(dari sini )
Kami berwisata kuliner setelah salat dhuhur di masjid DPR di pusat kota. Menu wajib yang disarankan Mbak Ninik adalah ikan selais. Gagal mencoba menu di Pondok Ikan Selais, kami makan di Pondok Yurika. Aihhh, cerita makan-makannya sepertinya mesti ditulis di edisi khusus wisata kuliner, nih.
Tepat saat waktu ashar tiba, kami masuk di kota tua. Salat di masjid bersejarah, Masjid Raya di Senapelan. Sayangnya sedang direnovasi. Kami memotret di luar gerbang. Tepat di sebelah masjid, ada tempat bersejarah lain, yakni kompleks makam Marhum Pekan.
Pekanbaru dulunya merupakan bagian dari Kerajaan Siak Sri Indrapura, sebuah Kerajaan Melayu Islam. Pusatnya di Kabupaten Siak sekarang. Sultan Siak ke 4, Sultan Abdul Jalil Alamudin Syah atau Sultan Alam menetap di Senapelan. Beliaulah yang berinisiatif membangun sebuah pekan. Inisiatif yang baru terealisasi oleh putranya, Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazzam Syah (Sultan Siak ke-5). Di bangun di daerah pelabuhan Pekanbaru sekarang.
Pekanbaru makin ramai. Namanya bahkan menggantikan nama Senapelan. Kota ini resmi menggantikan Tanjung Pinang sebagai ibukota Propinsi Riau pada Januari 1959.
Di kompleks makam Marhum Pekan ini mendiang sultan ke-4 dan ke-5 dimakamkan. Juga anak menantu dan keluarganya. Di luar bangunan makam terdapat makam syahbandar serta kerabat sultan lainnya. Kompleks tersebut tutup dan sepi. Di bagian depan ada spanduk berisi informasi. Serta sebuah nomor telefon yang bisa dihubungi bagi mereka yang tertarik masuk ke dalam bangunan makam beralas marmer tersebut.
Perjalanan lanjut ke pasar turis. Sebutan lain Pasar Bawah. Terkenal sebab konon di sinilah para turis pengunjung Pekanbaru membeli oleh-oleh. Ramai sekali di sini. Bagian dalamnya sempit dan padat. Tak beda dengan pasar tradisional tanah air lainnya. Bermacam songket, aksesoris, alat elektronik, peralatan dapur, dan makanan impor dari negeri jiran. Kami lewat di antara tumpukan ikan selais di lantai dasar. Masuk pasar tradisional selalu membawa sensasi tersendiri. Rupa-rupa dagangan, rupa-rupa penjual, rupa-rupa bau aduhai.
Di daerah pecinan, daerah tertua di Pekanbaru, kami sempat berdiskusi tentang kota tua Eropa. membandingkan kota tua Eropa yang hampir selalu jadi obyek wisata andalan, kami membayangkan hal sama terjadi di sini. Emak perhatikan, daerah pecinan ini unik dan bisa dijual sebagai obyek wisata. Mungkin suatu saat nanti bakal terjadi. Wallahualam.
Dari Jalan Ring Road, kami mencuri lihat sebagian Sungai Siak. Sungai terdalam di Indonesia ini sesekali menjadi musibah bagi warga sekitarnya. “Perhatikan garis pekat di rumah-rumah kayu itu. Tanda bekas banjir setinggi apa,” ujar Mbak Ninik. Menuju Rumbai, banyak sekali pengrajin rotan. Sedangkan Rumbai adalah kawasan eksklusif, tak bisa kami masuki tanpa ijin.
[…] (bersambung) […]