kemudian sampai di di pusat kota. Di pinggir area terbuka luas terlihat Kuil Augustus. Didirikan sejak awal abad masehi, tempat ibadah ini sempat menjadi sebuah gereja dan gudang gandum. Saat perang dunia kedua, ia hancur. Namun direstorasi pada tahun 1947.

Wilayah pusat kota Pula sekarang sebagian merupakan areal Forum di zaman Romawi kuno hingga abad pertengahan di Eropa. Tempat penduduk berkumpul. Perjalanan kaki berlanjut menilik sisa kejayaan Romawi. Diselang-seling dengan cuci mata di antara toko-toko pakaian dan cinderamata.

Di antara rumah penduduk kami menemukan pemandian kuno bermozaik. Letaknya sungguh terpencil di belakang sebuah gedung. Papan petunjuknya pun seadanya. Mozaiknya masih terlihat utuh dan bagus. Ujung kota tua Pula ditandai dengan Busur Sergius. Sampai abad 19, busur ini menempel pada gerbang kota bernama Porta Aurea. Gerbang tersebut dibongkar dalam rangka perluasan kota.

Saya naik ke tas bukit. Menuju benteng. Jalannya berputar, hanya bisa dilewati satu mobil. Bagian luar benteng berhias meriam-meriam tua. Saya naik ke atas sebuah tembok. Meyakinkan diri bahwa posisi benteng benar-benar strategis. Saya bisa melihat hampir seluruh Pula dari sini. Arena, pelabuhan, dan permukiman penduduk.

Split

Split merupakan kota terbesar kedua Kroasia. Berpenduduk kira-kira 200 ribu jiwa. Pusat kota terletak di atas sebuah tanjung. Ia dikelilingi tiga pegunungan: Mosor, Kozjak, dan Perun. Ia kota pelabuhan. Dari sini ada kapal feri menuju pulau-pulau di sekitarnya. Seperti Solta, Vis, Brac, dan Hvar. Pun sebuah feri ke Ancona, Italia.

Penginapan kami sekeluarga berada di dekat stasiun kereta api. Di dalam sebuah gedung tua berusia lebih dari seratus tahun milik seorang pasangan suami istri berusia 50-60 tahunan. Jaraknya lima menit ke arah pantai. Kami hanya sebentar di pantai. Di musim dingin, pantainya sepi. Hanya beberapa orang berjalan-jalan atau duduk-duduk.

Romawi kuno di Split
Ruang bawah tanah Istana Diocletian

Dua puluh menitan kami berjalan ke arah pusat kota. Jalannya memutari stasiun. Beberapa orang memilih menyeberang rel kereta. Suasana mulai ramai ketika kami mulai masuk pusat kota. Sebelum masuk ke kompleks istana Diocletian, kami disambut sebuah pasar terbuka.

Istana Diocletian wajib dikunjungi ketika kita berada di Split. Ia menjadi salah satu alasan, mengapa kota ini masuk dalam daftar warisan budaya Unesco.

Kemasyhuran Split dimulai ketika Kaisar Romawi Diocletian (245 – 313 masehi) membangun sebuah istana di kota ini, antara tahun 295 – 305. Mereka menyebut Split sebagai Spalatum. Ketika Diocletian wafat, penggantinya menggunakan istana batu luas ini sebagai tempat tinggal. Sempat dikuasai Byzantium dan bangsa Kroasia, Split jatuh ke tangan Venesia. Sebelum akhirnya berada di bawah kekuasaan Austria.

Di peta, Istana Diocletian tidak tampak seperti istana biasa. Kompleksnya sangat luas. Bentuknya segi empat, dengan menara pengintai di setiap sudutnya. Ia memiliki luas kira-kira 30 ribu meter persegi. Saking luasnya, berbentuk satu kota kecil. Tembok selatan istana, sudah tidak utuh. Bagian atasnya masih terlihat asli. Tapi bagian bawahnya sudah ditambahi bangunan lain yang berfungsi sebagai toko, kios, atau rumah makan.

Pantai di Kroasia
Romantisnya suasana tepi laut Split

Kami masuk melalui gerbang selatan dekat pantai. Daun pintu gerbang tingginya lebih dari 4 meter, terbuat dari logam tebal bergerigi. Yang kami masuki adalah ruang bawah tanah temaram. Atapnya tinggi, 6 meteran. Pilarnya besar. Panjang setiap sisinya sekira 1 meter. Hampir semua material istana terbuat dari potongan batu alam dan batu bata. Lantainya licin. Lobang-lobang berisi air dibatasi dengan pagar.

Ruang bawah tanah ini sekarang dikuasai oleh pedagang cinderamata dan toko buku. Kami terus berjalan masuk. Menaiki undakan batu, ke Vestibulum. Di bagian ini kaisar dulu tinggal. Sebagian dindingnya masih berdiri kokoh. Atapnya berbentuk  kubah, yang bagian tengahnya berlobang. Konon dulunya kubah tersebut berhias mozaik dan marmer.

Tak lama, kami sampai di Peristyl. Sebuah tempat terbuka di depan Vestibulum. Pilar-pilar tinggi berjajar di kedua sisi. Mirip kuil. Undakan di bawah pilar digunakan orang untuk duduk-duduk. Di sisi timur, menjulang Katedrala Sveti Duje.

Katedral satu ini asalnya dibangun sebagai mausoleum bagi Kaisar Diokletian. Mausoleum ini berbentuk segi delapan dan disangga 24 pilar. Kursi-kursi di dalamnya berasal dari abad ketiga belas. Menara jam di sebelahnya merupakan bagian dari katedral. Kaki menara dijaga oleh dua patung singa dan Sphinx.

Masuk ke gang sempit di antara dua gedung tinggi, kami melihat Kuil Jupiter. Yang kemudian berfungsi menjadi tempat pembaptisan. Konstruksi batu ini punya pintu sangat tinggi. Ia juga dijaga satu patung Sphinx hitam tanpa kepala.

Kami berjalan ke arah utara. Gedung-gedung kuno dari potongan batuan alam, berbaur dnegan bangunan bata baru dan berplester. Rumah-rumah tersebut berlantai 3-4, mengingatkan saya akan Venesia. Gang sempitnya gelap sebab bayangan gedung lebih panjang dibanding cahaya mentari.

Keluar gerbang utara, kami bertemu sebuah taman dengan sebuah patung perunggu raksasa Grgur Ninski. Mantan bishop Kroasia ini mengenakan jubah panjang. Kepala beliau menoleh ke kiri. Di tangan kiri tergenggam sebuah kitab.

Siang hari kami habiskan dengan berjalan di promenade pinggir pantai. Di antara deretan pohon palem. Memandang camar laut dan kapal-kapal laut yang hilir mudik di pelabuhan.

10 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: