Bangun pagi, kaki ini masih pegal-pegal. Tapi kami paksakan bangun, mandi pagi. Kamar mandinya bersih dan air panasnya mengucur deras. Badan segar dan kepenatan berkurang setelahnya.
Kami meminjam teko listrik di resepsionis untuk menyeduh mie instan dan teh celup. Itulah sarapan kami pagi itu.
Tepat pukul sepuluh pagi, kami berempat telah berada di depan loket resepsionis, mengembalikan kunci penginapan, dan mengucapkan selamat tinggal mbak resepsionis dan bapak penjaga kunci. Syukurlah hari Minggu di bulan Oktober itu cuaca cerah serta hangat.
Membawa tas-tas besar, kami berjalan keluar kompleks penginapan. Tujuan awal kami hari ini adalah stasiun pusat Praha (Hlavni Nadrazi). Kami ingin mencari tempat penyimpanan tas di sana. Setelah sempat turun di halte yang salah, kami pun sampai di sana. Stasiun ini berada di tengah sebuah taman besar. Dengan pohon-pohon besar di kedua sisi jalan. Adem dan menyegarkan mata.
Kereta tumpangan kami nantinya ternyata berangkat melalui stasiun lain, Praha Holesovice. Tak mau kehilangan banyak waktu lagi, kami sempat berkonsultasi dengan seorang wanita di sebuah kios informasi wisata sebelum memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu dengan langsung menjelajahi sebagian kota. Dengan menenteng tas besar.
Naik kereta/tram bawah tanah, kami meluncur ke kota tua. Stasiun tram bawah tanah Praha terlihat bersih, baru dan modern. Tak kalah dengan stasiun bawah tanah di Jerman. Demikian pula dengan keretanya yang masih terlihat baru. Hanya ada tiga rute dilalui olehnya.
Sampailah kami di Obecni Dum, gedung bekas balai kota bernuansa biru dan krem di kawasan bernama Nám?stí Republiky . Bangunan ini adalah bekas balai kota, berubah fungsi menjadi restauran dan tempat pameran, konser, maupun konggres. Dia terlihat mencolok sebab keindahan kubah dan gambar mosaik besar tepat di atas pintu masuk kompleks luas gedung ini.
Ribuan wisatawan berkerumun di cincin kota tua. Seperti sedang terjadi demo besar-besaran. Mereka datang dari berbagai bangsa. Di depan balai kota berdiri serombongan turis Jepang, bersama seorang pemandu wisata. Di sudut lain, rombongan turis Korea juga sedang mendengarkan keterangan seorang pemandu. Atau pemandu-pemandu lain sedang mengibarkan bendera sambil berkeliling. Puluhan orang memotret gedung-gedung di sekitar jantung kota tua ini.
Emak berdiri dengan perasaan campur aduk. Antara kagum akan keindahan sekitar, senang, dan bingung melihat sedemikian banyak orang berkumpul. Antusias, Emak memotret semua bangunan di sini. Mulai dari jam astronomi, semua rumah, gereja, gedung-gedung bergaya renaissance, balai kota, patung, hingga pusat souvenir di salah satu sudut.
Memasuki kampung Yahudi di Praha serasa memasuki kota lain di dalam kota. Suasana dan atmosfir berbeda kita rasakan di sini. Kaum Yahudi mulai datang ke Praha di abad kesepuluh masehi. Sinagog tertua berdiri tahun 1250 di kota ini. Dan sejak tahun 1850, kampung Yahudi (Josefov) menjadi salah satu perkampungan resmi di Praha.
Dibandingkan dengan jantung kota tua, perkampungan Yahudi tak terlalu ramai. Orang-orang biasanya berkerumun di dekat sinagog yang bertebaran di kampung ini. Bangunan mereka berbeda dengan bangunan tua Praha lainnya. Warna-warna bangunannya lebih cerah dan berwarna-warni, dengan tulisan berbahasa dan berangka Ibrani. Warni-warni arsitektur Yahudi kami nikmati hingga sampai ke sebuah bangunan besar bernama Rudolfinum, yang sekarang disebut sebagai Rumah Praha. Meski terletak di ujung kampung Yahudi, gedung tua ini ternyata dibangun dengan gaya renaissance baru.
Waku telah hampir menunjukkan pukul empat. Saatnya kami bergegas menuju stasiun Praha holesovice. Kami pun menumpang bus ke halte Narodni divadlo, memandang Karluv most untuk terakhir kali sebelum meninggalkan kota cantik dengan ratusan menara dan belasan jembatan di atas Sungai Moldau ini. Karluv most tetap saja terlihat padat di kejauhan. Menyisakan kenangan tak terlupakan.