
I always had a sense that I would fall in love with Tokyo. In retrospect I guess it’s not that surprising. I was of the generation that had grown up in the ’80s when Japan was ascendant (born aloft by a bubble whose burst crippled its economy for decades), and I’d fed on a steady diet of anime and samurai films. [Junot Diaz]
Well, that’s not 100 percent accurate. Walau masa Emak tumbuh memang dipengaruhi oleh manga, anime, dan dorama jadul, namun porsinya sama dengan telenovela dari Amerika Latin, film India, dan MTV. Akan tetapi, beberapa produk Jepang sangat mengesankan Emak. Seperti film Oshin, manga Candy Candy (team Terry), dan dorama Tokyo Love Story (I’m team Rika, lol).
Sejak lama Emak memendam hasrat jalan-jalan ke Jepang. Pengennya bersama anak-anak. Sebab si Embak juga jadi penggemar manga. Si Adek demen Pokemon. Sayangnya yang edisi barengan belum kesampaian. Emak dapat tiket murah banget. Cumak gak pas liburan anak-anak. Jadilah Emak pergi bersama teman-teman saja. Selama kurang lebih seminggu di Tokyo. Belinya di Expedia Jepang. Seharga kira-kira 180 euro Brussel – Tokyo (Narita) pp. Ndak sampai 3 juta rupiah. Naik Turkish Airlines pula. Teman-teman yang lain banyak yang heran ama harga tiket semurah ini.
Karena belum punya -epaspor, kami kudu bikin visa Jepang dulu. Kami bikin di salah satu konjen Jepang di Jerman, yakni di kota Dusseldorf. Alhamdulillah pengurusan visa Jepang lancar jaya. Nyak pakai ribet dan ndak banyak pertanyaan.
Dalam trip Jepang ini, Emak nyantai. Itinerary dah disiapin Lia. Emak pasrah ajah mau kemana dan ngapain ajah. Yang penting dah sampai Jepang. Dan sebab cuma punya waktu efektif hanya 6 hari-an, kami putuskan melenggang di dalam Tokyo ajah. Itu pun rasanya kurang lama, sodara-sodara. Kota ini, asli luas banget. Kemana-mana terasa jauh.
Untungnya meski gede, ia terbilang mudah dinavigasi. Banyak info tersedia dalam bahasa Inggris. Utamanya di dalam moda transportasi massal. Orang-orangnya pun sungguh helpful.
Alhamdulillah pergi beserta teman andalan. Sampai di sana nggak blank-blank amat. Ini ada beberapa catatan pengalaman Emak sebagai turis Tokyo pemula.
Sampai Bandara
Bandara dekat kota Tokyo ada dua, Narita dan Haneda. Turkish Airlines mendarat di Narita. Bandara ini lumayan besar, bersih. Tapi kok pas datang dan pergi terlihat lengang. Apa karena kami sampai dan terbang lagi di malam hari? Fasilitas bandara sangat OK. Di sana terdapat resto halal juga. Sayang Emak ndak sempat nyicip.
Waktu mau pulang, Emak beli lagi cinderamata di bandara. Harganya sama ajah dengan harga suvenir di Asakusa atau daerah wisata lainnya. Jadi kalau mau belanja oleh-oleh last minute, bisa dilakukan di Narita. Bandara Haneda kabarnya gak kalah keren ama Narita. Ia lebih dekat ke arah Tokyo.
Asyiknya, free wifi di Jepang tersedia di banyak tempat. Termasuk di bandara Narita. Sampai bandara, keluar dari cek imigrasi, langsung deh, login dan update status kirim kabar ke keluarga kalau dah sampai. 🙂
Dari Bandara ke Tokyo
Moda transportasi publik di Jepang, dan khususnya di Tokyo sudah sangat berkembang. Termasuk transportasi dari bandara ke pusat Tokyo. Pilihannya banyak. Mulai bus, hingga kereta api. Taksi pun bisa. Tapi tentu saja di luar pilihan kami karena harganya sangat mahal.

Bus terdiri dari beberapa jenis. Dari Narita ada limousine bus, Tokyo Shuttle, the acces narita. Harga tiketnya mulai 900 – 1.000 yen. Bus bisa mencapai beberapa stasiun line di Tokyo. Jadi bisa lanjut dengan kereta menuju tujuan tertentu di Tokyo.
Kereta pun punya banyak pilihan. Keisei Line, Skyliner, JR Line, Narita Express, Access Express, dll. Mau pilih yang mana? Tergantung tujuan kita kemana di Tokyo dan tergantung isi kantong. Sebab harga tiketnya pun bervariasi. Bisa dicek rute dan tarifnya di situs masing-masing.
Saya dan teman-teman memanfaatkan jasa Keisei Line. Atas saran host AirBnB kami. Selain harganya lebih murah, pun paling dekat haltenya dengan apartemen beliau. Yaitu di halte Nishi-Nippori. Kami naik yang biasa, bukan ynag ekspress. Harga tiketnya kalau gak salah 1080 yen. Dengan waktu tempuh Narita – Nishi Nippori sejam lebih. Karena malam hari, sekitar pukul 10 malam dari Narita, keretanya relatif sepi. Kalau di bandara Narita, ada petunjuk tempat beli tiketnya di mana. Kami turun dulu satu lantai, nah ada loketnya di situ. Kami beli tiket sekali jalan. Kalau mau tiket yang bisa diisi ulang bisa pakai Pasmo card atau Suica card.
Penginapan
Di Tokyo mah hampir semua ada, dengan banyak pilihan. Sekali lagi, tinggal menyesuaikan dengan isi dompet. Termasuk soal tempat menginap. Yang Emak pilih tentu yang sesuai dengan bujet minim Emak. hihihi. Beberapa sudah dicek di situs jasa pembanding sekaligus booking. Level terendah seperti capsule hotel pun harganya gak murah-murah amat bagi Emak. Bisa 400 ratus ribuan semalam.

Mungkin asyik juga bisa tinggal di capsule. Akan tetapi, kami ingin sesuatu lebih privat. Ada hotel, kamarnya mungil-mungil pakai banget. mempertimbangkan segala sesuatu, termasuk biar bisa masak sendiri biar lebih hemat, pilihan jatuh pada AirBnB. Di satu apartemen di daerah Arakawa-ku. Diitung-itung harga per malamnya per orang sama dengan capsule hotel. Kelebihannya, ia adalah apartemen. Terdiri dari dua kamar, kamar mandi dapur. Privacy lebih terjaga, plus bisa masak sendiri.
Apartemen milik Yusuke ini sekitarnya tenang. Sebelahnya ada supermarket kecil. Meski gak buka 24 jam. Tapi gak jauh dari situ juga ada 7Eleven. Halte terdekat Nishi-Nippori. Tapi biasanya kami ke halte lebih jauh, yakni Nippori, karena dari sini bisa naik JR Line atau Tokyo subway.
Tentang Kota Tokyo Itu Sendiri
Look at London or Paris: they’re both filthy. You don’t get that in Tokyo. The proud residents look after their city. Tadao Ando
Emak can’t agree more. Tokyo bersih banget. Padahal nyari tempat sampah susah. Gak ada di setiap tempat. Kalau abis nyampah, aka makan permen atau camilan, biasanya kami simpan dulu di tas. Kalah gak lupa, bawa kresek kecil khusus buat sampah. Ntar dibuang sekalian di penginapan.
Dibanding kota-kota lain yang pernah Emak kunjungi, Tokyo terlihat paling modern. Gedung pencakar langit di mana-mana. Meski sesekali diselingi oleh konstruksi tradisional. jalur kereta banyak banget. Gak heran sih, wong kereta ini salah satu transportasi massal andalan warga Tokyo. Walau demikian corak kampung masih terlihat di sini. Apartemen yang kami inapi berada di sebuah kampung. Ada jalan utama membelah kampung. Rumah-rumahnya relatif kecil. Halamannya minimal. Tempat parkir sangat terbatas. Ada yang parkirannya susun. Di dalam kampung terdapat supermarket serta beberapa toko dan penjual makanan, gak terlalu besar. Pagi hingga sore hari, terdengar suara musik, menemani aktifitas di sana. Sekali Emak perhatikan orang kampung duduk ngemper di sebuah halaman, minum bareng.
Transportasi Dalam Kota
Selama hampir seminggu berada di ibukota Jepang, kami naik kereta/subway ke mana-mana. Padahal ada bus juga. Alasannya biar irit aja, seh. Sebab yang kami rasa paling murah adalah tiket harian subway. Selain itu, kami tidak keluar Tokyo.
Tiket metro/kereta di Tokyo pun beda-beda. Entah ada berapa macam tepatnya. Jalurnya (line) juga tak jadi satu. Tokyo Metro dan Toei Subways bisa dinaiki dengan menggunakan common one day ticket. Katanya, pemilik Japan Rail Pass juga bisa menggunakan subway ini. Beli tiketnya lewat mesin di stasiun subway yang bersangkutan.
Kalau kereta di Tokyo, yang banyak digunakan orang adalah JR Yamanote Line, atau Loop Line. Jaringan meliputi tempat-tempat wisata utama Tokyo. Tiketnya gak bisa pakai one day ticket biasa. Kalau mau pakai Tokyo Metro, Toei Subways dand JR Yamanote Line bisa beli tiket kombinasi yang harganya tentu lebih mahal dibanding beli tiket harian biasa. Tapi kalau sering naik turun metro/subway/kereta, dan turunnya di stasiun yang pas dan dekat dnegan tempat tujuan, lebih baik beli tiket kombinasi.
Oh ya, siapkan kaki kalau kemana-mana di Tokyo. Dalam kasus kami, jarak dari penginapan ke stasiun subway terdekat, hampir 1 km. Belum lagi kalau kudu ganti line atau menuju daerah tertentu, porsi jalan kakinya banyak. Pernah sekali, pas udah sampai stasiun subway, Emak baru nyadar kalau tiket harian ketinggalan di penginapan. Jalan hampir 3 km, belum sampai kemana-mana. Pengen nangis rasanya.
Makan

Soal makanan, Emak termasuk jarang makan di luar. Irit. Di penginapan ada dapur lengkap dengan microwave dan rice cooker. Emak bawa beras dikit dari Jerman. Pas persediaan beras habis, tinggal beli nasi bungkusan yang harganya seratus yen di supermarket. Kalau nasi siap makan, agak mahal dikit. Lauknya taburan nori atau beli ikan matang di supermarket juga. Supermarket kecil semacam Sevel ombyokan di Tokyo. Gak susah nyari toko bahan makanan. Hanya di siang hari Emak berwisata kuliner ke luar. Kadang beli sushi isi ikan atau vegetarian di supermarket. Kadang wisata kuliner di beberapa tempat makan halal. Inshaa Allah bagian ini ditulis terpisah.
Kalau minum, di Tokyo banyak banget vending machine jual minuman dan jual yang lain juga. Di stasiun, bandara, bisa temui. Kalau gak nemu supermarket pas haus, bisa juga beli di sini.
Toilet Umum
Selama di ibukota Jepang, alhamdulillah gak susah juga nyari toilet. Di tempat umum banyak dan sangat bersih, bahkan wangi. Toilet di Eropa, kalah jauhhh. Emak biasanya nyari toilet di department store. Skalian cuci mata sebelum ke toilet. Dan asyiknya, toiletnya gratisan.
Internet
Jepang punya sambungan internet prima. Mudah banget nyari wifi gretongan. Tinggal masuk sebuah department store, atau bisa pula numpang di supermarket-supermarket kecil. Di kereta antara Keisei Line ada, meski sinyalnya agak timbul tenggelam. Asekkkk, bisa sering update status di mana pun kita berada.
Tentang Warga Tokyo
Testimoni tentang warga Jepang sudah banyak beredar di grup-grup backpacker media sosial. Umumnya mereka menyatakan bahwa orang Jepang yang mereka temui baik-baik, helpful. Well, emang demikian pengalaman Emak. Mereka helpful dari yang muda hingga orang tua, meski kebanyakan gak bisa bahasa Inggris. Beberapa kali nyari alamat dibantuin ama mereka. Bahkan dianterin sampe depan pintu.
***
Baca juga: Seputaran Kuil Meiji, Tokyo
Air BNb menjali pilihan yang enak ya mbak daripada capsule hotel, nggak private dan bathroomnya sharing.
Toilet Jepang iki memang terkenal bersih ya… bahkan jerman kalah jauh.
[…] Baca juga: Tokyo for Beginner […]
@Zulfa: hooh, enyak. Karena dapet penginapan ynag lebih luas dibanding hostel, apalagi dibanding kapsul. Bisa masak sendiri pula, biar irit beli makanan. 😀
Asyik banget bisa melancong ke Tokyo, bikin mupeng soalnya saya juga suka dorama. Apakah cuma bandara saja yang sepi? Bagaimana dengan bandara lain? Kalau nonton film atau dorama Jepang suka ada kesan sepi banget dari lalu lalang orang.