Sisi Selatan Dublin

Kastil DublinDiawali drama tentang visa, disambut hujan berhari-hari, perjalanan ke Irlandia diwarnai banyak hal tak terduga. Untunglah Dublin menawarkan penghiburan dengan menyingkap sisi cantiknya kepada keluarga pelancong.

Seminggu sebelum jadwal keberangkatan menuju Irlandia, rasa panik luar biasa menghajar kami. Bagaimana tidak,  kami belum mendapatkan pengembalian paspor dari Kedutaan Irlandia di Jerman. Padahal kami sengaja mengajukan aplikasi 6 minggu sebelum berangkat. Menurut informasi di situs resmi mereka, proses aplikasi visa memakan waktu sekitar 4 minggu. Menelpon tak pernah diangkat. Akhirnya tiga hari sebelum Hari-H, baru saya lega mendapat kepastian diterimanya aplikasi Emak dan keluarga.

Demikian dengan cuaca. Dua minggu sebelumnya, ramalan bilang disana hanya mendung saja. Dua hari sebelum berangkat, ramalannya hujan, hujan dan hujan. Emak pikir yah, paling hujan abal-abal, tak terlalu deras dan terjadi sesekali. Emak pun membawa jas hujan tipis. Tanpa payung dan sepatu boot tahan air.

Kenyataannya hujan sangat deras mengguyur setiap hari. Saking derasnya, pernah semua pakaian hingga yang paling dalam basah. Seperti mandi hujan saja. Di hari terakhir, sesaat sebelum kami meninggalkan negeri Leprecaun ini, matahari bersinar garang. Menyebalkan sekali!

Pusat kota Dublin terbelah oleh Sungai Liffey yang dilalui banyak sekali jembatan. Sungai ini Emak jadikan orientasi, sebab ia membagi jantung kota menjadi North dan Southside. Sebagian besar atraksi wisata terletak di pusat kota. Memudahkan siapa saja menjelajah Dublin dalam waktu singkat. Emak sendiri berkeliling tak dalam satu waktu, melainkan beberapa hari. Diselingi kunjungan ke obyek wisata alam di luar kota.

Southside

Hampir semua penjelajahan ibukota Irlandia ini Emak lakukan sembari jalan kaki. Hanya sekali Emak naik tram ketika kesasar mencari lokasi Museum Guinnes. Peta wisata kota tersedia gratis di penginapan. Dublin kota aman. Pengendara mobil tak ugal-ugalan. Malah pejalan kakinya suka menyeberang jalan sembarangan.

Penulis Irlandia
Oscar Wilde sedang nyengir

Emak memulai penjelajahan di daerah tertua Dublin, yang pernah diduduki oleh bangsa Viking. Salah satu bekas perkampungan Viking ditemukan saat sebuah kantor balai kota di Wood Quay dibangun. Artifak-artifak ditemukan saat penggalian. Lebih jauh mengenai sejarah Viking di Dublin bisa disaksikan di Museum Dublinia, bersebelahan dengan Katedral Christ Church, satu dari tiga gereja terindah di Dublin. Ia pertama kali dibangun oleh seorang raja Viking, Sitric, tahun 1030. Satu sayap gereja menjorok di atas sebuah jalan raya, bersambung dengan bangunan di seberangnya.

Dari sana, Emak berjalan menuruni Jalan St. Patrick untuk menyaksikan keindahan Katedral St. Patrick. Yang satu ini lebih megah, dengan sebuah taman luas di sampingnya. Orang-orang duduk-duduk di atas rumput, anak-anak bermain sepak bola. Padahal cuaca agak dingin dan mendung.

Tak Emak lewatkan kastil Dublin di Castle Street. Satu kompleks besar berdekatan dengan gedung balai kota dan Chester Beatty Library Galleries. Tak seperti kastil tua Eropa yang terlihat kuno dan berkesan spooky, walau sebagian sudah dibangun lebih dari 700 taun lalu, ia terlihat modern. Deretan gedung di satu sisi berwarna cerah. Merah, kuning, hijau, biru. Saya lebih suka memperhatikan taman kastil di depan perpustakaan. Dibatasi oleh tembok batu, rumput taman ditanam dengan pola cantik. Warna-warna merah daun musim gugur makin membuatnya tampak memesona.

Berjalan terus ke arah selatan, Emak melewati banyak tempat makan dan pub khas Irlandia. Kafe-kafenya khas Eropa. Dengan bangku-bangku meluber hingga ke pedestrian area. Grafton Street adalah shopping street utama Dublin. Emak temukan dua taman favorit warga Dublin, St. Stephen’s Green dan Merrion Square. Lumayan ramai orang berada di kedua taman ini. Sekadar duduk-duduk jalan-jalan, bersepeda atau piknik.

Universitas terkenal Irlandia
Kampus bergengsi Irlandia

St. Stephen’s Green bergaya Georgia, gerbang utamanya Fusiliers’ Arch, terbuat dari bebatuan dan berbentuk mirip sebuah candi. Menurut buku panduan, di musim panas sering ada konser dan pertunjukan teater gratis di sini. Merrion Square tak seramai St. Stephen’s Green. Tapi saya memasukinya. Ingin melihat patung Oscar Wilde, satu penulis masyhur Irlandia berpose diatas sebuah batu besar.

Irlandia adalah bangsa pecinta literatur. Empat peraih Nobel Literatur berasal dari negara mungil seluas Sumatera Utara, berpenduduk tak sampai 5 juta jiwa. Nama para penulis diabadikan lewat nama-nama jembatan di atas Liffey. Atau dibuatkan memorial seperti milik Oscar Wilde ini. Tak sulit menemukannya. Orang bergerombol dan berfoto di sekitarnya. Di seberang jalan taman, pilar-pilar pendek memajang quot dari beberapa karyanya. Wilde berkemeja hijau berkerah pink, duduk santai sembari nyengir.

Di antara kedua taman, selain tempat belanja, adalah gedung-gedung cantik bergaya Georgia serta beberapa bangunan penting seperti National Library, National Museum, dan National Gallery. Bekas rumah Oscar Wilde ada di seberang taman.

Trinity College, mulai didirikan tahun 1592 merupakan kampus tertua di Irlandia. Sampai sekarang, ia salah satu universitas terbaik dan favorit negeri ini. Menempati kompleks luas di jantung Dublin, kampus ini juga merupakan salah satu atraksi wisata kota. Para turis berbaur dengan para mahasiswa.

Masuk ke Trinity College serasa masuk dalam sebuah kerajaan masa silam. Gedung-gedung kunonya tinggi dan megah. Disangga pilar-pilar besar berukir. Patung-patung alumni terkenal dibuat sebagai penghormatan. Bram Stoker (penulis Drakula), Jonathan Swift (Gulliver’s Travels) dan Samuel Beckett (Menanti Godot) ada dalam daftar alumninya. Di bagian depan dekat gerbang utama, sekumpulan mahasiswa menawarkan jasa panduan keliling kampus. Setengah jam 10 euro (Sekira Rp. 150.000,-). Mungkin terasa mahal. Jasa ini termasuk masuk ke dalam perpustakaan terkenal Trinity yang menyimpan The Book of Kells. Salah satu buku tertua di dunia, tulisan tangan dari abad kedelapan masehi.

5 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: