Dahulu ketika masih sekolah di Sekolah Dasar, saat belajar pengetahuan umum, seringkali ada pertanyaan, di mana kota jual beli tembakau terkenal di dunia? Dengan yakin Emak selalu menjawab Bremen. Sebagai penduduk Jember, salah satu kota penghasil tembakau di Jawa Timur, Emak kenal Bremen sejak lama.
Tembakau masih diperdagangkan hingga kini di Bremen. Terutama di musim panas dan tak seramai dulu. Sedangkan di Jerman sendiri, kota Bremen terkenal akan komoditi lain, yaitu kopi. Sejarah panjang kopi Jerman dan Eropa tak bisa dipisahkan dari kota ini. Sejak dibawa oleh pedagang Belanda di abad 17, kopi berkembang menjadi salah satu minuman favorit negeri ini.
Data tahun 2012 menyebutkan, setiap orang Jerman rata-rata mengkonsumsi 149 liter kopi. Atau sekitar 320 juta cangkir setiap hari. Setengah dari kopi yang diminum orang Jerman saat ini, diproses di Bremen. Sekarang ini di pasaran beredar bermacam jenis kopi. Mulai bijih kopi matang, kopi bubuk, kopi instan, dsb.
Kedai kopi pertama di Jerman berada dalam sebuah gedung kuno bernama Schuetting. Gedung megah dengan banyak ornamen di di atas pintu dan jendela kacanya tersebut berada di Markplatz. Dekat dengan gedung balai kota dan patung Roland. Kedai kopinya tiada lagi. Digantikan oleh Cafe Classico dan Starbucks di dekatnya.
Perkembangan Perusahaan Kopi di Bremen
Setelah kopi semakin disukai di Jerman, bisnis kopi pun berkembang di kota ini. Didatangkan dari negara-negara penghasil kopi di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, kopi kemudian diproses lanjut di Bremen. Kota ini juga menjadi pelabuhan bongkar muat kopi utama. Lalu muncul banyak perusahaan penyangrai kopi. Di awal abad 20, mulai muncul perusahaan pengolahan kopi besar. Yaitu Jacobs dan Kafee-HAG. Dua nama yang sering diasosiasikan sebagai merek dagang kopi di Bremen.
Kehadiran perusahaan besar pengolah kopi mengubah sejarahnya. Kopi menjadi barang industri. Kaffee-HAG, berdasarkan ide dari Ludwig Roselius, membangun perusahaan besar dekat pelabuhan tahun 1906. Meniru ban berjalan ala pabrik-pabrik Amerika Serikat. Lalu terjadi Perang Dunia I dan inflasi. Harga kopi tak terjangkau rakyat kebanyakan. Menyebabkan banyak perusahaan pengolah kopi bangkrut.
Gedung pabrik tua milik Kaffee-HAG masih bisa dilihat hingga kini di daerah pelabuhan Bremen. Berjajar dengan pabrik-pabrik baru milik mereka.
Setelah perang, antara tahun 1920 hingga 1938, kopi kembali mengalami zaman keemasan di Bremen. Saat itu ada 250 perusahaan penyangrai kopi. Kaffee HAG pun demikian. Tahun 1926 omzetnya naik 60 persen, dengan 35.000 pelanggan setia. Menjadikannya sebagai merek kopi dunia.
Penyangraian Kopi Tradisional August Muenchhausen
Tahun 1935, August Muenchhausen mendirikan „Muenchhausen Kaffee“. Sebuah perusahaan pengiriman kopi dan teh. Tiga tahun kemudian, dibelinya sebuah gedung di Geeren 24, memasang alat penggongseng kopi. Usaha keluarga yang bertahan hingga kini, generasi ketiganya. Meskipun produksinya sempat terhenti dan pindah ketika perang dunia kedua berlangsung.
Muenchhausen membangun perusahaannya kembali setelah bebas dari tahanan Perancis. Kopi mulai bebas diimpor ke Jerman tahun 1948. Sehingga Muenchhausen bisa memulai kembali penyangraian kopinya. Di tahun 1960-an masih ada sekitar 100 perusahaan penggongseng kopi di Bremen. Perusahaan pengolahan kopi Muenchhausen saat ini mengolah sekira 30 ton kopi setiap tahun. Menjadi satu-satunya penyangrai kopi secara tradisional tertua di Bremen.
Lokasi perusahaan ini relatif di pusat kota Bremen. Mudah dicapai dengan kendaraan umum. Gedungnya terlihat kuno. Toko sekaligus tempat pengolahan kopi berada di lantai dasar. Buka hanya di pagi hari mulai pukul 09:00 – 12:30, Senin sampai Jumat. Di koridor dalam, pelanggan disambut etalase mini. Memajang karung kopi mentah, kantong-kantong kopi khas Muenchhausen dan beberapa brosur tentang fair trade.
Bau harum khas kopi sedang disangrai tercium ketika Emak dan Bapak dekati pintu masuk. Seakan kami ditransfer oleh sebuah mesin waktu. Memasuki sebuah toko kopi puluhan tahun silam. Lemari-lemari pajang dari kayu memamerkan alat-alat minum kopi dan kaleng-kaleng penyimpan kopi kuno. Foto August Muenchhausen dan istrinya terpampang di lemari kaca belakang petugas penjualnya. Yang menyapa kami dengan ramah. Lelaki muda tersebut menjelaskan tentang perusahaan kecil ini. Menerangkan beberapa jenis kopi yang mereka produksi. Melihat kami kebingungan memilih, diulurkannya selembar brosur berisi macam kopi dan harganya.
„Banyak pelanggan memilih ini. Campuran khusus yang dikreasi Bapak Muenchhausen puluhan tahun silam. Resep rahasia perusahaan ini,“ sarannya ketika kami bertanya apa kopi spesial mereka.
Kami pilih kopi dengan resep rahasia dan sekantong kopi Jawa. Kopinya memang harum dan nikmat.
Ya, sekarang variasi Kopi bubuk memang banyak. Khususnya Kopi Luwak atau kopi yang rasane light menjadi idola. Nggak seperti dulu, sampe hafal nama perusahaanya.
membaca ini jadi teringat masa kecil. Setiap pagi menyeduh kopi bubuk untuk ayah dan sering ikut nenek memetik kopi di kebunnya. Masih dapat mencium aroma kopinya hingga sekarang 🙁
@Zulfa: yoiii, kopi Indonesia wae akeh maceme yo. Aku yen mulih selalu nggowo kopi pisan. Padahal aku nggak terlalu sering nggombe kopi. Ojobku sing seneng nyobak2.. 🙂
@Mbak Lina: mashaa Allah, kenagan masa kecil yang sangat membekas ya, Mbak Lina..
Dahulu ketika masih sekolah di Sekolah Dasar, saat belajar pengetahuan umum, seringkali ada pertanyaan, di mana kota jual beli tembakau terkenal di dunia? Dengan yakin Emak selalu menjawab Bremen. –> mbak Ira, aku waktu SD, nggak seorangpun guru kasih pertanyaan ini, wkwkwkw….nggak tau juga kenapa 😀
Udah gitu, pun baru tau dengar nama Bremen dari blog mb Ika, ahahahaaa…. *tepok jidat :v
@Mbak Eky: Mungkin karena kota kami kota penghasil tembakau ya, Mbak. Dan tembakaunya dijual ke Bremen waktu itu. Jadinya kami kenal Bremen sejak kecil SD. 🙂
Dari dulu aku pengeeen banget ikut tur kopi, tapi belum pernah kesampaian. Aku suka banget mbak nyium aroma kopi, mbak. Dulu waktu masih di pesantren, ada temen yang sering ngasih kopi bubuk hasil olahan ibunya sendiri. Wangiiii banget…
oh aku baru tahu kalo bremen juga penghasil kopi
Di Palembang, kopi bubuk dari daerah Baturaja terkenal maknyus mbak Ira. Uniknya (atau malah anehnya haha) di beberapa desa, kopi sengaja dijemur di tengah jalan. Awalnya bingung ya gimana mobil lewat, eh ternyata sengaja biar kopinya hancur atau terkelupas (gak begitu paham) trus udahnya diolah jadi kopi bubuk deh.
@Mbak Dee An: ini aku bikin tur sendiri, Mbak… hehehe. Samaa, aku juga suka nyium aromanya, padahal, bukan peminum kopi fanatik juga. Sesekali aja nyeruput kalau pengen atau pas mau begadang. 🙂
@Zahra: tepatnya kota pengolah kopi, Zahra. Karena biji kopinya semuanya impor. 🙂
@Cek Yan: Unik juga, yah… Jadi gak perlu mesin pengupas. Kalau ban mobilnya pas lagi kotor, gimana yah?
Saya paling suka aroma kopi, tapi sayang ga bisa selalu minum kopi.
Di rak sepatu, daripada memasang kamper, saya lebih suka menaburkan kopi buat menghilangkan bau.
Kalau sedang makan makanan yang berbau tajam, misal makan balado teri kentang yang ada petainya, saya kumur2 pakai air kopi. Aroma ga sedapnya langsung hilang.
Trus, kalau furniture baru kan bau obat kayunya bikin pusing tuh, saya taburi kopi juga. Hilang baunya 😀
Saking enaknya aroma kopi, ga cuma saat diminum, tapi juga saat digunakan untuk mengatasi bau-bauan kurang sedap tadi 😀
@Mbak Rien: huaaaaa, makasih tips memanfaatkan kopi bubuk selain untuk diminum ini, Mbak. Bisa dibuat satu artikel tersendiri, nih…*kedip2*
Mbaaa suka banget baca cerita kopi di Jerman ini. Jaman SD ku dulu juga Bremen sering disebut-sebut 😉 Nggak tahu deh kalau SD jaman sekarang hehehe.
@Una: terima kasih, ya…. 🙂
Mbak Rien & Mbak Ira : Info dari suamiku yang pernah nge-SAR, selalu bawa bubuk kopi buat jaga-jaga nanti kalo ternyata korban yang ditemukan sudah mengeluarkan bau busuk. Bubuk kopi bisa ditaburkan untuk menyamarkan bau busuk itu…
jadi inget kemarin, sisa seduhan kopi bubuk bisa dipakai untuk masker penghilang komedo lho mba.. semoga bermanfaat ya infonya ini..
Ternyata kopi bubuk emang mujarab untuk tolak bau2 tak sedap, ya Mbak Dee An.
@Ima: wahhhh satu lagi manfaat kopi bubuk, nih. Makasih, Ima.