Ini sambungan kisah di Willingen sebelumnya. Keluarga Pelancong bahkan sudah ke Willingen untuk kedua kalinya. Cerita kunjungan kedua Emak rangkum sekalian di sini.
Bapak dan anak-anak langsung menjajal sessellift. Lift khusus ski berkapasitas 6 orang sekali angkut. Bangku pengangkutnya banyak dan tinggi. Mengangkut pemain ski dan snowboard hingga ke atas bukit di Ritzhagen. Tempat duduknya menggantung tinggi, puluhan meter di atas permukaan tanah.
Emak yang masih anak bawang dalam olah raga ski, pergi ke lintasan untuk pemula. Permukaannya lumayan landai. Ada eskalator khusus buat naik. Lintasan untuk belajar dan eskalator ski di Ritzhagen ini kami perhatikan, paling panjang dibanding eskalator ski lainnya di Willingen. Kalau gak salah ada 7 eskalator ski di kompleks ini. Makanya waktu ke Willingen kedua kalinya, kami pilih bermain di Ritzhagen lagi.
Hari itu cuaca sangat cerah. Namun sudah beberapa hari tak turun salju. Salju di pusat olah raga ski Willingen adalah salju lama. Tebalnya, menurut informasi di internet, sekitar 60 cm. Sudah berbentuk pasir. Buat pemula seperti kami, jenis salju ini agak susah. Salju pun ada macamnya. Emak pernah membaca tentang leksikon salju. Ada lebih dari sepuluh jenis salju yang dikenal. Wuih. Benar-benar Dia Yang Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu. Salju-salju ini punya sifat berbeda.
Salju pasir sangat licin. Bapak dan anak-anak berkali jatuh. Awalnya kami kira karena peralatan ski kami baru di-waxing. Ternyata pengaruh dari pasir salju juga.
Sebab resor ini sedang-ramai-ramainya, kalau mau naik lift atau eskalator kudu mengantri. Tidak lama sih, sekitar 5-10 menit sekali antri. Jadi urutannya: antri – naik lift – meluncur – antri lagi, dst.
Sabtu pertama di Ritzhagen, banyak sekali orang sedang kursus ski. Mulai anak-anak sampai orang usia lanjut. Emak kagum juga melihat senior berusi 50-60 tahunan baru mulai belajar ski. Belajar, termasuk olah raga ski, tak mengenal usia. Yang penting badan masih fit.
Emak suka melihat para pelatih ski. Mereka mengajarnya, sambil meluncur muncur. Emak mau ke depan aja ketar-ketir. Apalagi mundur. Wuihhh. Masih jauh kami ke tahap itu. Anak-anak, Emak perhatikan, karena sepertinya belum mengenal takut jatuh, mereka lebih cepat belajarnya. Berkali Emak perhatikan mereka meluncur sambil memegang bola salju. Rupanya selama meluncur, bola salju tak boleh jatuh dari tangan mereka.
Sedikit informasi mengenai Ski arena Willingen, nih. Ia terdiri dari 16 lift dan eskalator. Diperuntukkan bagi anak-anak, pemula, dan mereka yang sudah mahir.
Agar bisa menggunakan lift dan eskalator ski, kita harus memiliki tiket. Harga tiket anak dan dewasa berbeda. Ada banyak pilihan tiket. Ada tiket harian, berlaku mulai buka – tutup. Di Willingen, artinya mulai pukul setengah sembilan pagi sampai setengah lima sore. Ada tiket mulai jam 11. Ada yang berlaku pagi sampai jam 1 siang. Ada tiket berlaku mulai jam 1 siang hingga tutup. Jika tak mau beli tiket harian, beli sistem poin. Seperti Emak. Beli 60 poin, 20 euro. Sekali naik eskalator, potong 3 poin. Kalau naik Sessellift, 7 poin. Mulai jam 1 sampai tutup Emak sempat menggunakan eskalator 13 kali.
Mulanya Emak agak takut memakainya. Emak perhatikan dulu bagaimana orang naik eskalator. Bisa pula naik dengan papan ski masih menempel ke sepatu. Masih takut, Emak copot dulu papannya. Lalu jalan kaki hingga ke depan eskalator. Saat ramai, gak boleh asal naik. Ada rambu-rambu lalu lintas merah dan hijau. Setelah orang naik, lampu merah menyala. Menunggu beberapa saat, terdengat bunyai, titttt, lampu hijau nyala. Artinya orang berikutnya boleh naik eskalator.
Eskalatornya gak kencang. Tak menakutkan bagi Emak. Setelah enam kali naik turun, Emak beranikan diri naik sekalian dengan papan ski. Alhamdulillah tiada drama. Lancar-lancar saja.
Emak meneruskan belajar meluncur sendiri. Masih sering snow plough. Sesekali belajar meluncur paralel jika lintasan sedang sepi. Slalom mulai lancar. Minggu kedua, Emak sudah bisa mengubah arah sesuka hati. Dua minggu berturut-turut belajar, Emak merasa ada perkembangan signifikan. Rasa takut meluncur mulai berkurang.
“Mami sudah agak kencang meluncurnya,” komentar Bapak, Embak dan Adik.
