
Idriss bin Abdullah (Moulay Idriss I) sampai di Volubilis, kota Romawi Kuno di utara Maroko tahun 788 masehi, melarikan diri dari Suriah setelah keturunan Ali dikalahkan oleh Abbasid. Idriss I adalah cucu dari Hasan, putera Ali sekaligus cucu Rasulullah SAW. Saat itu Volubilis didiami oleh suku Berber Awraba. Hingga kematian beliau di tahun 791, sebagian besar wilayah Maroko Utara serta kota Tlemcen (sekarang Aljazair) berhasil ditaklukkan. Maroko menjadi negara Islam kedua setelah Al-Andalus yang memisahkan diri dari kekhalifahan Abbasid.
Idriss II lahir dua bulan setelah sepeninggal ayahnya. Dibesarkan diantara suku Berber Awraba di Volubilis dan memiliki karir gemilang sebagai pemimpin. Dua puluh tahun setelah ayahnya mendirikan kota Fes, Idriss II membangunnya kembali. Dari sana, beliau mulai menyatukan Maroko dalam Islam.
Volubilis, kota Romawi kuno dimana Idriss I diterima oleh penduduk suku Berber, juga tempat lahir dan dibesarkannya Moulay Idriss II telah menjadi puing. Hanya sisa-sisa bebatuan kami temui di situs bersejarah ini. Dari sana, kami bertolak ke Moulay Idriss Zerhoun, kota kecil tempat Moulay Idriss I dimakamkan.
Moulay Idriss Zerhoun adalah sebuah kota kecil di atas bukit. Taksi tumpangan hanya boleh mengantar hingga terminal bus, kata Pak Sopir. Sebab kendaraan umum tak boleh naik dan masuk ke pusat kota kecil ini. Kami turun di antara bus-bus antar kota, taksi tua berderet-deret, kenek bus berteriak menarik perhatian calon penumpang. Beberapa orang langsung mendekati rombongan kami. Berniat menjadi pemandu. Satu orang keras kepala, tetap mengikuti kemana kami melangkah. Meski adik-adik mahasiswa berkali menegaskan bahwa mereka sudah kenal tempat ini.
Kami masuk pasar tradisional. Jalan terdekat menuju makam. Berjalan di antara kerumunan pembeli di jalanan sempit dan menanjak. Suasananya mirip pasar tradisional di tanah air. Tempat transaksi hasil bumi berupa sayur mayur, buah-buahan. Tumpukan buah zaitun hitam menggiurkan, kurma-kurma yang terlihat berdebu, tukang jagal memotong-motong daging. Hampir semua pedagang dikerubuti pembeli. Susah mencari celah untuk terus maju. Apalagi serombongan enam orang seperti kami. Sesekali pemandu tak diminta menunggu kami di depan sana. Mengecek apakah kami masih mengikutinya. Kami berhenti, sambil menunggu Pak Sopir bergabung bersama kami. Si pemandu segera berlalu setelah Pak Sopir memberitahu bahwa kami tak butuh panduan.
Sempat makan siang bersama di satu warung lokal dekat pasar, kami lanjutkan ziarah ke makam. Menurut informasi buku panduan kami, ziarah makam ulama juga sering dilakukan orang Maroko. Bahkan buku panduan berbahasa Jerman menyatakan bahwa banyak orang lokal percaya, bahwa tujuh kali ziarah ke makam Moulay Idriss I sama nilainya dengan menunaikan ibadah haji bagi orang tak mampu. Saat Emak konfirmasi ke adik mahasiswa, mereka mengatakan bahwa keyakinan semacam ini mungkin ada dan timbul, karena Moulay Idriss I dipercaya sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW, dari garis Fatimah.
Pintu masuk masjid sekaligus makam Idriss I berupa lorong di antara pertokoan dan sebuah bangunan. Seorang petugas menghentikan suami Emak ketika akan melangkah masuk. Mengira beliau bukan muslim. Beberapa pengemis tua berdiri atau duduk-duduk di sepanjang lorong. Ada yang diam sambil menengadahkan tangan. Ada pula yang aktif mendatangi pengunjung. Di luar kompleks makam, sebelumnya seorang ibu tua mendekati meminta dirham. Sedang sendirian tak membawa dirham sepeser pun, Emak tolak dengan bahasa isyarat. Beliau terlihat marah, mengucapkan kata-kata terdengar tak enak yang tentu saja tak Emak tahu artinya.
Berpuluh meter kemudian, sampailah kami ke pintu gerbang indah, berkeramik warna-warni dan berdesain rumit. Dimana setiap pengunjung wajib membuka alas kaki. Kami membuka sepatu, membawanya masuk. Di dalam, kami temukan sebuah kompleks masjid tak terlalu luas. Terdiri dari beberapa ruangan besar, dengan satu ruangan terbuka di dalamnya. Mirip dengan masjid-masjid lain di Maroko. Di tengah-tengahnya adalah sebuah air mancur. Beberapa orang mengambil air dari pancuran, memasukkan ke dalam botol.
Bersyukur kami mengalami hari luar biasa ini di Maroko. Alhamdulillah.
Makam Moulay Idriss I terletak di salah satu ruangan. Gampang dikenali sebab paling ramai. beberapa orang tua duduk di dekat pintu masuk. Mempersilakan setiap orang untuk berziarah. Makam besar dan indah ini tertutup oleh kain hijau. Bagian atasnya berbentuk seperti empat menara, dua tinggi, dua lebih rendah berwarna merah dan hijau, bertuliskan kalimat-kalimat berbahasa arab. Sebagian orang sholat di sekitarnya. Sebagian berdoa. Sebagian menyentuh permukaannya sambil komat-kamit. Kami pun mengucapkan doa bagi kesejahteraan beliau di alam kubur, dan berlalu melanjutkan perjalanan menikmati bagian lain di Al-Maghrib.
Sama kayak di india mbak. suasana, semua dah. Daging dipotong potong. Trus itu nyentuh permukaan dengan komat kamit juga sama. InsyaAllah kalau dikasih kesempatan, pingin mbulsk ke tempat tempat ini.
@Zulfa: Yup, eksotik banget suasana koyo ngene yo, Zulfa. Aku dadi penasaran karo suasana makam para wali nang Jowo. Paling nggak pengen dolan nang AMpel sesekali. In shaa Allah… π
Ayo mbak. Nek nang ampel ojok lali dolan nang omah. nang Gresik iku onok 2 makm wali. Sunan Giri karo Maulana Malik Ibrahim.
@Zulfa: Wah iyo, yo… Awakmu berarti wes paham suasana ziarah nang makam sunan2 kuwi, yooo
Jadi inget.. beberapa waktu lalu pernah berkunjung ke makam Sunan Muria di Kudus. Jalan menuju makam yang ada di puncak gunung pun berupa undak-undakan tangga batu yang di kanan kirinya dipenuhi pedagang. Jadi dapet ide buat bahan tulisan, hehehe.. Kebetulan belum pernah posting tulisan tentang itu π
Air dari pancurannya buat apa mbak?
@Mbak Dee An: ALhamdulillah kalau bisa memantik ide baru. π
@Mbak Rien: Mereka masukin ke botol minum, Ma. Mungkin buat diminum.
Betul-betul pengalaman yang sangat berkesan tuh mbak, diberi kesempatan yang tidak semua orang bisa mengalaminya.
[…] ke makam pendiri negara Maroko, Moulay Idriss I, kami makan siang di warung di dalam pasar. Di antara berderet-deret tempat makan lainnya. Hampir […]
Mbak Zulfa, aku ikuuut diajakin mblusukan ke Maroko, yah yah yah π
@Syukur: alhamdulillah…
@Cek Yan: π