Sempat sehari mengunjungi negara sebelah, yakni Republik San Marino, di hari terakhir kami di Rimini, yakni hari keempat, kami manfaatkan untuk jalan-jalan santai saja. Sambil menghabiskan waktu sebelum balik ke bandara malam harinya.
Hari itu, kami ingin ke Ponte di Tiberio, sebuah jembatan kuno yang sudah dibangun di jaman Romawi Kuno. Di hari pertama pengembaraan di Rimini, kami tak memperhatikan. Baru sadar ketika mencari souvenir. Banyak foto jembatan ini di kartu pos.
Dan meski sudah berusaha meneliti dan mengunjungi semua atraksi wisata kota satu persatu, tetap saja yang ketinggalan. Kami melewatkan Tempio Malatestiano, atau Malatesta Temple. Sigismondo Malatesta mengubah sebuah gereja untuk digunakan sebagai kuburan dia dan istri keempatnya, Isotta di abad 15 masehi. Kami pikir, karena ada Sigismondo-nya, sudah satu komplek dengan Kastil Sigismondo.
Jam sepuluh pagi, kami sudah harus keluar hotel. Bapak ingin menitipkan ransel terlebih dahulu. Akan tetapi, daripada ribet harus kembali lagi ke hotel sebelum ke bandara, ide tersebut urung dilakukan. Mau tak mau kami membawa tas yang cukup berat. Apalagi hari itu, hampir semuanya dilakukan dengan berjalan kaki. Emak memang berbelanja beberapa barang saat di San Marino. Untung Bapak mengingatkan. Jika tidak, Emak pasti sudah berbelanja lebih banyak lagi. hehehe.
Cuaca alhamdulillah tak terlalu dingin dan tidak hujan. Alhamdulillah. Kami kembali lagi berjalan ke arah pusat kota. Menyusuri Corso di Augusto sebelum sampai di Ponte di Tiberio. Agar enak memotret jembatan, kami ke taman di sebelahnya, Parco XXV Aprile. Ponte di Tiberio merupakan batas akhir Marecchia yang mengalir ke arah Porto Canale. Jadi saluran ini tak berbentuk sebuah sungai. Melainkan saluran khusus yang dibuat agar kapal-kapal bisa masuk dan berlabuh.
Ada pagar pembatas antara kanal dan taman. Tapi sisa-sisa air menggenangi beberapa bagian dan bau. Taman ini pun sepi. Satu dua orang lewat sambil jogging atau menuntun anjing. Anak-anak berlarian di taman, sementara Bapak mengambil beberapa foto. Emak duduk-duduk memperhatikan sekitar. Jembatan tua ini terlihat sangat kuat walau umurnya ribuan tahun. Tak sebagus di dalam kartu pos, akan tetapi Emak kagum akan kehebatan konstruksi bangsa Romawi kuno.
Siangnya setelah mengisi perut, kami ke pantai lagi. Anak-anak ingin maen pasir dahulu sebelum pulang. Si Embak ingin mandi di laut sebenarnya. Tak mungkin, air dan suhu udara sudah turun. Bukan cuaca ideal untuk mandi di sana. Sekali lagi, pantai dipenuhi orang berselancar atau main layang-layang. Tampaknya mereka senang sebab tak banyak gangguan di pantai sepi. Satu pemandangan membuat kami terperanjat. Ada sepasang nenek-nenek mandi di laut memakai bikini. Nekat sekali. Walau tak lama mereka mandi, tatap saja. Memabayangkan saja Emak sudah menggigil kedinginan.
Sisa waktu kami manfaatkan untuk berfoto keluarga. Berjalan ke arah stasiun kereta api, dimana kami akan naik bus menuju bandara, kami sempat lewat the Grand Hotel, sebuah hotel negah yang berubah fungsi menjadi museum serta taman indah, Taman Federico Fellini. Di musim panas, konon taman ini tak pernah sepi pengunjung. Hampir setiap minggu ada konser musik atau pertujukan lain. Adem sekali lalu disini, di bwah rindangnya pepohonan. Di sebuah air muncrat, sekumpulan orang tua duduk duduk di bangku di sekeliling kolam. Air muncratnya ditumpu oleh patung empat kuda. Para manula tersebut cuek saat kami lewat. Dengan seru mereka tetap bercanda, mungkin sedang nostalgia masa lalu.
Di sinilah perjalanan kami di kota ini nyaris berhasil. Sebelum menangkap sebuah bus menuju bandara di halte seberang stasiun. Sebenarnya masih ada 6 jam-an sebelum pesawat bertoalk kembali ke Jerman. Tapi kami sudah lelah. Ingin duduk-duduk tenang saja di bandara kecil Rimini.