Musim dingin mulai menyapa seiring semakin rendahnya suhu udara di belahan bumi utara. Salju mulai meluncur deras di minggu-minggu terakhir bulan November. Banyak yang menyambutnya dengan suka. Anak-anak terutama. Mereka sudah membayangkan indahnya perosotan diatas salju atau perang bola salju. Jika ada yang memasang status di jejaring sosial tentang derasnya salju, banyak yang berkomentar, bahwa sungguh enak bisa hidu di negara bersalju.
Namun gambaran indahnya salju tak selamanya benar adanya. Di satu sisi, beberapa pihak gembira. Daerah wisata musim dingin misalnya. Pasti senang bila salju datang. Wisatawan bakal bertambah. Namun tak sedikit pula yang tak suka bahkan menggerutu setiap kali salju datang.
Ketika salju turun dengan derasnya beberapa minggu lalu, lalu lintas menjadi kacau. Kecelakaan banyak terjadi akibat jalan licin. Kemacetan jadi tak terhindarkan. Di jalanan tol sekalipun. Banyak pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan menjadi macet atau terganggu. Jalanan pun tertutup salju tebal. mengharuskan pemilik rumah dan bangunan untuk turut membersihkan sebagian jalan agar para pejalan tak gampang terpeleset. Banyak orang menjadi telat sampai di tempat kerja. Lebih jauh, tak sedikit pula orang depresi di musim dingin. Mereka menjadi lebih emosional. Konon, hal ini disebabkan oleh kurangnya sinar matari diserap oleh tubuh. Jadi, turunnya salju tak selalu indah bagi setiap orang.