***
Kedua kali ke Willingen, mainnya jauh lebih asyik. Sudah kenal medan, persiapan kami lebih matang. Berangkat di rumah pagi-pagi, langsung ke Ritzhagen. Sampai setengah sebelas. Terus siap-siap. Kami beli tiket harian. Berlaku mulai pukul 11. Emak pertamanya pengen beli poin isi ulang lagi. Kata Bapak, mending beli harian ajah, Biar puas mainnya.
Cuacanya agak mendung dan berangin. Namun lebih hangat. Kata perkiraan cuaca, sampai 7°C. Kami bahkan sudah cemas, salju mulai mencair. Melihat suasana resor ski masih diselimuti bubuk putih, kami lega. Kekhawatiran kami tiada beralasan. Bahkan kami perhatikan kualitas saljunya lebih bagus dibanding minggu sebelumnya. Teksturnya lebih halus.
Cuaca hangat, hamparan salju halus, dan suasana lebih sepi di sini. Benar-benar Traumhaft schön, kata orang Jerman. Emak masih berkutat di lintasan sebelah eskalator. Pengikut kursus juga tak banyak. Kami hampir-hampir tak perlu mengantri buat anaik lift. Puas banget, deh. Entah berapa kali Emak naik eskalator. Mungkin lebih dari 30 kali.
Usai makan siang, Emak memberanikan diri naik lift ski duduk. Menggantung tinggi di atas sana. Serem banget melihat ke bawah. Pas mau turun ini terjadi masalah. Bapak sudah bilang, ayo berdiri. Eh, Emak belum ngeh, gak siap berdiri. Sementara bangku lift terus bergerak berputar. Tidak siap, Emak langsung jatuh di depannya.
“Ati-ati, ada orang di belakang!” kata Bapak. Masih dalam posisi duduk di atas salju, Emak ngesot ke samping. Biar tak menganggu pemain ski di belakang. Bete, tapi gak bisa tahan ketawa.
Dari puncak bukit, takut kembali menyerang. Kalau dari bawah, lintasannya terlihat tak terlalu terjal, dari atas sebaliknya. Kaki Emak langsung gemetaran. Berani, nggak? Berani, nggak?
“Pelan-pelan aja, Mi. Ambil slalom panjang,” kata Embak.
“Kamu meluncur ke arah sana dulu, agak landai!” pinta Bapak.
Emak turuti. Meluncur ke kiri. Aman, gak jatuh. Selanjutnya, sampai di bagian paling terjal dan tidak rata. Di daerah sini, orang sering jatuh. Emak gamang. Mau copot papan ski, lanjut jalan kaki ke bawah. Atau terus bertahan. Emak pilih kedua. Kalau takut terus dipelihara, kapan bisanya, nih?
Emak meluncur pelan-pelan. Slalom. Sambil tolah-toleh ke belakang. Menghindari tabrakan. Kaki pegal, tegang, gemetar.
“Aku berani! Aku berani!” rapalan mantra Emak. Pelan-pelan, sampai juga akhirnya di lembah. Anak-anak dan Bapak sudah bolak-balik meluncur untuk ketiga kalinya. Emak baru sampai. Alhamdulillah gak jatuh.
Setelahnya Emak gak mau naik hingga puncak bukit. Mending melancarkan diri di lintasan belajar ini dulu. Jika sudah pede, baru ke lintasan lebih panjang, terjal, dan sulit. In shaa Allah.
*ngikik* mbak, mbayangno sampeyon ngesot. iling iling aku nek mlaku nang salju, pelan pelan karo nahan ben ora tibo. BUK! .
Subhanallah, Baru tahu mbak. ternyata ada macam macam Salju ya. Tak kiro salju iku wis podo wae.
Biarpun sempet ngesot, kayaknya seru banget ya, ir. Jd pengen nyoba euy…
Aaahh kalau bacaaaa yg beginiaann kebayang adeeeemmmnyaaa… Btw licin banget nggak sih mba ira? ^_^
@Zulfa: Hihihihi… yoiii, onok videone. Tapi isin lah arep diposting….
Pas aku nang Helsinki, suhune minus belasan. Trotoar2 wes dadi es. Lunyu banget. Mlaku biasa rasanya koyo belajar ice skating. Eh, ladalah, wong2 Helsinki malah asyik jogging. ckckckck…
@Mbak Rosi: ayo dicoba, Mbak. Aku sekarang sedang dalam tahap ketagihan. hehehehe.
@Ima: Kalau pakai papan ski, apalagi awal2, kerasa banget licinnya. Di situ kita belajar menyeimbangkan tubuh. Agar gak kepleset.
Pegel mbak nahan mlaku nang es. Won kono wis kulino ket cilik, dadi wis santai jogging. Padahal yo aku wis pakai septu boot khusus, sik pancet tibo, hehehe
Hwaaaa….salju…salju….anak saya kepengen banget megang salju Mbak. Bahkan menggambar Gunung Semeru saja di atasnya dibuat lelehan salju. Kasihan 😀 doain semoga kami bisa bertemu salju 😀
Kalau lihat di Tv kayak gampang banget ya main ski tuh,,ternyata awalnya susah juga ya