Menjadi anggota sebuah klub sepak bola kampung, TSV Stockheim, Adik berkali ikut pertandingan sepak bola. Di Jerman, pengkaderan sepak bola dilakukan sedini mungkin. Mulai anak usia 3-4 tahun. Hingga mereka berusia 7 tahun, mereka akan masuk grup bernama Bambini.
Sepak bola salah satu olah raga nasional negeri ini. Pemain yang tergabung di klub-klub mulai tingkat kampung hingga Liga 1 jumlahnya jutaan. Mereka tergabung dalam Deutscher Fussball Bund e.V. Yayasan payung bagi semua penggiat olah raga ini.
Di grup Bambini, tahun-tahun sebelumnya, paling banyak Adik ikut turnier dua kali dalam satu semester. Sekali mereka menggondol tempat teratas. Awalnya ikut klub karena melihat ikutan temannya, Adik mulai merasakan keasyikan tersendiri. Ia semakin semangat ikut latihan.
TSV Stockheim punya dua lapangan bola. Mereka melatih usia anak-anak hingga dewasa. Yang dewasa ikut liga regional. Oh ya, di Jerman, liga banyak banget. Setiap klub ikut liga. Saat musim hangat, anak-anak latihan di lapangan. Kalau musim dingin, latihannya pindah di dalam aula olah raga. Dan, Emak baru tahu, kalau sepatu bola yang dipakai di lapangan ternyata berbeda dengan sepatu bola dalam aula. Kalau dalam bahasa Jerman, sepatu bola indoor disebut sebagai Hallenfussballschuhe.
Menurut Andreas, pelatih Bambini, mulai semester ini mereka punya kebijakan baru. Yakni bakal lebih aktif mengikutkan anak-anak turnier dan pertandingan persahabatan. Apakah ini artinya DFB memperbaiki strategi pengkaderan? Wallahualam. Dari hasil pengupingan Emak (nguping pembicaraan co-trainer Bambini), katanya mereka digelontor dana tidak sedikit untuk itu. Wowwww.
Katanya sih, kalau sepak bola anak-anak gini, tujuannya bukan latihan fisik berlebihan dan menang-menangan. Namun lebih ke pengenalan teknik sepak bola dan biar anak-anak suka dulu. Di TSV Stockheim, Bambini latihan seminggu sekali. Ada juga klub Bambini lain yang dua kali seminggu. Waktu mau pertandingan, tak ada sesi latihan khusus.
Di pertandingan di Birkesdorf, total 8 klub bertanding:
– TSV Stockheim
– DSB Düren
– Viktoria Birkesdorf, tuan rumah
– Jüngerdorf
– Merzenich 1 dan 2
– Jugendsport Wenau
– Aldenhoven
Setiap klub saling tanding, masing-masing main 7 kali. Satu kali pertandingan 8 menit. Ini pertandingan paling lama buat Adik. Turinier sebelumnya pesertanya 3-4 klub saja. Dengan lama pertandingan 10 menit. Tujuh anak per klub masuk lapangan saat tanding.
Aula Birkesdorf sangat luas. Awal main, anak-anak kecapekan. Lari ke depan dan ke belakang. Andreas kemudian mengubah strategi. Satu anak jaga di belakang dekat penjaga gawang. Lainnya maju ke depan.
Selalu seru menyaksikan pertandingan anak-anak seperti ini. Banyak orang tua heboh. Ikut teriak-teriak di tribun. Ada ibu di depan Emak, anaknya penjaga gawang. Waktu kebobolan gol dari lawan, si ibu langsung marah-marah sambil nunjuk-nunjuk. Aduhhh, Emak jadi agak gak tega ngeliatinnya. Anaknya malah keliatan tertekan.
