Situs Arkeologi Salamis, Siprus

Arkeologi Siprus
Situs kuno Salamis

Perjalanan ke negeri Siprus, sekaligus pulau terbesar ketiga di Lautan Mediterania membawa jutaan pengalaman berharga. Satu pulau dengan dua budaya, dua agama, konflik yang tak kunjung menemui titik temu. Peninggalan-peninggalan antik, kota-kota tua, dan desa-desa tradisional. Reruntuhan kota antik Salamis dan Famagusta di bagian utara pulau adalah salah satu yang tak terlupakan.

Situs Antik Salamis

Taksi tumpangan kami, sebuah mobil Mercedes tua panjang, berbentuk mirip sebuah limousin. Kami naiki dengan suka cita. Bapak sopir berumur lima puluh tahunan berbicara bahasa inggris dengan sangat baik. Beliau bercerita sedikit tentang Famagusta. Kota tua serta pemukiman yang lebih modern. Tak kalah modern dibanding kota-kota Eropa.

Kami minta diantar ke situs arkeologis Salamis terlebih dahulu. Sekitar 6 km sebelah utara Famagusta. Di jamannya, Salamis adalah kota metropolitan di Siprus. Dimana para pedagang Arab, Yunani, dan belahan Eropa lainnya bertemu.

Siprus punya banyak peninggalan arkeologis. Di Siprus selatan kami telah mengunjungi Kourion di Limassol, taman arkeologi dan makam raja-raja di Pafos. Dimensi dan isinya sungguh mencengangkan. Manusia masa silam punya peradaban hebat.

Salamis tak kalah mengagumkan. Tarif masuknya 4,5 euro per orang. Lebih mahal dibanding situs-situs di selatan. Tapi dimensinya memang jauh lebih luar biasa. Hampir 7 km persegi luasnya. Namun dibandingkan situs-situs arkeologi lain di Eropa, ia masih relatif murah.

Tanda-tanda keberadaan kota antik Salamis mulai tampak di abad 11 sebelum masehi. Mulai berkembang di abad 8 SM. Dan tetap menjadi kota terbesar di Siprus saat Romawi kuno menguasai wilayah ini. Salamis juga pernah berada di bawah kekuasaan  kekaisaran Archamenid Persia dan Yunani. Saat itu, Salamis makmur sebab menjadi salah satu pusat perdagangan di sekitar Mediterania. Sayangnya Salamis hanya bertahan hingga abad ketujuh. Ketika para penduduknya melakukan eksodus ke Famagusta.

Sadar bahwa kami tak bisa menjelajah seluruh kompleks dalam waktu kurang dari dua jam, kami  melihat bangunan-bangunan utama saja. Apalagi matahari bersinar dengan galaknya. Untungnya beberapa bangunan istimewa berada tak jauh dari gerbang masuk.

Kompleks luas pertama adalah gymnasium (pusat latihan olah tubuh) dan pemandian. Gymnasium berbentuk segi empat dengan pilar-pilar tinggi di sekelilingnya. Dihiasi patung-patung tanpa kepala. Ada beberapa ruangan di kompleks pemandian. Sebagian sepertinya terletak di bawah tanah. Di brosur disebutkan ruangan-ruangan tersebut dulunya berupa kolam renang, pemandian air panas, ruangan sauna, rungan pendingin serta saluran air. Sayangnya di situs luas tersbut, informasi tertulis jarang kami temukan.

Tak banyak pengunjung kami temui. Serombongan turis tua sedang mendengarkan panduan di satu ruangan kompleks pemandian. Sebagian reruntuhan ini sudah direkonstruksi. Beberapa bagian terlihat ‘baru’. Melalui sisa teater kecil, kami segera menuju amphiteater. Dulunya terdiri dari 50 deret bangku, konon teater ini bisa menampung hingga 15 ribu penonton. Dari titik tertingginya, kita bisa menyaksikan sebagian besar Salamis dan pantai di dekatnya. Seorang lelaki sedang menjaga satu meja berisi minuman. Mungkin untuk rombongan turis tadi.

Masih banyak sisa reruntuhan baik yang bernama maupun tidak. Kami melalui jalanan batu di jaman antik. Mirip jalanan batu di kota-kota abad pertengahan. Berabad lalu, orang sudah memiliki jalan sebagus itu. Jika terus berjalan berjalan, maka kita akan temukan kompleks bangunan lain seperti Basilika Kampanopetra, Vila Romawi, Candi Zeus, kompleks forum dari batu, pengepresan minyak zaitun. Serta daerah luas belum terjamah oleh para arkeolog. Sayangnya, kami mesti melewatkan beberapa kompleks. Seharian saja mungkin tak cukup di sini.

6 Comments

Leave a Reply

%d bloggers like this: