Bukan tanpa sebab kota Idar – Oberstein di negara bagian Rheinland – Pfalz, Jerman, mendapatkan julukan sebagai kota batu mulia di Jerman. Sekitar berabad lalu, orang mulai menambang batu di wilayah ini.
Mengunjungi museum berlian sudah, ke bursa batu sudah, isi perut makan siang beres. Masih ada dua agenda lagi bagi keluarga pelancong di Idar – Oberstein hari itu. Yakni mengunjungi pengasahan batu tradisional. Serta ke satu-satunya mantan tambang batu mulai di Eropa yang dibuka untuk umum, Pertambangan Steinkaulenberg.

Mulanya kami ke tempat pengasahan batu terlebih dahulu. Kami pikir lokasi Steinkaulenberg berdekatan dengannya. Ternyata lokasi tambang tersebut naik ke gunung. Kira-kira 15 menit perjalanan lagi. Karena Steinkaulenberg tutup terlebih dahulu ya kami ke langsung mendaki ke sana. Jalannya lewat daerah khusus militer. Namun sudah tidak dimanfaatkan lagi.
Lokasi parkirnya jauh dari pintu masuk tambang. Kami trekking sekira 15 menit. Mendaki sedikit, melewati lehrpfad berisi info mengenai aneka jenis batu dan mineral di wilayah Saar – Hunsruck, Rheinland Pfalz, lalu turun melalui pintu-pintu gua yang sudah ditutup. Lewat pintu-pintu gua itulah dulunya para penambang masuk keluar area penambangan.
Bekas tambang batu mulia Steinkaulenberg hanya bisa dimasuki bersama pemandu. Ia hanya buka 15 Maret hingga 15 November setiap tahunnya. Mulai pukul 09:00 sampai 17:00. Ketika kami sampai di sana, waktu panduan masuk ke dalam tambang masih lama. Lebih dari setengah jam kami mesti menunggu.
Hari sedang panas sekali. Setelah trekking, kami langsung keringatan. Untung ada tempat duduk lumayan teduh. Tempat pembelian tiket berada di dalam sebuah bangunan. Yang juga berfungsi sebagai toko suvenir. Yang dijual? Apa lagi kalau bukan bermacam potongan batu yang sudah diasah serta perhiasan dari batu mulia. Kami sempat melihat-lihat sebentar. Kami mengagumi deretan kalung bermata akik cantik dipajang di satu sudut depan toko. Embak sudah membeli satu liontin kalung dari batu amethyst ungu sebelumnya. Di sini koleksinya lumayan banyak dan cakep-cakep.
Di Dalam Tambang
Harga tiket masuk ke dalam perut bumi pertambangan lumayan mahal. Orang dewasa masing-masing membayar 6 euro (Rp. 90.000,-). Sedangkan tarif anak-anak sebesar 4,5 euro (Rp. 68.000,-).
Saat jam panduan tiba. Seorang ibu berusia senior, kira-kira 60 tahunan memanggil para peserta tur lewat corong pengeras suara. Beliau meminta kami masing-masing memakai helm pengaman yang tersedia di belakang kios. Peserta kali itu sekitar 20 -an orang. Tua dan muda. Bahkan ada anak kecil berusia 2 tahunan. Dan kakek-nenek tujuh puluhan. Kami pun berkonvoi menuju sebuah mulut gua.

Konon, sejak zaman Romawi kuno, orang sudah menemukan batu-batu berkilau di wilayah ini. Sebuah sumber sejarah menyebutkan tentang penemuan Agate pada tahun 1375. Namun baru pada tahun 1774, orang mulai menggali batu Agate, di Galganberg, dekat Steinkaulenberg. Setelah peneliti alam dari Italia Cosimo Alessandro Collini menemukan batuan tersebut di sana. Galgenberg kemudian ditetapkan sebagai tambang Agate cantik oleh mineralog Jerman Leonhard dan Barnstedt. Tak lama setelah itu, Galgenberg, Steinkaulenberg, dan beberapa perbukitan di sekitar ditambang oleh grup-grup penambang.
Sampai di mulut gua, gerbangnya masih digembok. Ada peringatan dilarang memotret. Kami masuk setelah pemandu membuka gerbang. Onggokan batu bertumpuk di meja. Kita bisa berfoto untuk kenang-kenangan jika mau. Hanya satu rombongan saja berfoto. Di luar nanti, fotonya ditebus seharga 5 euro.
Bu pemandu memberi pengarahan. Bahwa kami harus berhati-hati. Selama ini belum pernah terjadi kecelakaan selama tur. Tapi waspada dan berhati-hati lebih baik. Beliau mulai menjelaskan sedikit tentang penambangan batu di Steinkaulenberg. Zaman dahulu orang bekerja dalam tim. Dalam kegelapan, hanya berteman cahaya dari lampu tradisinal mereka bekerja menggali perut bumi.

Bisa berbulan-bulan waktu dibutuhkan untuk mendapatkan sebongkah besar batu mulia. Waktu itu, hanya bongkahan utuh laku dijual. Sedangkan pecahannya mereka tinggalkan begitu saja. Suasana kerja mereka sangat berat. Lima jenis batu mulia ditemukan di penambangan ini: Agate, Amethyst, Jasper, kristal gunung dan Smoky quartz. Ketika penambangan batu mulia dinilai mulai tidak menguntungkan, penambangan pun dihentikan sejak 1875.
Kini, suasana dalam gua dihiasi lampu-lampu dan animasi suasana penambangan zaman dahulu. Sepanjang 400 meter, pengunjung diajak berkenalan dengan batuan mulia serta bagaimana susahnya penambangan kuno. Sesekali terdengar suara ketukan palu. Di dalam sini, kami boleh memotret maupun memvideokan suasana di dalam tambang. Sayangnya, walau ada pencahayaan, terlihat temaram dan agak kabur kadang saat dipotret. Walau demikian, kami sangat menikmati petualangan singkat di dalam pertambangan ini. Belajar sejarah sekaligus melihat secara langsung batuan mulia yang masih menempel di perut bumi.***
Mbayangin beratnya hidup para penambang itu dulu jadi bikin merinding. Klo pas di dalam trus runtuh gimana coba, duuhh… malah parno sendiri
@Mbak Uniek: yoi, Mbak. Melas deh yen ngrungokno ceritane. Mangkane tambang kuwi gak bertahan lama. Padahal watune sik akeh, loh.
Lumayan tiket masuknya, tapi siapa tahu mbak bisa “menemukan batu mulia” keleleran, hehehe Itu kalung bermata akiknya memang cantik.
itu masih ada yang ketinggalan permatanya yo mbak? nek nang kene po ya ora wis dadi akik ? :3
@Zulfa, Mas Priyo: batunya banyak keleleran. Ndak boleh ngambil. Dan peserta turnya gak ada ynag usil bin iseng ngambil batu juga. hehe
Berbulan2 untuk dapat batu yang bagus. Perjuangan banget ya, mba.
Ih seru ada tur nya ya. Jadi mengenal batu lebih dekat
@Ila: Iyak bener banget. Mana kerjanya kerja tim. Duitnya dibagi-bagi.
@Zahra: alhamdulillah, bisa melihat batu permata asli…
Mbak harga kalungnya berapaan? *nanyaaja* 😀
@Cek Yan: Macem2. Ynag paling murah sekitar 150 rebu…
[…] mengunjungi banyak tempat. Pabrik panci, museum batu mulia, bursa akik, trekking singkat di Steinkaulenberg, plus makan siang di pusat kota. Semuanya kami lakukan dalam sehari. Alhamdulillah, walau menurut […]
[…] Baca juga: Tambang Batu Steinkaulenberg, Idar-Oberstein […]