Walaupun meminjam satu buku panduan tentang Bosnia-Herzegovina, Emak belum sempat membacanya sebelum berangkat. Hanya sempat membaca beberapa artikel di blog orang atau situs informasi wisata. Di salah satu blog, juga dari Retno serta suaminya, Emak mendapatkan informasi tentang beberapa destinasi wisata di sekitar Mostar. Sebuah blog bahkan menyarankan untuk ikut tur atau menyewa taksi sendiri. Satu taksi, sekitar 60 euro untuk mengunjungi 3-4 obyek wisata. Itu harga pertengahan tahun 2012.
Di apartemen kami, ada kumpulan informasi tur oleh sebuah agen perjalanan. Ada bermacam tur ditawarkan. Untuk mengunjungi Blagaj, Pocitelj, Kravice dan Medugorje seperti yang ingin kami lakukan ongkosnya 30 euro per orang. Selama kurang lebih 5 jam. Kami berenam, 180 euro. Terlalu mahal. Dengan modal nekad dan hape bermuatan googlemaps punya Lia, bismillah, kami lakukan tur kami sendiri. Hari itu hujan. Bakal seharian, kata ramalan. Kami membawa payung.
Blagaj
Hanya sekira 12 km dari Mostar. Sempat kesasar, sebab Bapak salah mengambil belokan. Lalu salah kira, parkir jauh dari lokasi. Ternyata bisa parkir lebih dekat, bayar 2 Km. Tujuan kami adalah dervish tekke dan mata air Sungai Buna. Sebelah-sebelahan. Hujan dan angin kencang sedikit menghambat. Emak tak bebas memotret jika sembari memeluk payung.
Sungai Buna mengalir deras dari sebuah gua, di kaki gunung, entah Emak belum tahu namanya. Airnya kehijauan. Di dekatnya sebuah kaskada terbentuk, sekitar setengah meter tingginya. Ada start point kano di dekat jembatan. Sebuah tempat pengembangbiakan ikan tak jauh dari hulu. Beberapa restoran tetap buka walau Emak hanya melihat sedikit sekali pengunjung selain kami. Mungkin di musim lebih hangat ia ramai dikunjungi orang.
Dervish Tekke dibangun menempel di tebing batu gunung. Bahannya dari batu dan kayu. Ada toko suvenir di bagian depan. Masuk museumnya gratis. Mbak-mbak berkerudung menjaga tempat tersebut. Di dalamnya juga ada resto halal. Dibanding Galata Mevlevihanesi di Istanbul, tempat ini terlihat mungil. Tak ada aula bundar tempat melakukan Sema. Mungkin mereka memanfaatkan ruang-ruang di dalam. Selain memiliki masjid, tempat zikir, dulunya di tempat tersebut disediakan penginapan buat para musafir. Khusus para lelaki, tentunya.
Pocitelj
Retnolah yang pertama kali memberikan informasi mengenai kota mungil ini. „Indah, Mbak. Dulu tempat penggede dan vila-vila peristirahatan di zaman Turki Usmani.“
Tak jauh dari Mostar, kami singgahi saja. Sempat bingung mau masuk kota. Jalanannya terbuat dari batu dan sempit. Seekor anjing menggonggong menyambut kedatangan kami. Salah mengambil jalan, kami keluar lagi. Muter, masuk lewat jalan kelur. Terus naik ke jalan beraspal tiga meteran, cukup buat satu mobil. Bapak harus minggir ke halaman orang ketika sebuah mobil datang dari arah berlawanan. Jalan sempit mendaki ini membuat seram. Sebagian sisinya mirip jurang.
Kami parkir dekat sebuah kastil tua. Pocitelj dikeliling tembok, sebuah kota dalam benteng. Mirip kota-kota abad pertengahan Eropa. Gerimis menderas. Berhenti sesekali. Hanya kami turis hari itu. Lia menemukan spot bagus untuk berfoto. Satu sisi konstruksi batu kastil tua. Di bawah sana liukan Sungai Neretva. Kami foto bareng. Angin kencang hampir membuat tripod Lia ambruk. Untung tertangkap tangan pada waktunya. Emak dan Bapak berjalan kaki ke arah masjid di bawah sana. Sepayung berdua. Asyik juga. Ketika Emak memotret ada pemegang payung sehingga kamera tak basah. Satu-satunya masjid Pocitelj sedang tutup. Kami salat di bagian luar yang masih beratap.
Kelaparan, kami mengetuk pintu Resto Han. Alhamdulillah buka. Sehingga bisa mencicipi aneka daging dan ikan Sungai Neretva bakar. Nikmat!
Air Terjun Kravice
Hari sudah agak sore ketika kami selesai makan dan bertolak menuju Kravice, salah satu air terjun terindah di Bosnia-Herzegovina. Sebelumnya Lia sudah menandai lokasinya di hape. Kami yakin, tak bakal terjadi masalah. Berkilo meter kemudian, kami masuk ke jalan kecil. Beraspal. Di daerah Trebizat. Kami melihat sungai Trebizat mengalir, membentuk empat kaskada. Dari mobil, tak jelas terlihat karena tertutup pepohonan. Tak kelihatan air terjun tinggi dan lebar seperti foto-foto di internet.
„Kayaknya memang ini tempatnya. Tapi kok air terjunnya jauh dari bayangan, yah? Pendek dan kecil.“
„Mungkin kita salah.“
„Tapi ini tempat yang ditunjukkan oleh googlemaps.“
Kami putuskan mengikuti jalan mendaki. Makin ragu, sebab jalan tersebut menjauhi sungai. Di sebuah desa, Bapak bertanya ke seorang tua yang sedang sibuk berkebun. Bingung menggunakan bahasa inggris, eh si Bapak tua malah lancar berbahasa Jerman dialek Bayern.
„Balik arah ke jalan utama, terus ke arah Ljubuski. Cari belokan Kravice. Air terjunnya ada di ujung jalan,“ Bapak menirukan Bapak tua berdialek Bayern.
Tepat sekali petunjuknya. Keluar mobil, suara deras air terjun terdengar jelas. „Yes!“
Senja mulai menyapa. Awalnya kami mau memotret dari atas saja. Kravice terlihat menawan. Tak puas, kami pun menuruni tangga agas bisa mengambil foto-fotonya dari dekat.
Medugorje
Adalah tempat ziarah umat Katolik yang terkenal di wilayah ini. Konon ada penampakan Maria di tahun 90-an. Disaksikan beberapa orang. Sejak saat itu, ia jadi ramai. Sejalur dengan arah balik ke Mostar, kami putuskan melihat sejenak di dalam kota.
Beberapa petunjuknya tidak jelas. Di hari natal, Medugorje tak kelihatan sepi. Banyak toko suvenir masih buka di malam hari. Bus-bus besar sesekali lewat. Patung Maria terletak di bahu sebuah bukit. Dikelilingi barisan lampu. Terlihat dari kejauhan.