#Resensi Der Weg ist das Ziel : Ii

Terima kasih Tengku Syawila Fitri atas ulasannya yang indah. Memang benar, pengalaman masa kecil akan sangat membekas dalam hati dan pikiran kita. Mamaku suka jalan. Jika ada waktu dan rizki lebih, kami sekeluarga dulu liburan ke kota-kota lain di Jawa Timur. Atau ke Bali. Dulu tak umum menginap di hotel. Paling nginapnya di rumah-rumah kerabat atau handai taulan. Senangnya bukan main melihat hal-hal baru. Di sekolah dengan bangga kuceritakan pada teman-teman. Aku masih ingat ekspresi kekaguman mereka saat mendengar cerita tersebut. Padahal baru ke kota-kota di Jatim juga. hehe.

Salah satu yang saya ingat dari masa kecil adalah, ketika kedua orangtua mengajak saya, adik-adik dan beberapa orang teman ke sebuah kota kecil dengan perjalanan sekitar 1,5 jam dari tempat kami tinggal. Sebetulnya, tak ada yang terlalu istimewa dari tempat yang kami kunjungi. Selain melihat bentangan sungai lebar, dan berhenti sejenak untuk acara makan-makan. Tapi perjalanan itu masih membekas di pikiran saya, termasuk ingatan akan komentar seseorang ke ayahanda, “Bawa rombongan dari TK mana, Pak?”
Kebersamaan. Menikmati suatu momen bersama orang-orang yang dikasihi. Itu lah yang sepertinya membuat saya masih mengingat pertanyaan si Om tentang rombongan kami. Sama seperti ingatan-ingatan lain yang masih melekat dalam beberapa perjalanan saya bersama orang tua.

Membaca kisah Keluarga Pelancong, bahkan untuk yang ke dua kalinya, tak hanya tentang mendapat deretan pengalaman mengunjungi suatu tempat ke tempat lainnya-dan membuat saya ngiler plus berharap agar juga mendapat kesempatan untuk berkunjung ke tempat tempat itu- tapi juga membangkitkan ingatan tentang kebersamaan bersama orang tua. Sebuah ingatan yang menyesap di hati, menetap dan tetap menggembirakan hingga saat ini.

Meskipun cerita seputar pengalaman membawa anak-anak melancong tidak mendapat porsi sebanyak yang saya harapkan- dan semoga Emak Pelancong sudi berbagi tentang itu di buku selanjutnya-tapi saya masih bisa mengingatkan diri kembali. Bahwa mengajak anak-anak melakukan sebuah perjalanan, dengan segala kehebohannya, bukanlah persoalan rumit sebagaimana yang sering saya dengar dari banyak orang dan mungkin akan saya ucapkan ketika saya memiliki anak sendiri kelak. Karena Keluarga Pelancong membuktikan, bahwa segala ketidaknyamanan-resiko dan konsekuensi- perjalanan ternyata tak membuat daftar tempat yang ingin di tuju menjadi terhenti.

Karena, perjalanan itu seperti candu. Dan kebersamaan adalah perekat kuat dari candu tersebut

*Saya tak bisa membayangkan, ada berapa banyak penggalan ingatan yang akan melekat di pikiran dan hati si Embak dan Adik, anak-anak dalam keluarga pelancong ini. Semoga mereka juga mau ikut berbagi

2 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: