Seru-Seruan di Hellenthal

Manusia salju HellenthalYaks, keluarga pelancong ke Hellenthal lagi. Sebenernya malah ingin ke Winterberg. Nggak jadi. Agak malas menempuh perjalanan relatif panjang. Dua setengah sampai tiga jam sekali jalan.

“Coba kalau Winterberg-nya lebih deket, yah. Satu setengah jam perjalanan ajah dari rumah. Enak kali, yah,” kata Bapak.

Salju turun lagi di desa kami dan sebagian Jerman. Termasuk di Pegunungan Eifel. Hellenthal buka. Sayangnya lift ski-nya lagi rusak. Informasinya bisa dibaca di situs resmi Hellenthal. Emak setengah hati mau pergi. Anak paling kecil di rumah yang pengen banget maen ski. Kami ajak minggu depan, dia agak bete. Ya sutralah, gubrak-gubrak, langsung siap-siap pergi. Hellenthal aja yang deketan dari rumah.

Emak masak nasi, nyiapin bekal. Bapak memasukkan alat ski, sarung tangan, menyiapkan anak-anak. Semua persiapan selesai kurang dari sejam.

Parkiran Weisser Stein, sudah ramai. Semuanya sudah pada tahu kalau lift ski tutup. Yang datang pada bawa schlitten doang. Kebanyakan keluarga dengan anak-anak kecil. Mungkin mereka aneh melihat kami bopong-bopong papan ski dan perlengkapannya. hehe. *pura-pura cuek*

Eh, tempat persewaan alat ski-nya tutup ternyata. Embak belum punya sepatu ski. Gak jadi sewa, deh. Tapi kami bawa satu schlitten kayu. Bapak ama Adik tetep maen, karena mereka punya papan dan sepatu ski. Waktu sampai di track ski, gak rata dong, saljunya. Track khusus ski biasanya diratakan saljunya. Agar lebih licin dan enak buat seluncuran. Emak langsung bete. Yah, gimana Adik mo maen ski dengan nyaman kalau begini? pikir Emak.

Embak dan Emak menuju track schlitten. Di sini lift-nya bekerja seperti biasa. orang sudah ramai meluncur kemudian naik, meluncur lalu naik. Mendaki ke atas bukit, sebagian pakai lift, banyak yang jalan kaki. Senang sekali. jeritan-jeritan ekspresif bersahutan.

Emak agak gamang awalnya. Kalau sudah di lembah nanti, kebayang naiknya gimana. Walau cuma sekitar 200-an meter, kalau mendaki dan bersalju tidak rata, butuh perjuangan dan nafas panjang. Akhirnya kami meluncur setelah disorong seorang Bapak yang melihat kami agak kesulitan meluncur. Gak terlalu kencang. Kedua kaki Emak dalam posisi mengerem. Asyik juga, seh. Kami mendaki, istirahat sebentar, meluncur lagi.

Kami melihat Bapak dan Adik sedang berada di dasar track ski. Beberapa orang main schlitten di track tersebut. Emak ajak Mbak ke sana. Kata Bapak dan Adik, asyik-asyik ajah tuh mereka berdua maen ski walau dasarnya gak rata. “Serasa wild ski, lho!” kata Bapak. Paling agak capek karena naiknya kudu jalan bawa papan ski ke atas. Meluncur, copot papan ski, jalan ke atas pakai sepatu ski nan berat itu, pasang papan, meluncur. Bapak sekalian membawa papan ski milik Adik pas mendaki. Begitu terus hingga mungkin belasan kali banyaknya.

Adik bahkan tak terlalu minat berseluncur dengan schlitten. Dia hanya main sekali, lalu mau pasang papan ski lagi. “Süss,” komentar seorang perempuan muda. Melihat Adik pakai papan ski. Namun adik berkali bete. Menurutku ia meluncur terlalu lambat. Selalu kalah jika adu ama Embak.

Bapak sempat boncengan di schlitten dengan Emak. Serem kalau sama Bapak. Nggak pakai ngerem turunnya. hehehe. Makin siang makin rame. Bahkan ketika kami hendak pulang, masih ada orang berdatangan dan parkiran mobil penuh. Di lembah, orang-orang membuat manusia-manusia salju tinggi besar. Alhamdulilah, hari menyenangkan bagi keluarga pelancong.

One Comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: