Thessaloniki – Athena, Mirip di Tanah Air, Lho!

lalu-lintas thessaloniki
Kota Thessaloniki atau Salonica, Yunani

Yunani, sebenarnya tak masuk daftar teratas negara yang ingin keluarga pelancong kunjungi. Di mata orang Jerman, negara ini tak terlalu populer sebagai tujuan wisata dibandingkan dengan Spanyol, Italia, Perancis, Inggris, dll. Jika berlibur kesana pun biasanya mereka memilih pulau-pulau seperti Rhodos, Mykonos, Santorini, dan Kreta.

Tawaran tiket murah dari maskapai penerbangan murah Jerman, Tuifly, mengubah urutan daftar-negara-bakal-dikunjungi milik kami di tahun 2007. Duesseldorf – Thessaloniki pp betiga hanya 164 euro lebih beberapa sen. Murah sekali. Padahal di akhir Maret di tahun yang sama, empat teman kami mesti merogoh kocek kira-kira 150 euro pp per orang untuk rute Bonn – Athena. Meski harus membeli tiket kereta api Thessaloniki – Athena pp, biaya perjalanan kami masih terhitung jauh lebih murah.

Bertandang ke negara-negara di Eropa selatan seperti Italia dan Yunani berbeda rasanya dengan Eropa barat. Mengunjunginya hampir mirip rasanya dengan pulang ke tanah air. Orangnya saja berkulit putih. Namun cuaca, gaya hidup manusianya, lalu lintasnya, hampir mirip.

Kami sampai di Thessaloniki di suatu hari Senin, siang hari. Waktu setempat lebih cepat sejam dibanding waktu Jerman. Keluar bandara, kami langsung kepanasan. Menurut informasi di pesawat, suhu udara luar saat itu kira-kira 24 – 25 °C. Bandara Thessaloniki Macedonia terbilang kecil. Sama sekali tak memiliki belalai. Kami diantar oleh bus hingga depan pintu ruangan pengambilan bagasi. Tak ada pengecekan visa, karena masih berada di Uni Eropa.

Pusat kota terbesar di Macedonia ini bisa ditempuh dengan taksi ataupun bus kota. Kami tentu saja memilih bus. Murah meriah. Hanya 60 sen seorang, berlaku hingga 70 menit. Kami beli di mesin di dalam bus. Mesin ini hanya menerima uang receh euro pecahan 5 sen hingga 2 euro. Lebih baik membeli karcis dengan uang pas, sebab mesin tak menyediakan kembalian. Sekali transaksi, hanya bisa keluar satu tiket. Kami beruntung, meski tak punya recehan pecahan kecil, bisa menukar ke dua orang penumpang ibu-ibu Yunani.

Kondisi bus kota cukup bagus, meski tak berpendingin. Butuh waktu 30 menit-an menuju pusat kota. Emak kegerahan, meski beberapa jendela atas bus terbuka lebar. Bus melewati jalanan dimana kedua sisinya adalah gedung-gedung apartemen tinggi. Bagian terbawah bangunan hampir semuanya berfungsi sebagai toko. Suasanya mirip ruko-ruko di tanah air. Hanya saja gedung disini lebih menjulang. Hampir semuanya berbalkon lebar lengkap dengan plastik atau kain peneduh. Kendaraan bermotor memadati jalan raya satu jalur yang dilewati bus tumpangan kami. Sepeda motor bebek merek Honda, Toyota, dan Suzuki bukan pemandangan aneh. Terlihat juga satu dua motor merek China. Mobil Jepang dan Eropa juga mendominasi. Semuanya berebut tempat di jalan.

Hampir di semua sudut jalan di Thessaloniki berdiri sebuah kios. Mereka menjual koran, majalah, permen, makanan minuman ringan, tiket bus dll. Ada yang mencantumkan harga barang ada yang tidak. Mungkin sebaiknya tanya dulu harga barang sebelum membeli agar tak kemahalan saat membeli. Toko-toko di kota buka sampai malam hari. Rumah-rumah makan dan kafe masih ramai menjelang pukul sepuluh malam.

Di Athena, keadaan pasar tradisionalnya benar-benar membangkitkan kenangan akan kampung halaman. Bagaimana pedagang pakaian dan menata dagangan, toko-toko kecil pejual aneka kebutuhan rumah tangga, toko elektronik kecil namun padat dagangan, teriakan pedagang menarik perhatian pelanggan, dsb. Semuanya benar-benar mirip. Apalagi jika berjalan dari Monastiraki menuju Bundaran Omonia. Pedagang kaki lima ikut memadati trotoar. Inilah tempat belanja utama warga kota. Riuh, tapi tak terlalu sumpek dan lebih bersih di banding pasar besar di Jember, kota kelahiran Emak.

Orang-orang Yunani gaya-gaya. Penampilannya. Terlihat dari model pakaian mereka. Terutama para wanita. Sebagian besar mengenakan baju tanpa lengan, tali spaghetti atau dodot. Awalnya saya kagum memperhatikan kaca mata hitam milik mereka. Hampir semua bermerek Channel, D&G, Dior, Ray Ban dll. Tak jadi kagum setelah tahu banyak kaca mata aspal dijual di kaki lima seharga 5 – 10 euro saja.

Mengantri rupanya menjadi masalah bagi sebagian besar warga Yunani di Thessaloniki maupun Athena. Berkali-kali Emak terpaksa menahan diri ketika orang menyerobot ketika mengantri di kantor informasi maupun loket pembelian tiket kereta api di stasiun. Padahal Emak sudah berteriak “halo” dan menggunakan bahasa tubuh bahwa dia telah di sana lebih dulu. Tua, muda sama saja, suka menyerobot antrian. Mereka dan para petugas tak peduli.

Lalu lintas Yunani, paling semrawut dibanding negara-negara Uni Eropa lain yang pernah kami kunjungi. Jauh lebih kacau dibanding Italia. Mobil dan sepeda motor adalah raja jalanan. Mereka diparkir sembarangan. Bahkan di trotoar sempit sekalipun. Saat lalu lintas padat, satu dua motor nyelonong masuk trotoar. Menyeberang adalah sesuatu mendebarkan. Tak jarang, beberapa kendaraan bermotor nekat terus berjalan meski lampu lalu lintas telah menyala merah. Untunglah kami telah cukup berpengalaman dengan lalu lintas di Indonesia. jadi tak terlalu takut berjalan di sela-sela mobil dan motor. Kuncinya, jangan ragu-ragu saat menyeberang. Sebab jika ragu, pengguna kendaraan bermotor tak segan menyerobot. Jika kita yakin, mereka terpaksa membiarkan kita menyeberang. Latihan sabar, nih.:)

One Comment

Leave a Reply

%d bloggers like this: