Meski dua berlalu dua dasawarsa lalu, perang Bosnia rasanya masih saja mewarnai kehidupan, belum hilang dalam ingatan kita. Bahkan masih ada beberapa teman Emak menanyakan, apakah aman pergi traveling ke negeri ini. Aman, sangat aman pergi ke Bosnia. Keluarga pelancong dua kali mengunjungi Bosnia – Herzegovina beberapa tahun terakhir. Dan masih berencana ke sana lagi, inshaa Allah. Pemegang visa Schengen bisa masuk Bosnia – Herzegovina tanpa visa selama 15 hari lamanya.
Sekarang, bekas-bekas perang pun masih bisa kita kenali di Bosnia. Di Mostar, ada tur sejarah bertajuk The Death of Yugoslavia. Walau tidak ikut tur-nya, Emak sempat menyaksikan dari dekat lokasi-lokasi yang disebutkan dalam tur tersebut.
Jika Anda sedang berjalan-jalan di Sarajevo, coba perhatikan trotoarnya. Sesekali akan kita temukan ornamen berwarna merah. Yang bentuknya mirip bunga. Mereka bukan ornamen biasa. Melainkan kumpulan memorial perang. Bekas lontaran mortar di jalanan Sarajevo ketika perang berlangsung. Ribuan mortar melontar di jalanan ketika perang berlangsung. Bekasnya kemudian dicat warna merah. Dan dikenal sebagai Sarajevo Roses.
Kisah Pengepungan Sarajevo
Lebih dari tiga setengah tahun lamanya kota Sarajevo dikepung oleh tentara Serbia saat perang. Antara 5 April 1992 – 29 Februari 1996. Merupakan pengepungan terlama dalam sejarah perang moderen. Lebih dari sepuluh ribu jiwa menjadi korban.
Kota Sarajevo dikelilingi oleh pegunungan. Seperti berada di dasar mangkuk. Dalam keadaan perang dan terkepung susah sekali menyelinap ke seberang. Bahan makanan, obat-obatan menjadi sangat langka dan mahal. Pasokan energi listrik juga terputus dari luar. Belum lagi di dalam kota kondisi pun tak aman. Penduduk sipil menjadi sasaran kekerasan bersenjata api.
Bantuan kemanusiaan dari berbagai penjuru dunia berdatangan lewat bandara Sarajevo. Bandara Sarajevo yang sempat dikuasai tentara Serbia, kemudian dikuasai oleh pasukan keamanan PBB. Akan tetapi, pasukan PBB, punya perjanjian dengan pemimpin Serbia, kalau bandara hanya bisa digunakan oleh PBB. Artinya rakyat Bosnia tidak bisa memanfaatkannya.
Melewati bandara adalah satu-satunya cara warga Bosnia untuk mendapatkan makanan dan barang kebutuhan lainnya dari luar. Karena blokade tersebut, cara tersebut sangat riskan. Di malam hari, beberapa orang nekad melintasi bandara. Dengan risiko tertembak oleh sniper. Banyak yang terbunuh karenanya. Atau kalau kepergok tentara keamanan PBB, mereka harus balik kucing, kembali dengan tangan hampa.
Sementara di dalam kota harga barang melambung tinggi. Jika saja mereka bisa menyelundup ke luar untuk mendapatkan barang kebutuhan mereka dari luar Sarajevo. Namun bagaimana caranya?
Tunnel of Hope
Kemudian, tercetuslah gagasan untuk membuat sebuah terowongan. Penghubung Sarajevo dengan dunia luar. Sehingga orang mendapatkan makanan, obat-obatan, bahan bakar, menyelundupkan mereka yang sedang terluka keluar. Tentara Bosnia memutuskan, bahwa solusinya adalah sebuah terowongan di bawah airport. Awalnya mereka mau menggunakan pipa-pipa gorong-gorong bandara. Akan tetapi mereka tidak menemukan denahnya.
Akhir tahun 1992, markas besar tentara Bosnia di bawah Jenderal Rasid Zorlak menginisiasi pembuatan terowongan. Insinyur Nedzad Barnkovic dan Fadil Sero diajak untuk merealisasikan rencana ini. Mereka kemudian mengumpulkan beberapa orang lagi untuk membuat riset terkait proyek.
Proyek ini sangat rahasia. Dan harus dikerjakan secara profesional. Bahkan pada mulanya Presdien Bosnia saat itu, Izetbegovic, tidak mengetahuinya. Ketika sudah diberitahu, beliau mengirimkan bantuan untuk menyelesaikannya. Jika ada kesalahan sedikit saja dalam pembangunannya, maka akan mempengaruhi keamanan dan keselamatan bandara Sarajevo. Terowongan akan dibangun dari dua titik: Dobrinja di Sarajevo, dan Butmir di luar bandara. Arah penggalian harus sangat akurat.
Pembuatan terowongan dimulai pada awal tahun 1993, mulai 28 Januari. Tentara Bosnia memulai penggalian di bawah perintah Jenderal Mustafa Hajrulahovic. Dari titik Dobrinja, 8 orang menggali 3 -4 jam sehari. Dengan peralatan seadanya. Sekop serta kapak. Satu-satunya sumber penerangan bagi para penggali terowongan adalah lilin. Cuaca musim dingin yang buruk, peralatan seadanya, beberapa serangan dari tentara musuh, membuat penggalian berjalan sangat lambat. Hanya sedikit orang percaya bahwa terowongan penyelamat ini bakal terwujud.
Sedikit demi sedikit, penggalian diteruskan. Tak hanya para tentara Bosnia, namun juga para pekerja konstruksi yang lebih berpengalaman. Bukan hal mudah mengorganisai penggalian dalam keadaan perang. Satu-satunya cara mengkomunikasikan penggalian adalah melintasi bandara lewat jalan darat. Sungguh risiko sangat besar. Setelah memiliki lebih banyak tenaga manusia, penggalian dilakukan secara bergantian, 24 jam sehari.
Satu masalah besar lainnya dalam menggali adalah masuknya air tanah di dalam terowongan. Dari sisi Dobrinja, mereka menggunakan metal yang dikumpulkan dari pabrik-pabrik di Sarajevo sebagai pelapis dinding, lantai, dan atap terowongan. Dari sisi Butmir, kayu-kayu digunakan melapis. Akan tetapi, air tanah tetap saja masuk. Para pekerja mengeluarkan secara manual dengan ember.
Berbagai rintangan berhasil dilewati ketika pada tanggal 30 Juli 1993 sekitar pukul sembilan malam, dua pria yang menggali dari dua ujung berbeda bertemu somewhere di bawah bandara Sarajevo. Penduduk Sarajevo pun memiliki celah sempit namun relatif aman untuk berhubungan dengan dunia luar.
Dua ribu delapan ratus meter kubik tanah dikeluarkan untuk membuat terowongan. Di samping itu, mereka menggunakan 170 meter kubik kayu, 45 ton metal. Terowongannya sepanjang 800 meter. Dengan lebar rata-rata 1,5 meter. Terowongan ini merupakan fasilitas milik militer. Dijaga dan dikontrol bergantian oleh mereka. Warga sipil yang mau memanfaatkannya harus minta izin militer.
Di awal-awal pengoperasian terowongan, setiap barang selundupan dibawa dengan tangan, atau punggung. Makanan, rokok, kopi, amunisi, senjata, obat-obatan. Agar lebih mudah, mereka lalu membuat jalan tram mini sekaligus gerobak mini. Agar transportasi barang menjadi lebih mudah dan cepat. Sebuah generator mini menyediakan listrik untuk penerangan dalam terowongan. Saat hujan deras atau salju meleleh, terowongan kebanjiran. Pengguna terowongan harus berjalan melintasi air yang cukup dalam . Bahkan ia pernah ditutup ketika air memenuhi seluruh terowongan. Sehingga kemudian mereka mengurasnya dengan pompa lebih besar.
Rata-rata empat ribu orang sehari menyeberangi terowongan. Dua puluh ton material material diselundupkan setiap malam hari. Kedua pintu masuk dijaga ketat. Mereka juga membuat pipa pengiriman minyak bahan bakar di dalamnya. Dua truk minyak beroperasi di ujung. Satu memasuk, satu menerima. Operasi risiko tinggi. Kalau saja terjadi serangan tiba-tiba, mereka bisa menghancurkan segalanya di sekitar terowongan. Selain itu, militer menginstal kabel komunikasi.
Sungguh bukan pekerjaan sia-sia. Terowongan ini sangat penting bagi Sarajevo dan Bosnia – Herzegovina. Sebagai jalur rakyat sipil dan militer. Sebab hampir tiga tahun lamanya itulah penghubung Sarajevo dengan dunia luar. Menyelamatkan 300 ratusan ribu nyawa penduduknya. Membawa bahan makanan dan obat-obatan serta kebutuhan lainnya. Mereka yang sakit ditandu ke luar lewat sini.
Kunjungan ke War Tunnel Museum
Sekarang, bekas terowongan telah menjadi sebuah museum perang. Rumah di mana satu terowongan berujung masih menjadi milik pribadi keluarga yang menempatinya. Yakni keluarga Kolar. Keluarga merekalah yang menjalankan museum ini.
Keluarga pelancong ke sini dua kali. Pas pertama kami datang ke Sarajevo, dua tahun sebelumnya, kami sempatkan datang ke sini. Sayangnya pas hari Natal, dan museumnya pun tutup. Karena masih penasaran, pas ke Sarajevo lagi, Emak teliti benar waktu bukanya. Alhamdulillah kali kedua kami lebih beruntung.
Di musim dingin, daerah Ilidza di mana museum ini berada, benar-benar seperti Winter Wonderland. Tempat ini gak jauh dari Vrelo Bosne, mata air sungai Bosnia. Dinginnya kayak nyubit-nyubit kulit. Anginnya kenceng, dan daun-daun ditutup bunga es yang sudah menumpuk beberapa senti. Putih. Anjing berkeliaran di gang-gang. Yap, museum ini memang letaknya di sebuah daerah permukiman. Di ujung jalan Tunneli. Sekilas, ia seperti rumah penduduk lokal.
Ada beberapa perubahan kami perhatikan. Dua halaman rumah tetangga disewakan sebagai tempat parkir pengunjung. Bayar 2 KM sekali parkir (sekitar Rp. 15.000,-). Kami parkir di halaman rumah sebelah museum. Bagian depan rumah sekarang berfungsi sebagai toko suvenir. Seorang Bapak tua melambai. Kami masuk, hendak membayar ongkos parkir.
Bapak tua yang Emak lupa namanya ini merupakan salah satu saksi perang. Beliau ikut menggali terowongan. Jadilah kami mengobrol. Mendengarkan cerita beliau meski bahasa Inggrisnya tidak terlalu kami mengerti. Kami beli buku tipis berjudul Tunel seharga 5 KM di sini. Buku ini menjadi referensi Emak di artikel ini.
Fasad depan rumah kediaman keluarga Kolar kondisinya masih terlihat seperti saat zaman perang. Bolong-bolong di temboknya tisak ditambah. Bolongnya ada yang lebih gede dari kepalan orang dewasa. Memang sengaja dibiarkan sepertinya. Di lantai paving depan rumah, Emak melihat salah satu Sarajevo Roses.
Di museum, kami langsung ke konter tiket. Sepertinya juga baru, nih. Harganya 10 KM (Rp. 75.000,-) untuk dewasa. Pelajar 5 KM. Adik gratis. Tidak banyak pengunjung museumnya hari itu. Sebelum kami, dua orang turis China membeli tiket. Kami langsung ke ruang bawah tanah. Tempat menonton sebuah film pendek tentang perang Bosnia di Sarajevo. Sebuah ruangan tidak terlalu luas. Di sekelilingnya sak-sak goni, pakaian dan helm tentara. Di depan tumpukan sak, sebuah televisi kecil. Di tengahnya tempat duduk untuk menonton.Terbuat dari peti-peti kayu.
Guide-nya salah satu anak lelaki keluarga Kolar. Berusia sekitar awal tiga puluhan. Beliau menyetel film pendek tentang perang. Sambil menunjukkan peta pengepungan Sarajevo. Bahasa Inggrisnya tak lancar benar. Kami mengerti sepotong-sepotong. Kisahnya pedih benar. Ketika dua orang turis China keluar, digantikan dua orang turis Arab, pemandunya nanya ke kami, kalian ngerti bahasa Arab, gak? Sepertinya dia agak setres harus banyak ngomong dalam bahasa Inggris. 🙂
Karena beliau juga saksi perang, sambil memperlihatkan film tentang pengepungan Sarajevo beliau menceritakan pengalamannya. Tak hanya orang dewasa, anak kecil banyak menjadi korban sniper, kata beliau.
“Apa keberadaan terowongan rahasia itu tidak diketahui tentara Serbia?” Emak bertanya.
“Mereka tahu ada terowongan. Tapi tak tahu pasti dimana ujung pangkalnya.”
Setelah film usai, kami masuk ke dalam #terowonganperang. Hanya 25 m dari panjang sebenarnya. Ujung lainnya di Dobrinja sudah ditutup untuk umum. Jalan masuknya sempit dan dilapisi kayu. Bagian dalamnya juga temaram, kondisi terowongan juga masih terlihat bagus. Pipa dan kabelnya masih ada. Keluar dari perut bumi, di sebuah sudut ruangan terbuka, terdapat gerobak yang dulu digunakan sebagai alat transportasi. Dindingnya memajang foto-foto berkaitan dengan terowongan.
Kami lalu masuk galeri museum. Bapak guide sedang di situ. Menerangkan isinya kepada pengunjung lain. Di dalam ruangan ini lemari-lemari kaca dipakai untuk memajang beberapa benda peninggalan perang. Termasuk plan awal terowongan. Ada pistol rakitan seorang warga Bosnia. Pun bekas selonsong mortir. Sebagian tak dikurung lemari kaca. Bapak guide suka anak kecil. Berkali ngajak adik mengobrol. Si Adik belum bisa bahasa Inggris, cuma bengong.
Di dinding koridor depan, ada foto-foto para selebritis yang pernah berkunjung ke sana, serta kesan-dan kesan mereka. Kami ikut mengisi buku tamu. Emak sudah marem, keturutan masuk kemari. Sebelum keluar museum, Bapak pamitan ke Pak Guide.
“Pamit dulu, ya. Inshaa Allah kita ketemu lagi. Entah di mana,” ujar Bapak.
“In Jennet, inshaa Allah,” timpal Pak Guide.
Dan ati Emak pun temlosor rasanya. 😀
***
Tentang Keluarga Kolar
Keluarga Kolar merelakan rumah dan tanah miliknya digunakan oleh militer. Sebagai salah satu poin terowongan di Butmir. Sebuah kontribusi sangat sangat besar bagi pertahanan dan survival rakyat Sarajevo. Semoga Allah membalas kebaikan hati mereka sekeluarga.
Keluarga ini sebelumnya sudah 50 tahun tinggal di rumah ini. Isinya tiga generasi. Termasuk kakek nenek Alija dan Sida. Rumah mereka sebenarnya tidak aman dari serangan tentara Serbia. Bahkan sempat hancur sebagian. Namun setelah serangan, mereka berhasil memperbaiki dengan bantuan masyarakat sekitar.
Setelah serangan pertama, menurut Edis dan Bajro Kolar dalam buku Tunel, rakyat sekitar masih menganggap remeh. Mereka tidak percaya bahwa Bosnia dalam keadaan darurat perang. Baru ketika serangan hampir dirasakan oleh semua warga, mereka percaya perang telah menghampiri mereka. Setelahnya banyak warga dievakuasi ke tempat lebih aman atas perintah Bajram Hasanovic. Menyelematkan banyak nyawa, sebab serangan besar-besaran terjadi dua hari kemudian.
Alija dan Sida pernah berada di dalam rumah mereka dalam suatu serangan. Dengan pertongan Tuhan mereka selamat. Tentara musuh tidak mengecek ke dalam rumah. Mengira rumah rusak dan terbakar itu telah ditinggalkan penghuninya. Meski sempat pindah, pada tahun 1993, Sida dan Alija termasuk mereka yang pertama kembali ke rumah mereka. Nenek Sida populer di antara pengguna terowongan. Beliau menyediakan air minum bagi siapa saja yang kehausan. Menyediakan sepotong roti bagi siapa saja yang kelaparan. Dan di musim dingin, menyediakan tempat hangat.
Tunnel Museum of Sarajevo
Terowongan bersejarah ini berada di luar Sarajevo, tepatnya di Ilidza. Desanya bernama Donji-Kotorac. Tak ada kendaraan umum ke sana. Dari pusat Sarajevo, pengunjung bisa naik tram ke pusat Ilidza. Disambung taksi ke museum. Atau bisa juga ikut tur sejarah perang kota Sarajevo.
Sarajevo War Tunnel (Tunnel of Hope)
- Tuneli 1, 71210 Ilidža – Donji Kotorac
- +387 33 778 670
- +387 33 778 671
- www.tunelspasa.ba
- Mon – Sun: 09:00 – 15:30
- Tiket masuk: dewasa 10 KM, pelajar 5 KM
Hehehe pemandunya lelah, bilangin mbak arab nggak bisa tspu bisa baca Al -Quran.
Ini kisah sarJevosh frezh di ingatan :(((
@Zulfa: hahahaha, yoi, Mas pemandune lelah. Duhhhh capek deh ngomong inggris mulu..
Tadinya summer thn ini mau ke Bosnia, tapi pindah haluan ke Rhodos,. Yo weslah hope one day mak..
@Dewi: yoi… kami juga suka gitu. Rencana awal mau kemana, udah bikin itinerary dan macem2, eh tiba2 belok ke arah lain. 🙂 Sip.. moga2 kapan2 ke Bosnia.
Dulu aku liat video nya perang bosnia ini nanggis, zaman itu aku masih SD kayak nya
@Kak Cumi: iyah, sedih banget, Kak…
Aku hanya pernah mendengar tentang perang Bosnia, tapi gak pernah tahu itu perangnya seberapa dahsyat atau seberapa mengerikannya. Kenalnya Bosnia ya yang sekarang, yang indah dan jadi tujuan wisata.
Baca tulisan ini jadi kebayang mereka dulu hidupnya kayak gimana >.<
@Cek Yan: yang namanya perang, pasti serem, yah… Kalau yang Bosnia ini aku juga langsung mendengar pengalaman langsung dari mereka yang mengalami langsung. Duhhhh, moga2 kita terhindar dari hal2 seperti itu.
Mba salam kenal, apakah disana ada tour guide dari indonesia? Atau sewa kendaraan.. mohon info krn okt 2018 saya sdh beli tiket kesna.. siapa tau ada mahasiswa ind yg mau jd guide.. wass
@Duma: saya punya teman mix couple Indonesia-Bosnia. Mereka punya travel buat keliling Bosnia. Mau saya kasih kontaknya?
sudah ada mba ira, alhamdullilah, terima kasih ya mba…ditunggu cerita mba selanjutnya…love it’