Tiga klub tampak dominan sejak awal turnier: Wenau, Jungersdorf dan Merzenich 1. Ketiganya punya persamaan, anak-anak yang bertanding rata-rata sudah besar (SD) dan posturnya tubuhnya relatif tinggi-tinggi. Kemampuan bermain bolanya seragam. Mereka juga sudah punya kemampuan teknik mengagumkan untuk usia anak-anak. Sudah pintar menggiring bola, melakukan passing, memiliki strategi, dan membaca peluang. Ketiga klub ini pula yang menempati peringkat tiga besar. Jüngersdorf (pertama), Merzenich 1 (kedua), dan Wenau (ketiga).
Lalu bagaimana dengan TSV Stockheim? Klub ini isinya campuran. Saat pertandingan, ada 9 anak yang datang. Lima anak SD, sisanya masih TK. Yang paling kecil usianya 4 tahunan. Kemampuannya belum seragam.
Di Birkesdorf, TSV Stockheim mencetak 2 kali kemenangan, 3 kali seri, dua kali kalah. Bikin gol 3, kebobolan 2. Uniknya, mereka mampu menahan klub kuat Merzenich 1, 0:0. Dan hanya kebobolan masing-masing 1 oleh Jüngersdorf dan Wenau. Tapi, waktu menghadapi klub yang kurang kuat, mereka juga kesusahan mencetak gol. Bikin pelatihnya gemes. hehehe.
Alhamdulillah pada akhirnya klub Adik mendapat peringkat keempat. Dan di turnamen ini Adik mencetak gol turnamennya yang pertama. Ketika melawan Viktoria Birkesdorf, Adik menendang kencang ke arah gawang. Dihadang sama penjaga gawang ciliknya. Bolanya nerobos lewat kedua kaki penjaga gawang. Bolanya gak dikejar. Cuma dilihat saja pas masuk pelan ke gawang. Akhirnya, smeua anak mendapat medali dan piagam. Peringkat pertama mendapat piala.
Seperti biasa, Emak banyak mengamati dan belajar dalam kondisi seperti ini. Belajar jadi pengamat sepak bola. hehehe. Sapa tahu ada yang nawarin jadi komentator. *ngayaldotcom*
imrankuu gak terasa sudah besar yaaaa… *_*
GOLLL! Pasti emak sama bapaknya ikut happy waktu adik bikin tendangan maut itu 🙂
@Ima: he-eh, alhamdulillah… 🙂
@Zulfa: Emak bapake ndak nyangka kalau gol. Bapak malah cuma liat pas gol, awalnya gak tahu kalau anaknya yg ngegolin. hehehe.
Aku gak suka sepak bola, cuma kalo dipaksa nonton pertandingan sepak bola ke Jerman sih aku mau hahaha
Waaah kereeen… semoga adik bisa ikut berlaga di pertandingan-pertandingan sepak bola Jerman. Emaknya pasti bisa langsung praktek jadi komentator tuh, paling tidak untuk video dokumentasi keluarga pelancong 🙂
Bisa kebayang senangnya jadi mommynya Imran. Anaknya jadi satu2nya peserta asing 🙂
Latihannya profesional ya mbak meskipun untuk tingkat anak-anak. Yang bagus itu memang begitu, sejak anak-anak sudah dilatih yg bener.
Sepatu di lapangan ama di aula memang beda. Kalo di sini ponakanku bedainnya dgn cara menyebut sepatu futsal dan sepatu bola.
Mba nanti adik kalo jadi pemain bola profesional, dukung indonesia ya 😀
@Cek Yan: Ayo sini nonton di mari. Dalam radius 150 km dari rumahku ada 4 klub Bundesliga 1, loh. 🙂
Aamiin…. Semoga yang terbaik buat Adik. In shaa Allah. 🙂 Terima kasih, Mbak Dee An.
@Mbak Rien: hihihi, iyah. Gampang nyari si Adik, mah. Cari ada yang rambutnya item sendiri.
Pelatihnya memang profi, Mbak. Kudu punya sertifikat khusus sebelum bisa melatih.
@Neng Zahra: hehehe… Semoga sepak bola Indonesia makin maju, yah…