Petualangan di Rheinland : Tak Ada Yang Bisa Memperkirakan Cuaca

Sabtu kemarin keluarga pelancong dan banyak teman-teman berjalan-jalan bareng. Mulanya kami mau ke Koenigwinter di dekat Bonn. Untuk melihat dari dekat Istana Drachenburg dan sisa kastil Drachenfels. Tapi rencana kemudian berubah, mengganti arah tujuan kami ke Bacharach, kota tua terkenal di tepi Sungai Rhein.

Ramalan cuaca mengatakan bahwa hari bakal cerah. Dengan suhu udara maksimal 34°C di daerah Rheinland. Berangkat pagi-pagi sekitar pukul 7 dari rumah, kami berharap masih sempat berbelanja di Cologne sebelum menonton bareng pertandingan piala dunia antara kesebelasan Jerman melawan Argentina pukul empat sore harinya.

Perjalanan berjalan lancar. Dari Bacharach, sebagian kami naik feri ke Sankt Goar. Lalu kembali ke Koblenz, dan lanjut dengan kereta menuju Cologne. Saat kami berada dalam kereta api, sempat terjadi hujan deras dan angin kencang sebentar.

Sampai di Remagen, kota kecil tak jauh dari Bonn, ada pemberitahuan bahwa dikarenakan suatu bencana alam, kereta tak bisa terus. Berhenti di Remagen dalam waktu yang belum bisa ditentukan. Hari sudah menunjukkan sekitar pukul tiga waktu itu. Para supporter Jerman yang hendak menonton sepak bola bareng mulai gelisah. Belum ada pemberitahuan memuaskan dari pihak Deutsche Bahn (perusahaan kereta api Jerman) tentang bagaimana nasib kami sebagai penumpang selanjutnya.

Menunggu beberapa lama, katanya akan ada bus yang mengangkut kami ke arah Bonn. Kami turun. Bergerombol dengan ratusan penumpang lain menunggu bus yang dijanjikan. Sebagian memilih melanjutkan perjalanan dengan taksi. Atau dijemput oleh kerabat masing-masing. Sebagian lain tampak menuju pusat kota. Entah mencari kafe atau tempat nonton bareng lainnya.

Seperempat jam lebih tanpa kejelasan, seorang dari rombongan kami mencari informasi lagi ke petugas. Katanya, belum ada kabar kapan bus pengganti bakal datang. Namun kereta yang kami naiki sebelumnya, akan kembali menuju kota Koblenz. Kami putuskan untuk kembali. Di Koblenz, kami bisa mencari tempat nonton bareng sembari mengisi perut.

Setelah perut kenyang dan perasaan bahagia atas kemenangan 4-0 Jerman atas Argentina, kami kembali ke stasiun. Kali ini kami pilih kereta menuju Bonn dengan rute berbeda. Tak lewat Remagen. Namun yang lewat Neuwied, Koenigswinter, dan seterusnya. Kereta berangkat tepat waktu. Kami senang membayangkan bahwa perjalanan pulang bakal lancar-lancar saja. Sampai kemudian petugas memberitahu bahwa kami harus turun di Unkel. Untuk kemudian diangkut dengan bus pengganti. Jalur kereta api Unkel – Bad Honnef terputus akibat badai tadi mengakibatkan beberapa pohon tumbang ke atas rel. Sungguh tak kami sangka bahwa hujan deras singkat tadi telah membawa banyak kerusakan. Mengakibatkan setidaknya dua jalur kereta api di Rheinland terputus.

Kami menunggu lama di Unkel. Desa kecil yang baru kami kenal namanya. Seorang ibu petugas tak bisa memberi jawaban memuaskan. Membuat banyak penumpang tak sabar. Saat datang bus menuju Bad Honnef datang, kami tak naik. Sebab masih menunggu bus pengganti menuju Cologne. Sebagian lalu memanggil taksi atau dijemput handai taulan mereka. Sehingga hanya tinggal beberapa belas diantara kami. Pukul delapan sore lebih, satu bus datang. Ternyata hanya sampai Bad Honnef. Kami naik. Berharap ada kereta dari Bad Honnef menuju rumah. Dari bus, kami liat banyak ranting dan batang pohon patah. Pohon-pohon bertumbangan. Badai singkat tadi ternyata cukup kuat daya penghancurnya.

Stasiun Bad Honnef didatangi banyak petugas pemadan kebakaran. Lorong bawah tanahnya kebanjiran. Kami menunggu sambil bercanda. Berusaha mengalihkan diri agar tak terlalu bete. Berusaha mendapatkan nilai positif dari semua pengalaman kurang menyenangkan hari ini. Bahwa, manusia tetaplah manusia. Tak ada satu teknologi buatannya mampu mengalahkan kehendak-Nya.

Kami hanya bisa bersyukur ketika sekitar pukul sembilan sebuah kereta api datang. Membawa kami ke arah Cologne, sebelum sampai di rumah.

Leave a Reply

%d bloggers like this: