Ketika, mudik terakhir kemarin, jadwal kunjungan keluarga kami sangatlah padat. Terbang dari Jerman ke Jakarta. Dilanjutkan berturut – turut menuju Pekanbaru, Kuala Lumpur, Surabaya, Jember, Cilegon. Lalu kembali lagi ke Jakarta sebelum terbang kembali ke Jerman. Melelahkan sekaligus menyenangkan.
Dari Jember menuju Cilegon, kami pikir bakal ribet jika kami menggunakan pesawat. Tak praktis. Kami mesti naik kendaraan darat dari Jember menuju Surabaya. Dari bandara Cengkareng naik bus kota menuju terminal Kalideres atau Kampung Rambutan. Baru naik bus lagi ke Cilegon. Membawa kopor-kopor besar dan dua anak, kami bayangkan perjalanan kami bakal heboh. Selain itu, bakal sangat mahal dan capek naik turun kendaraan.
Pilihan kemudian jatuh pada kendaraan darat, bus. Harga tiketnya mungkin sama dengan tiket sekali jalan Surabaya – Jakarta. Waktu tempuhnya pun lumayan lama, sekitar 24 jam. Namun kami tak perlu naik turun kendaraan. Ada dua pilihan diantara banyak perusahaan bus. Lorena dan Pahala Kencana. Lainnya, kami belum punya pengalaman menaikinya. Namun sayangnya Pahala Kencana hanya berkendara hingga Jakarta. Dari sana mesti disambung bus lagi. Sedangkan bus antar kota antar propinsi arah Sumatera milik Lorena bisa turun di Merak. Cilegon – Merak hanya beberapa kilometer saja. Kami pilih ini.
Perjalanan panjang kami dimulai pukul 12 siang. Besok jam dua-an bus sampai di Merak, kata seorang petugas. Dengan catatan, perjalanannya lancar.
Bus melaju tepat waktu dari pool depan terminal utama Jember. Tak banyak penumpangnya. Hanya ada sedikit tambahan di Probolinggo dan Tuban. Karena tujuannya ke Lampung, sebagian besar penumpang memang bertujuan ke sana. Ke kota Tulangbawang, kata sebagian mereka. Kami membeli tiga tiket agar tak perlu memangku Embak dan bisa berisitirahat dengan nyaman dalam bus.
Dari luar, penampakan busnya masih terlihat bagus. Meski tak terbilang baru. Interiornya pun cukup bagus. Kursinya bisa dipanjangkan sehingga kaki bisa selonjor. Masing-masing penumpang mendapat pinjaman satu selimut. Mesin pendinginnya terlalu dingin bagi kami yang tak terbiasa menggunakan AC. Sedangkan yang lain tampak tak terlalu kedinginan seperti kami.
Alhamdulillah perjalanan lancar dari awal. Kami hampir tak terjebak kemacetan. Hanya bus terkadang merambat pelan ketika berada di jalur ramai, seperti di daerah Porong atau ketika sedang ada perbaikan jalan dan jembatan. Jatah makan sekali disajikan di sebuah restauran di Tuban. Menunya standar. Teh tawar hangat, nasi, ayam bumbu kecap dan tumis sayuran. Karena membawa bekal dari rumah, kami minta dibungkus saja. Lumayan untuk sarapan keesokan harinya.
Embak dan Adik bisa tidur dengan enak dalam bus. Kami berdua pun cukup banyak tertidur. Walau sesekali mata melek ketika bus berhenti di beberapa kota di Jawa Tengah untuk menaikturunkan barang titipan orang. Para penumpang yang sebelumnya saling bercerita pun tertidur ketika hari menjelang malam. Di malam hari, rasanya semakin dingin saja di dalam bus.
Subuh, bus berhenti sekali lagi di sebuah rumah makan di Cirebon. Mempersilakan para penumpang sholat subuh dan sarapan. Meski kali ini harus membayar sendiri.
Dalam perjalanan menuju Jakarta, berkali bus dimasuki pedagang. Dodol garut, boneka, makanan minuman ringan mereka jajakan. Sepanjang jalan, gambaran pulau Jawa yang makin padat terlihat jelas. Hampir sepanjang jalan kami lewati rumah dan toko. Jarang ada tanah lapang. Apalagi hutan. Beberapa potret kemiskinan. Juga pajangan simbol-simbol kekayaan.
Perjalanan lancar hingga sampai Merak. Bus bahkan tiba sejam lebih awal dibanding perkiraan. Syukurlah. Satu perjalanan panjang berakhir menyenangkan.
ini postingan taun 2009, sampai sekarang pun pilihan transportasi darat dari jember ke arah ujung barat pulau jawa masih tetep sama, masih sangat terbatas, hehehe.