Dulu, sebelum rice cooker ikut setia menemani perjalanan keluarga, ada yang lebih dahulu bergabung. Ia, si teko listrik. Jasanya bagi kami, sungguh luar biasa. Apalagi sejak duet dengan rice cooker.
Kami hampir selalu membawa teko listrik jika perginya menginap. Bawa yang versi traveling. Karena versi dapur ukurannya lebih besar dan lebih berat. Punya kami di dapur, volume maksimalnya mencapai 1,7 liter. Sedangkan versi traveling berkapasitas sekitar 1 liter. Beratnya gak sampai setengah kilo. Berkali-kali masuk backpack, karena kami gak pakai koper dan gak bawa barang di bagasi, tidak pernah ada masalah.
Mengapa sih, bawa teko listrik segala selama jalan-jalan? Waaaa… barang ini bermanfaat banget. Terutama buat kami yang bujet jalan-jalannya terbatas. Bisa hemat banyak, lho. Misalnya aja gini. Selain bawa teko, kami juga bawa mie instan dalam cup. Lalu bawa kopi instan sachet dan coklat sachet. Bawa teh ama gula kotak. Ama bawa gelas plastik sendiri. Di jalan, kami gak mau ngafe. Bikin sendiri aja di penginapan. Buat pagi atau sore hari.
Di Eropa barat, secangkir kopi atau coklat panas harganya 2 euro-an (Rp. 30.000,-). Harga secangkir teh gak beda jauh. Kali empat orang udah mampu hemat seratus ribu lebih sekali ngafe. Kalau di penginapan gak tersedia sarapan, kami tinggal beli roti di toko roti atau supermarket. Teh, kopi atau coklatnya bikin sendiri. Makan malam juga gitu. Sesekali makan malamnya mie instan. Sudah hemat ratusan ribu rupiah buat sekali makan doang.
Kadang gak cuma di penginapan kami pakai teko listrik. Pernah suatu ketika, keluarga pelancong sedang liburan di Athena, Yunani. Malamnya kami naik kereta malam dari Salonica. Tidur di dalam kereta. Sesampai di Athena, pagi harinya, kami langsung naik metro menuju Bukit Akropolis. Gak ke penginapan dulu, sebab waktu check in masih lama banget.
Celingak-celinguk, tak ada orang jualan makanan di dalam kompleks. Sementara perbekalan makanan matang sudah habis. Masuk ke toilet, nemu colokan. Kami sepakat, merebus air dengannya. Keluarin cup mie instan, teh celup dan gula. Nikmat sekali makan mie instan di atas Bukit Akropolis sambil memandang kota Athena di bawah sana. Untungnya pagi itu belum banyak pengunjungnya. Jadi tak banyak mereka berlalu-lalang ke toilet.
Satu pengalaman lagi, saat kami berada di Kaunas, Lithuania. Badai salju menerjang tepat ketika kami hendak kembali ke Jerman. Bandara Kaunas kecil. Saat ada badai seperti itu, pesawat yang seharusnya mengangkut kami pulang tak bisa mendarat di landasan. Ada penerbangan lain ke Jerman, malam sekitar jam 10. Padahal pesawat sebelumnya mestinya terbang sebelum tengah hari. Artinya, keluarga pelancong kudu menunggu di bandara mini ini belasan jam lamanya.
Uang lokal kami sudah tinggal sedikit. Kami belikan coklat di vending machine. Mau tukar lagi atau ambil di atm sudah tidak minat. Sementara di bandara ini hampir gak ada apa-apa. Cuma satu kafe, kios, dan vending machine. Alhamdulillah perbekalan mie instan dan teman-temannya masih ada. Paling nggak ada ganjel perut buat beberapa jam.
Tapi gak selamanya teko listrik terpakai di perjalanan. Dua kali kami ke Italia, dua kali pula ada pengalaman berhubungan dengan teko listrik. Yang pertama saat kami menginap di sebuah hotel dekat Stasiun Termini, Roma. Hotelnya bagus. Tapi sarapan tak termasuk dalam tarif hotel per malam. Dan, di dalam kamar ada tulisan peringatan: Gak boleh pakai alat listrik semacam teko listrik di dalam kamar.
Nyoba pun kami gak berani. Gimana kalau tiba-tiba, jebrettt! Listriknya mati. Trus ketauan, biangnya adalah teko listrik punya kami. Hiks. Akhirnya Bapak minta air panas di dapur hotel. Dikasih dikit. Sekitar setengah liter. Cuma cukup buat mie instan, gak bikin teh atau kopi. Alhamdulillah… 🙂
Kali kedua, kami menginap di kota bernama Rimini. Hotelnya bintang 3. Bagus juga. Tapi, colokan di dalam kamar didesain supaya tidak bisa dipakai oleh barang dengan watt gede. Kalau buat laptop atau ngecharge hape bisa. Jadinya kudu jajan ekstra atau makan makanan dingin di dalam kamar. Alhamdulillah lagi. 🙂
Waah menarik mbaa…
Berguna banget ya rice cooker mini dan teko lisrik mininya…
Bangettt, Mbak Lia. Kami sudah merasakan manfaatnya. 🙂
Bener banget mbak Ira, teko listrik berguna banget kalo diajak traveling 🙂
Tosss dulu ama Mbak Dee An. 🙂
Wah perlu dicoba ki bawa si teko. Tapi nek mak jebret kuwi loh sing bikin mak plas. kayane perlu cari yang wattnya aman, Mak 🙂
Kalau alat listrik dari Indonesia, biasanya wattnya kecil, Taro. Kalau dari sini serem2. Teko listrik buat traveling punyaku itu serebu watt.
Lha gede amat tuh si watt -__-”
Gimana enggak njebret cobaaaakk.
[…] pagi. Wakkkkkksss, kereta ekonomi berikutnya jalan pukul 10:08. Hikmahnya, kami masih bisa sarapan mie instan dan minum kopi hangat di dalam […]
[…] meminjam teko listrik di resepsionis untuk menyeduh mie instan dan teh celup. Itulah sarapan kami pagi […]